Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Sebelum Ramai Pungli Rp 4 M, Pernah Ada Petugas Rutan KPK Bermasalah Etik
22 Juni 2023 11:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
KPK tengah disorot usai terjadi pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan). Bahkan nilai punglinya mencapai Rp 4 miliar rupiah, dalam kurun waktu 3 bulan saja.
ADVERTISEMENT
Namun, sebelum isu tersebut mencuat, pegawai di rutan KPK juga punya catatan pelanggaran etik. Hal tersebut terjadi pada 2021 lalu, terhadap tiga orang pegawai.
Tiga pegawai Rutan tersebut yakni Ristanta, Hengky, dan Eri Angga Permana. Ristanta saat itu merupakan plt kepala rutan di KPK. Sementara Eri Angga Permana dan Hengky merupakan pegawai Administrasi Sekretariat Jenderal Muda.
Saat itu, ketiganya divonis oleh Dewas KPK terbukti melanggar etik. Ketiganya bersalah karena menemui tahanan KPK tanpa izin. Tujuan pertemuan itu untuk mengembalikan barang sitaan para tahanan.
Barang sitaan tersebut ditemukan pada 23 Januari 2021. Saat itu, petugas KPK menemukan power bank dan uang Rp 700 ribu di dalam sel tahanan atas nama mantan Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama, Leonardo Jusminarta Prasetyo.
ADVERTISEMENT
Leonardo merupakan penyuap mantan anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rizal Djalil, yang dihukum 2 tahun penjara. Saat itu, Leonardo masih ditahan di Rutan KPK yang berada di Gedung ACLC.
Barang-barang Leonardo itu kemudian disita. Belakangan Ristanta mengusulkan barang itu dikembalikan.
Kemudian terjadilah pertemuan antara ketiganya dengan Leonardo. Pertemuan terjadi di Lapas Tangerang pada 4 Mei 2021. Mereka mengembalikan uang Rp 700 ribu kepada Leonardo.
Namun ternyata, pada saat berada di Lapas Tangerang, ketiga petugas KPK itu tidak hanya menemui Leonardo. Mereka juga meminta petugas untuk dipertemukan dengan tiga napi korupsi yang ditangani KPK.
Ketiga terpidana itu ialah Andi Narogong (kasus e-KTP), Chandry Suanda alias Afung (kasus suap impor bawang putih), dan Soetikno Soedarjo (suap di Garuda Indonesia).
ADVERTISEMENT
"Dengan tujuan bersilaturahmi," kata anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji tanpa menjelaskan motif lebih lanjut ketiga petugas itu, saat membacakan putusan, Rabu (22/9/2021).
Terkait pertemuan itu, hanya Andi Narogong yang menolak bertemu. Namun ketiga petugas itu berhasil bertemu dengan dua napi lainnya.
Pertemuan itu terjadi tanpa izin. Selain itu, juga ada aturan larangan kunjungan tatap muka bagi para tahanan karena dalam masa pandemi. Petugas Lapas Tangerang bersedia memenuhi permintaan ketiganya karena tahu mereka pegawai KPK.
Dewas KPK menyatakan ketiganya bersalah melanggar Pasal 7 ayat 1 huruf c Peraturan Dewan Pengawas nomor 2 tahun 2020. Atas perbuatan itu, ketiga petugas KPK tersebut mengakui dan menyesalinya.
"Menghukum terperiksa Ristanta, terperiksa Hengky, dan terperiksa Eri Angga Permana dengan sanksi ringan berupa teguran tertulis I dengan masa berlaku hukuman selama 3 bulan," kata Dewas KPK.
ADVERTISEMENT
Kasus Pungli di Rutan
Terdapat dugaan pungli di Rutan KPK. Isu itu diungkapkan oleh Dewas KPK. Nilai punglinya mencapai Rp 4 miliar. Nilai tersebut diduga masih bisa bertambah.
Hal tersebut bukan tanpa sebab. Nilai Rp 4 miliar itu diduga hanya diraup dalam kurun 3 bulan saja yakni Desember 2021 hingga Maret 2022. Belum diketahui apakah praktik serupa terjadi pada kurun waktu lainnya.
Adapun pungli diduga dilakukan di Rutan Merah Putih KPK. Kini penyelidikan sedang dilakukan guna mengusut dugaan itu. Baik dengan penyelidikan maupun secara etik oleh Dewas KPK.
Di sisi lain, KPK juga sudah membentuk tim khusus dalam rangka pemeriksaan atas dugaan pelanggaran disiplin. Dugaan praktik pungli itu diduga melibatkan puluhan pegawai KPK.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengungkapkan pungli diduga untuk memberikan fasilitas tambahan di dalam rutan. Menurut Ghufron, rutan adalah tempat yang terbatas baik dari akses komunikasi maupun fasilitas.
Diduga, guna memperlancar untuk memasukkan uang dan alat komunikasi ke rutan, perlu ada 'pelicin'.
“Untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas itu sebagaimana disampaikan tadi ada duit masuk, nah yang mestinya tidak boleh bawa duit, tapi untuk memasukkan duit, itu butuh duit,” ungkapnya saat konferensi pers di Kantor KPK, Jakarta pada Rabu (21/6).
“Atau tidak boleh berkomunikasi, untuk kemudian butuh komunikasi, alat komunikasi masuk itu butuh duit,” tambahnya.