Sederet Bukti Kuat Ahmad Musadeq Menodai Agama

7 Maret 2017 20:28 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Terdakwa kasus makar dan penodaan agama. (Foto: Antara/M. Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus makar dan penodaan agama. (Foto: Antara/M. Agung Rajasa)
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutuskan Ahmad Musadeq, Mahful Muis Tumanurung, dan Andri Cahya, telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penodaan agama berulang-ulang. Majelis menilai, paham Millah Abraham yang diajarkan di Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan paham yang bertentangan dengan agama Islam.
ADVERTISEMENT
"Majelis hakim berpendapat bahwa ajaran Millah Abraham yang meyakini bahwa masa sekarang yang tidak mewajibkan salat, puasa, zakat, dan haji adalah bertentangan dengan agama Islam yang telah diatur selama ini. Dengan demikian, dapat disimpulkan, ajaran Millah Abraham telah menyinggung perasaan umat Islam dan telah menodai ajaran Islam yang menjadi ajaran sebagian besar bangsa Indonesia," ujar Ketua Hakim, Muhamad Sirad, dalam persidangan, pada Selasa (7/3).
Kesimpulan tersebut dibacakan oleh Sirad setelah mempertimbangkan seluruh unsur penodaan agama yang terungkap dalam fakta hukum persidangan.
Beberapa pertimbangan majelis hakim adalah sebagai berikut:
Dalam fakta persidangan, terdakwa Mahful menyatakan, kehidupan manusia sekarang dipenuhi dengan kekacauan, yaitu dengan adanya perampasan, pemerkosaan, pembunuhan, dan tindak kejahatan lain. Sehingga, menurut Mahful, tidak ada kewajiban melaksanakan salat, puasa, zakat, dan naik haji. Ia juga menyebut, tidak ada seorangpun yang dapat mewajibkan hal-hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Sidang putusan pimpinan Gafatar. (Foto: Antara/M. Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang putusan pimpinan Gafatar. (Foto: Antara/M. Agung Rajasa)
"Para terdakwa menyatakan bahwa oleh karena di dalam Piagam Jakarta tidak disebutkan serta wajib menjalankan Syariat Islam, maka ibadah salat, puasa zakat, dan naik haji tidak dapat diwajibkan," ujar Sirad membacakan pertimbangan majelis hakim.
Terkait hal itu, majelis hakim menyimpulkan ada kesamaan dari para terdakwa untuk tidak mewajibkan ibadah salat, puasa, zakat, dan naik haji.
Sehubungan dengan hal tersebut, majelis hakim telah mendengarkan pendapat saksi yang ikut dalam komunitas Gafatar. Dalam kesaksiannya, diketahui bahwa paham Millah Abraham yang diajarkan oleh para terdakwa kepada saksi belum mewajibkannya ibadah salat, puasa, zakat, dan naik haji.
"Dari fakta-fakta tersebut, maka majelis hakim berpendapat bahwa ajaran Millah Abraham berpendapat belum ada kewajiban salat, puasa, zakat, dan naik haji, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat mewajibkannya," kata Sirad.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, majelis hakim memberikan pertimbangan bahwa paham Millah Abraham dapat dikatakan menodai agama Islam.
"Di dalam agama Islam mengenal ibadah salat, puasa, zakat, dan naik haji. Itu semua telah ditentukan umumnya secara tegak seperti yang dinyatakan para saksi ahli dalam persidangan," ujar Sirad.
Berdasarkan keterangan para saksi ahli, pada pokoknya salat sudah menjadi kewajiban umat Islam sebagaimana ditentukan beberapa ayat pada Al-Quran, seperti Surah Taha ayat 14 dan Surat An-Nisa ayat 143.
Selain itu, menurut keterangan para saksi ahli, puasa, zakat, dan naik haji, juga telah diatur dalam Al-Quran.
"Dari uraian keterangan saksi ahli tersebut, maka disimpulkan bahwa salat, puasa, zakat, dan naik haji telah diwajibkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala melalui kitab Al-Quran dan telah ditaati oleh seluruh umat Islam di dunia, tanpa ada perbedaan pendapat atas kewajibannya," kata Sirad.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, majelis hakim juga memberikan pertimbangan terkait unsur kesengajaan dari perbuatan para terdakwa dalam melakukan perbuatan tersebut.
Dalam fakta persidangan, terdakwa Musadeq, Mahful, dan Andri, telah terbukti membentuk komunitas paham Millah Abraham. Selain itu, para terdakwa juga telah memberikan ceramah terkait pemahamannya tersebut di beberapa kota, seperti di Surakarta, Yogyakarta, Malang, dan Surabaya.
"Para terdakwa telah menyebarkan pemahaman tentang paham Millah Abraham yang dilakukan di suatu ruang tertutup yang dihadiri oleh pengikut paham Millah Abraham," ujar Sirad.
Tak hanya itu, dalam fakta persidangan, juga terungkap sejak 15 Agustus 2011 dibentuk organisasi Gafatar oleh terdakwa Mahful, juga sebagai ketua kelompok tersebut.
Selanjutnya, diketahui bahwa Gafatar telah dibubarkan melalui kongregasi luar biasa pada 11-13 Agustus 2015 di Cisarua, Puncak, Bogor. Bersamaan dengan pembubaran tersebut, maka dilanjutkan pendeklarasian penciptaan Negara Kesatuan Tuhan Semesta Alam (NKSA) dengan mengangkat terdakwa Andri sebagai Presiden, terdawa Musadeq sebagai Wakil Presiden, dan terdakwa Mahful sebagai penasihat spritual bagi umat Negara Kesatuan Tuhan Semesta Alam (NKSA).
ADVERTISEMENT
Belakangan diketahui, paham yang diajarkan sejak masa Gafatar juga diajarkan oleh para terdakwa pada masa penciptaan Negara Kesatuan Tuhan Semesta Alam (NKSA), yakni dengan pemahaman tentang Millah Abraham.
"Dapat pula disimpulkan bahwa pemahaman Millah Abraham telah dilakukan para terdakwa di muka umum adalah dengan adanya sikap penentangan dan pengusiran dari masyarakat dari daerah-daerah yang berbeda, dengan demikian paham Millah Abraham telah sampai di masyarakat umum," ujar Sirad.
Dengan demikian, majelis hakim berkeyakinan bahwa ada unsur kesengajaan dari para terdakwa dalam melakukan perbuatannya. Sehingga, terpenuhilah unsur kesengajaan tersebut.
"Kesengajaan para terdakwa dalam melakukan perbuatannya, dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh para terdakwa seharusnya para terdakwa dapat mengetahui akibat yang akan timbul karena perbuatannya. Oleh karenanya, itu dapat dikualifikasi sebagai secara sadar melakukan perbuatannya," kata Sirad.
ADVERTISEMENT
Dari semua pertimbangan tersebut, majelis hakim berkeyakinan, ketiga terdakwa tersebut telah melakukan tindakan penodaan agama berkali-kali. Dengan demikian, ketiga terdakwa terbukti telah melanggar Pasal 156a huruf a KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1  KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP tentang Penodaan Agama.
"Mereka terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan dengan sengaja di muka umum melakukan penodaan terhadap satu agama yang dianut di Indonesia," ujar Sirad dalam amar putusan.
Ahmad Musadeq dan Mahful Muis Tumanurung divonis lima tahun penjara oleh majelis hakim. Sedangkan, Andri, divonis selama tiga tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa H Abdussalam alias Ahmad Mussadeq alias Al Masih Maw’ud dan terdakwa Mahful Muis Tumanurung dengan pidana penjara masing-masing selama lima tahun penjara. Dan terdakwa Andri Cahya dengan pidana penjara selama tiga tahun,” kata Sirad.
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum ketiga terdakwa menyatakan akan menempuh upaya banding.