Sederet Fakta Rapat PPATK dengan Komisi III soal Polemik Rp 349 T

22 Maret 2023 8:21 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan PPATK, Selasa (21/3/2023). Foto: Hedi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan PPATK, Selasa (21/3/2023). Foto: Hedi/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja bersama Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) di DPR RI, Selasa (21/3). Rapat itu membahas soal transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang diduga pencucian uang.
ADVERTISEMENT
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menghadiri rapat tersebut. Ia menjelaskan bahwa nilai Rp 349 triliun terkait pencucian uang itu ditemukan berdasarkan analisis PPATK. Laporan itu kemudian disampaikan ke Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti.
Laporan disampaikan ke Kemenkeu karena terkait kewenangan yang terkait dengan pencucian uang tersebut. Meski, belum diketahui tindak pidana asal dari pencucian uang itu.
"Dalam posisi Departemen Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal sesuai dengan Pasal 74 UU 8/2010, disebutkan di situ, penyidik tindak pidana asal adalah penyidik TPPU dan di penjelasannya dikatakan bahwa Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak adalah penyidik tindak pidana asal," ungkap Ivan.
Dalam rapat itu Ivan juga dicecar sejumlah pertanyaan terkait transaksi tersebut.
Berikut rangkuman rapat kerja Komisi III DPR dengan PPATK:
ADVERTISEMENT

Tegaskan Pencucian Uang

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana tiba di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (20/3/2023). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan transaksi Rp 349 triliun yang dilaporkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hal itu ia sampaikan saat ditanya Wakil Ketua Komisi III, Desmond Junaidi Mahesa.
"Saya cuma ingin mempertegas saja Pak Ivan, PPATK yang diekspos itu TPPU atau bukan?" tanya Desmond.
"TPPU, pencucian uang," tegas Ivan.
"Yang Rp 300 triliun itu TPPU?" tanya Desmond lebih spesifik.
Ivan lalu menegaskan bahwa itu adalah hasil analisis yang dilakukan PPATK. Sehingga, ia tidak akan disampaikan atau dipublikasikan bila tidak ada pencucian uang.
"Itu hasil analisis dan hasil pemeriksaan tentunya TPPU. Jika tidak ada ada TPPU tidak akan kami sampaikan," ungkap Ivan.
ADVERTISEMENT
"Tegas saja," pinta Desmond.
"TPPU," jawab Ivan.

Harus Diusut Kemenkeu, Bukan Tindak Pidana di Kemenkeu

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pada Rapat Koordinasi PPATK Tahun 2023 di Hotel Sultan, Jakarta, (19/1/2023). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan soal angka transaksi mencurigakan Rp 349 triliun. Dia menegaskan angka tersebut bukan tindak pidana yang terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tetapi laporan hasil analisis (LHA) PPATK yang diberikan kepada Kemenkeu sebagai penyelidik tindak pidana asal.
"Jadi Rp 349.874.187.502.987 itu, kita tidak bicara semuanya tindak pidana yang dilakukan oleh Kemenkeu, bukan di Kemenkeu, tapi terkait tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal," kata Ivan dalam Rapat Kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (21/3).
Ivan mengatakan, LHA tersebut dilaporkan ke Kemenkeu karena terkait dengan kasus ekspor impor, perpajakan, kepabeanan, dan lain sebagainya. Kasus-kasus tersebut merupakan kewenangan dari Kemenkeu.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, angka ratusan triliun tersebut berasal dari 3 layer temuan PPATK. Pertama, PPATK menemukan terkait oknum yang berbuat pidana. Kedua, terkait oknum dan ada terkait tugas fungsinya. Ketiga ada tindak pidananya tetapi belum ditemukan oknumnya.
"Jadi tindak pidana asal misalnya kepabeanan atau perpajakan itu yang kita sampaikan kepada penyidiknya. Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu di Kemenkeu," kata Ivan.

Sudah Dilaporkan ke Presiden

Benny K Harman. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Anggota Komisi III, Benny K Harman, heran laporan hasil analisis (LHA) sepanjang 2009-2023 itu bisa bocor ke publik, padahal setiap laporan PPATK hanya bisa disampaikan ke Presiden atau DPR.
"Apakah boleh PPATK atau Kepala Komite (Mahfud) tadi membuka itu ke publik seperti yang dilakukan Bapak Menko Polhukam, Pak Mahfud? Dia dengan tegas menyampaikan kepada publik," ucap Benny dalam rapat kerja di Komisi III Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/3).
ADVERTISEMENT
"Seingat saya dalam UU, PPATK hanya melaporkan kepada Pak Presiden dan DPR. Apakah Saudara sudah pernah lapor ke Pak Presiden?" lanjut politikus Demokrat itu.
Merespons itu, Ivan mengatakan laporan yang disampaikan kepada Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal itu, sudah dilaporkan juga kepada Presiden.
"Untuk kasus ini sudah kami sampaikan melaui Pak Menseskab Pramono Anung. Karena Beliau yang telepon," jawab Ivan.

Arteria: Yang Bocorin Transaksi Mencurigakan Rp 349 T Bisa Dipidana 4 Tahun!

Politikus PDI Perjuangan, Arteria Dahlan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Anggota Komisi III Arteria Dahlan mengatakan, laporan PPATK itu tidak boleh diumumkan ke publik. Dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, ada ancaman pidana 4 tahun bagi yang membocorkan.
"Saya katakan Pak Ivan clear ini. Tadi ada penjelasan dan kami percaya. Tapi yang bagian ngebocorin bukan Pak Ivan kan? Yang menceritakan macam-macam itu bukan dari mulutnya Pak Ivan kan?" tanya Arteria dalam rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/3).
ADVERTISEMENT
"Bukan, bukan," jawab Ivan.
"Saya bacakan pasal 11, Pak, pejabat atau pegawai PPATK, penyidik atau penuntut umum, hakim, dan setiap orang, setiap orang itu termasuk juga menteri termasuk juga Menko, Pak, ya, yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut UU ini, wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut," beber Arteria.
"Sanksinya, Pak, sanksinya setiap orang itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Ini undang-undangnya sama, Pak. Ini serius," lanjut politikus PDIP itu.

DPR Lanjutkan Rapat Polemik Rp 349 T dengan Mahfud dan Sri Mulyani 29 Maret

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers usai pertemuan dengan Menkopolhukam Mahfud MD dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (20/3/2023). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, menyebut pihaknya juga akan menggelar rapat lanjutan dengan isu yang sama bersama Menko Polhukam, Mahfud MD, dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
ADVERTISEMENT
Rapat bersama Ivan rencananya akan digelar pada 11 April 2023. Sedangkan rapat bersama Mahfud MD dan Sri Mulyani serta Ivan akan dilaksanakan pada Kamis, 29 Maret 2023. Mereka diundang sebagai bagian dari komite tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Rapat selanjutnya untuk PPATK tanggal 11 April, tanggal 29 Maret dengan Ketua Komite Nasional TPPU, Pak Menko. [Rapat bersama] PPATK tanggal 11 April, beliau juga hadir tapi sebagai sekretaris komite nasional," kata Sahroni di Gedung DPR, Senayan, Selasa (21/3).
Sahroni menuturkan pihaknya akan membuat izin agar Sri Mulyani dapat diundang rapat di Komisi III DPR.
"Tadi saya sudah bilang sama Pak Sekretaris untuk mengundang anggota komite nasional TPPU, Bu Menkeu," tutup Bendahara Umum NasDem ini.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT