Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pandemi virus corona mungkin menjadi salah satu bencana non-alam yang saat ini sedang serius dihadapi seluruh negara termasuk Indonesia. Untuk meminimalisir dampak pandemi, segala daya upaya termasuk bantuan sosial pun digelontorkan negara untuk mempercepat penanganan bagi mereka yang terdampak.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi baru-baru ini upaya tersebut justru ternoda dengan terungkapnya praktik rasuah yang diduga dilakukan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Juliari dan beberapa pejabat Kemensos lainnya disebut KPK terlibat dalam perkara dugaan korupsi berkaitan dengan dana Bantuan Sosial (Bansos ) terkait corona.
Ketua KPK Komjen Firli Bahuri bahkan mengatakan pihaknya terbuka untuk menerapkan pasal dengan ancaman hukuman mati terhadap pelaku. Ancaman hukuman mati ini, kata Firli, dapat diberikan kepada Juliari jika terbukti melanggar Pasal 2 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Ya, kita paham bahwa di dalam ketentuan UU 31 tahun 99 pasal 2 yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain, melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati," kata Firli kepada wartawan.
ADVERTISEMENT
Dalam UU KPK, hukuman mati yang berkaitan dengan korupsi bencana alam sudah diatur. Meskipun sudah direvisi sebanyak tiga kali, tetap terdapat pasal yang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor yang memanipulasi dana bencana. Aturan itu tertuang dalam UU No 19 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hukuman mati untuk korupsi bencana alam itu ada dalam Pasal 2.
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
ADVERTISEMENT
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Keadaan tertentu yang dimaksud sebagaimana ditulis dalam bagian penjelasannya ialah:
Pasal 2 ayat (2)
Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
Berikut kumparan rangkum beberapa perkara rasuah yang ditangani KPK yang berkaitan dengan bencana alam maupun non alam.
1. Korupsi Proyek Penyediaan Air di Daerah Bencana
Pada Desember 2018, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 8 pejabat di Kementerian PUPR. Tangkap tangan ini dilakukan KPK terkait dengan dugaan suap proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM). Beberapa proyek pembangunan SPAM diketahui berada di daerah Donggala, Palu, Sulawesi Tengah yang saat itu baru saja terkena bencana tsunami.
ADVERTISEMENT
Sejumlah pihak yang ditetapkan sebagai tersangka di antaranya Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, Kepala Satker SPAM Strategis/ PPK SPAM Lampung, Meina Woro Kustinah, PPK SPAM Katulampa, Teuku Moch Nazar, Kepala Satker SPAM Darurat, Donny Sofyan Arifin, PPK SPAM Toba 1 sebagai tersangka penerima. Kemudian, Budi Suharto, Dirut PT WKE, Lily Sundarsih, Direktur PT WKE, Irene Irma, Direktur PT TSP, dan Yuliana Enganita Dibyo, Direktur PT TSP sebagai tersangka pemberi.
Total ada barang bukti uang suap senilai Rp 5,3 miliar, USD 5 ribu dan SGD 22.100 yang disita KPK dalam perkara itu. Uang suap itu diduga merupakan bagian fee 10 persen dari total nilai proyek sebesar Rp 429 miliar yang didapat oleh kedua perusahaan itu, PT WKE dan PT TSP.
ADVERTISEMENT
Lantas dalam vonis yang dibacakan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (17/7/2019), Anggiat dituntut 8 tahun penjara, denda Rp 400 juta subsider 4 bulan kurungan. Sementara itu Meina dituntut 5,5 tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Nazar dituntut 8 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan, sedangkan Donny dituntut 5,5 tahun denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
2. Korupsi pengadaan reagen dan consumable untuk penanganan virus flu burung
KPK menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan reagen dan consumable untuk penanganan flu burung dengan menggunakan APBN Perubahan Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan tahun anggaran 2007.
ADVERTISEMENT
Nama-nama seperti Direktur Utama PT Cahaya Prima Cemerlang (CPC) Freddy Lumban Tobing, Ratna Dewi Umar selaku Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Siti Fadilah Supari selaku Menteri Kesehatan Republik Indonesia dan Tatat Rahmita Utami selaku Direktur Trading PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD) disebut terlibat dalam perkara ini.
Vonis selama 16 bulan penjara ditambah denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan bagi Freddy dan lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan bagi Ratna Dewi Umar dijatuhkan hakim pada tersangka dalam perkara ini.
Khusus untuk Siti Fadilah, ia juga terjerat dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) 2005 pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) dengan melakukan penunjukan langsung (PL) kepada PT Indofarma Tbk.
ADVERTISEMENT
Pada persidangan yang digelar pada Jumat 16 Juni 2017 majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun bui kepada Siti Fadilah. Ia juga diwajibkan membayar denda senilai Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah harus membayar uang pengganti Rp 550 juta subsider 6 bulan kurungan.
3. Korupsi terkait Dana Bansos Pandemi COVID-19
Teranyar, penyidik KPK pada Sabtu 5 Desember 2020 sekitar pukul 02.00 WIB mengamankan 6 pihak termasuk pejabat Kementerian Sosial (Kemensos).
Berdasarkan hasil gelar perkara, KPK menetapkan Menteri Sosial (Mensos), Juliari Peter Batubara, bersama 4 orang lain sebagai tersangka. Juliari diduga menerima suap terkait bansos corona.
Bersama Juliari total ada 5 orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara ini. 4 orang lainnya yang juga ditetapkan sebagai tersangka yakni 2 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bansos COVID-19 Kemensos, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Lalu 2 supplier rekanan bansos COVID-19, Ardian I M dan Harry Sidabuke.
Suap total senilai Rp 14,5 miliar diterima Juliari dalam perkara ini. Suap itu diterima Juliari dalam dua tahap, tahap pertama ia memperoleh uang senilai Rp 8,2 miliar (uang dari pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama) dan uang senilai Rp 8,8 miliar yang berasal dari periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako.
ADVERTISEMENT
Sebagai penerima suap, Juliari dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Adapun Matheus dan Adi dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, Ardian dan Harry dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun sebelumnya Ketua KPK Komjen Firli Bahuri menyatakan OTT itu terkait dugaan penerimaan suap dari para vendor bantuan sosial corona.
ADVERTISEMENT