Sejak Awal Uji Klinis Vaksin Nusantara Terawan Bermasalah dan Ditolak BPOM

14 April 2021 15:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BPOM Penny K Lukito memberikan keterangan pers terkait pengawalan keamanan vaksin COVID-19 di Jakarta, Kamis (19/11). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BPOM Penny K Lukito memberikan keterangan pers terkait pengawalan keamanan vaksin COVID-19 di Jakarta, Kamis (19/11). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito buka suara terkait bagaimana pihaknya mengawal proses uji klinis vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Tidak ada kesan pilih kasih, semua berdasarkan kaidah saintifik.
ADVERTISEMENT
Dalam pernyataan tertulis, Penny mengungkapkan adanya penolakan yang pada awalnya disampaikan pihak BPOM karena tak sesuainya uji klinis yang dilalui vaksin Nusantara. Padahal seharusnya uji tersebut wajib disesuaikan dengan tahapan pengembangan suatu obat atau vaksin tertentu.
"Peneliti pada awalnya mengajukan 1 protokol untuk semua tahapan uji klinik fase 1, fase 2 dan fase 3 pada tanggal 23 November 2020, namun tidak disetujui oleh BPOM karena tidak sesuai dengan standar tahapan pengembangan obat dan vaksin," ujar Penny dalam rilis resmi BPOM, Rabu (14/4).
"Untuk itu uji klinik vaksin dendritik harus dilaksanakan mulai fase 1 terlebih dahulu sebelum fase 2 dan fase 3," sambungnya.
Sejumlah perbaikan, kata Penny, pun harus dilakukan tim peneliti vaksin Nusantara. Dalam kunjungan ke loksi riset di Semarang, pihak BPOM menemukan beberapa temuan terkait vaksin yang dianggapnya perlu diperbaiki.
ADVERTISEMENT
"Pada tanggal 14-15 Desember 2020 Badan POM melakukan inspeksi ke center uji klinik RSUP dr Kariadi dan terdapat temuan yang bersifat critical dan major yang harus diperbaiki," ucap Penny.
Studi pengembangan vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik. Foto: Dok. Aivita Biomedical

Berikut kronologi lengkap pengawalan yang dilakukan BPOM terhadap proses uji klinis dari vaksin berbasis sel dendritik bekerja sama dengan AIVITA Biomedical, AS, itu:

A. Peneliti pada awalnya mengajukan 1 protokol untuk semua tahapan uji klinik fase 1, fase 2 dan fase 3 pada tanggal 23 November 2020, namun tidak disetujui oleh BPOM karena tidak sesuai dengan standar tahapan pengembangan obat dan vaksin. Untuk itu uji klinik vaksin dendritik harus dilaksanakan mulai fase 1 terlebih dahulu sebelum fase 2 dan fase 3.
ADVERTISEMENT
B. Pengajuan uji klinik fase 1 dilakukan pada tanggal 30 November 2020, namun tidak disertai dengan data pengujian pre klinik. Untuk itu Badan POM meminta peneliti untuk menyerahkan laporan studi toksisitas, imunogenisitas, penggunaan adjuvan, dan studi lain yang mendukung pemilihan dosis dan rute pemberian, mengingat produk jadi mengandung Spike SARS-CoV-2 yang diperoleh terpisah dari sel dendritik.
Terawan Agus Putranto saat meninjau persiapan uji klinis fase II vaksin Nusantara di RSUP dr. Kariadi Semarang. Foto: Dok. Istimewa
Namun permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh peneliti dan sponsor dengan justifikasi: penggunaan sel dendritik sudah lama digunakan dan aman pada manusia, bersifat autologous dan tidak menggunakan zat tambahan lain. Dosis dan toksisitas merujuk pada hasil uji klinik untuk indikasi lain.
C. Tanggal 1 Desember 2020 Badan POM menerbitkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinik fase 1. Mempertimbangkan aspek keamanan pada subjek dan tidak tersedianya uji pre klinik, maka pada PPUK ditambahkan ketentuan khusus, di antaranya:
ADVERTISEMENT
* Sebelum uji klinik dilaksanakan, fasilitas pengolahan produk harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik atau memiliki penjaminan mutu untuk menghindarkan risiko produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan.
* Pada proses informed consent harus dijelaskan kepada calon subjek bahwa uji klinik ini merupakan penelitian first in human dan uji yang sebelumnya dilakukan adalah uji in vitro.
* Pada saat pelaksanaan uji klinik, peneliti diminta untuk memastikan jaminan mutu dan keamanan produk uji dengan melakukan:
- Pengujian untuk setiap produk yang akan digunakan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan (Sterilitas, Mycoplasma, Endotoksin, Jumlah sel dan Viabilitas dan Identifikasi).
- Identifikasi impurities (spike SARS-CoV-2) yang seharusnya tidak terdeteksi dalam produk akhir.
ADVERTISEMENT
* Melakukan rekrutmen untuk setiap 3 subjek, dimulai dari konsentrasi Spike SARS-CoV-2 terkecil (0,1 mcg) tanpa GM-CSF dilanjutkan dengan peningkatan konsentrasi GM-CSF pada konsentrasi Spike SARS-CoV-2 yang sama. Selanjutnya, dilakukan prosedur yang sama untuk konsentrasi Spike SARS-CoV-2 yang lebih besar.
* Memastikan peran Data Safety Monitoring Board (DSMB) yang berkesinambungan dan independen, dengan perhatian khusus untuk melakukan analisis interim untuk setiap 3 subjek yang diinklusi dimulai dari konsentrasi Spike SARS-CoV-2 terkecil (0,1 mcg) tanpa GM-CSF dilanjutkan dengan peningkatan konsentrasi GM-CSF pada konsentrasi Spike SARS-CoV-2 yang sama. Selanjutnya, dilakukan prosedur yang sama untuk konsentrasi Spike SARS-CoV-2 yang lebih besar.
D. Ketentuan pada PPUK tidak dilaksanakan dengan baik oleh Peneliti, hal ini diketahui pada saat inspeksi di mana fasilitas pengolahan belum memenuhi persyaratan CPOB, pelaksanaan uji klinik tidak dilakukan bertahap pada 3 subjek, tidak ada review DSMB untuk pelaksanaan uji klinik fase 1, pengujian mutu tidak dilakukan untuk setiap produk.
ADVERTISEMENT
E. Pada tanggal 14-15 Desember 2020 Badan POM melakukan inspeksi ke center uji klinik RSUP dr Kariadi dan terdapat temuan yang bersifat critical dan major yang harus diperbaiki.
F. Uji Klinik fase 1 dilakukan di RSUP Dr. Kariadi sejak 22 Desember 2020, dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 28 orang. Pada tanggal 15 dan 29 Januari, 9 dan 18 Februari 2021, Peneliti telah menyampaikan hasil data interim uji klinik fase 1 berupa pengamatan keamanan 14 hari dan imunogenisitas selama 1 bulan setelah pemberian vaksin uji. Data yang disampaikan berubah-ubah.
G. Data interim uji klinik fase 1 yang diterima oleh Badan POM telah dievaluasi dan dibahas bersama Tim KOMNAS Penilai Obat, dan juga para ahli ad-hoc di bidang vaksin (Tim dari ITAGI, Dokter spesialis Alergi Imunologi, Ahli Biologi Molekular) dengan kesimpulan masih diperlukan klarifikasi dan tambahan data mengenai:
Sejumlah anggota Komisi IX DPR mendengarkan paparan soal uji klinis I vaksin Nusantara di RS Dr Kariadi Semarang pada 16 Februari 2021. Foto: ANTARA NEWS
ADVERTISEMENT
Untuk itu, tanggal 24 Februari 2021 Badan POM menyampaikan hasil rapat pembahasan evaluasi hasil interim uji klinik fase 1 dan meminta peneliti untuk memberikan klarifikasi dalam forum dengar pendapat peneliti kepada Badan POM dan tim Komnas Penilai Obat dan tim ahli terkait.