Sejarah Panjang Pertikaian Hizbullah-Israel: Dari Invasi hingga Konflik Gaza

19 September 2024 14:25 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Asap dan api membubung menyusul serangan perbatasan dari Lebanon, di tengah permusuhan lintas batas yang sedang berlangsung antara Hizbullah dan pasukan Israel, menutup perbatasan Israel dengan Lebanon, dilihat dari sisi Israel, Senin (3/6/2024). Foto: REUTERS/Ayal Margolin ISRAEL OUT
zoom-in-whitePerbesar
Asap dan api membubung menyusul serangan perbatasan dari Lebanon, di tengah permusuhan lintas batas yang sedang berlangsung antara Hizbullah dan pasukan Israel, menutup perbatasan Israel dengan Lebanon, dilihat dari sisi Israel, Senin (3/6/2024). Foto: REUTERS/Ayal Margolin ISRAEL OUT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konflik antara Hizbullah dan Israel kembali memanas setelah insiden ledakan pada Selasa (17/9) malam yang melukai sekitar 2.800 orang di Lebanon.
ADVERTISEMENT
Ledakan ini berasal dari perangkat pager milik anggota Hizbullah — kelompok politik berpengaruh di Lebanon — menewaskan sedikitnya sembilan orang, termasuk tiga anak-anak.
Hizbullah pun menyalahkan Israel atas serangan ini, menambah ketegangan yang telah berlangsung selama hampir setahun.
Sejak 8 Oktober 2023, Hizbullah terlibat dalam serangan lintas perbatasan untuk menghentikan operasi militer Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 41.000 orang.
Israel merespons dengan serangan balasan terhadap salah satu kelompok militan terkuat di kawasan itu, yang memiliki pengalaman panjang dalam konflik dengan Israel. Seperti apa sejarah pertikaian mereka?

1982: Awal Invasi dan Pembentukan Hizbullah

Peta Israel dan Lebanon. Foto: Below the Sky/Shutterstock
Konflik ini bermula pada Juni 1982, ketika Israel menginvasi Lebanon sebagai respons atas serangan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dari wilayah selatan Lebanon. Invasi terjadi di tengah perang saudara Lebanon yang telah berlangsung selama tujuh tahun.
ADVERTISEMENT
Setelah PLO setuju meninggalkan Lebanon, militer Israel tetap berada di wilayah tersebut, mendukung kelompok proksi lokal dan terlibat dalam peristiwa tragis pembantaian Sabra dan Shatila. Pembantaian ini menewaskan antara 2.000 hingga 3.500 pengungsi Palestina dan warga sipil Lebanon.
Ilustrasi Hizbullah. Foto: Shutterstock
Hizbullah lahir dari reaksi terhadap pendudukan Israel, didukung oleh Iran, dengan tujuan utama mengusir pasukan Israel dari Lebanon.
Berasal dari komunitas Muslim Syiah yang mayoritas tinggal di Lembah Bekaa dan pinggiran selatan Beirut, Hizbullah dengan cepat menjadi kekuatan signifikan di Lebanon.
Adapun buntut invasi Israel terhadap Lebanon tersebut, membuat PBB kemudian menempatkan pasukan perdamaian UNIFIL di perbatasan Lebanon-Israel. Indonesia juga berpartisipasi dalam pengiriman pasukan ke UNIFIL.
Anggota TNI yang tergabung dalam UNIFIL sedang berpatroli di perbatasan Libanon-Israel. Foto: UN Peacekeeping

1983-1992: Serangan dan Keterlibatan dalam Politik

Antara 1982 dan 1986, beberapa serangan terhadap pasukan asing dilakukan, termasuk pengeboman barak pasukan penjaga perdamaian AS dan Prancis di Beirut pada 23 Oktober 1983, yang menewaskan lebih dari 300 orang.
ADVERTISEMENT
Banyak pihak menyalahkan Hizbullah atas serangan ini meskipun kelompok lain juga mengeklaim bertanggung jawab.
Pada 1992, setelah berakhirnya perang saudara Lebanon, Hizbullah terjun ke kancah politik dan memenangkan delapan kursi di parlemen Lebanon. Sejak saat itu, peran Hizbullah terus berkembang, baik sebagai kekuatan politik maupun militer.

2006: Perang Juli yang Berkepanjangan

Anggota tentara Lebanon berkumpul di dekat kendaraan yang rusak setelah apa yang menurut sumber keamanan adalah serangan Israel, di Jadra, Lebanon 10 Februari 2024. Foto: Aziz Taher/Reuters
Perang besar antara Hizbullah dan Israel terjadi pada Juli 2006. Dalam pertempuran selama 34 hari, sekitar 1.200 warga Lebanon tewas, sebagian besar adalah warga sipil. Israel juga kehilangan 158 orang, sebagian besar tentara.
Konflik ini semakin mengukuhkan peran Hizbullah sebagai kekuatan utama di Lebanon.

2023-2024: Konflik di Gaza hingga Serangan Terbaru

Pada Oktober 2023, Hizbullah meluncurkan serangan roket ke Israel untuk mendukung Gaza yang diserang Israel setelah serangan mendadak Hamas.
Di Lebanon, 97 ribu orang telah dipaksa meninggalkan rumah mereka, dengan 566 orang tewas, 133 di antaranya warga sipil.
ADVERTISEMENT
Sekitar 60 ribu warga Israel dievakuasi dari wilayah perbatasan Israel utara. Hingga kini orang-orang di kedua belah pihak belum kembali ke rumah mereka.
Para demonstran memegang bendera dan senjata di samping foto mendiang pemimpin Hamas Ismail Haniyeh saat melakukan aksi protes untuk mengutuk pembunuhannya di Iran, di Sidon, Lebanon, Rabu (31/7/2024). Foto: Alkis Konstantinidis/REUTERS
Israel juga telah melakukan serangan dan pembunuhan di Lebanon dan Suriah, menewaskan beberapa pemimpin senior Hizbullah dan Hamas.
Pasukan negara Zionis itu menyerang gedung konsulat Iran di Damaskus pada 1 April 2024. Iran langsung membalas, dan Hizbullah pun meningkatkan serangannya terhadap Israel.
Pada 28 Juli, 12 anak-anak dan remaja Suriah tewas di lapangan sepak bola Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel. Lagi-lagi, insiden ini memicu eskalasi.
Anggota komunitas Druze melihat pagar yang rusak dan benda-benda yang berserakan di lapangan sepak bola, sehari setelah 12 orang terbunuh di sana dalam serangan roket dari Lebanon di kota Druze Majdal Shams di Dataran Tinggi Golan, Minggu (28/7/2024) Foto: MENAHEM KAHANA / AFP
Israel dan Hizbullah membantah bertanggung jawab atas serangan tersebut, namun Israel menyebut tragedi itu sebagai penyebab pembunuhan komandan Hizbullah, Fuad Shukr, di Beirut selatan beberapa hari kemudian.
ADVERTISEMENT
Pembunuhan Shukr, serta pembunuhan pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, dalam beberapa hari, membuat Lebanon berada dalam keadaan siaga tinggi.
Hizbullah meluncurkan serangan roket pada akhir Agustus sebagai tahap pertama dari tanggapannya terhadap pembunuhan Shukr.
Para pelayat membawa peti mati Mohammed Mahdi, putra anggota parlemen Hizbullah Ali Ammar, yang tewas pada Selasa (17/9) setelah pager genggamnya meledak, di pinggiran selatan Beirut, Lebanon, Rabu (18/9/2024). Foto: Bilal Hussein/AP Photo
Puncak ketegangan terjadi pada 17 September 2024, ketika ribuan alat komunikasi sederhana jenis pager milik anggota Hizbullah di Lebanon meledak, diikuti ledakan walkie-talkie keesokan harinya.
Insiden demi insiden itu menewaskan sedikitnya 31 orang dan melukai ribuan lainnya. Hizbullah langsung menuduh Israel sebagai dalang di balik serangan ini dan berjanji akan melakukan pembalasan.
Pager tipe AR924, salah satu tipe yang meledak di Lebanon. Foto: Dok. gapollo.com.tw
Seorang pria memegang perangkat walkie talkie setelah ia melepas baterainya saat pemakaman korban yang tewas saat ratusan perangkat pager meledak di seluruh Lebanon di pinggiran selatan Beirut, Rabu (18/9/2024). Foto: Anwar Amro/AFP
Anggota pramuka mengangkat gambar seorang anggota pramuka yang tewas ketika ratusan perangkat pager meledak dalam gelombang mematikan di seluruh Lebanon di pinggiran selatan Beirut, Rabu (18/9/2024). Foto: Anwar Amro/AFP