Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
UIN Sunan Kalijaga sedang menjadi perbincangan publik terkait soal larangan cadar untuk mahasiswinya. Alasannya, untuk meminimalisir paham radikal yang masuk kampus.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini mendapat banyak respons, mulai dari pandangan soal tak adanya korelasi paham, dan tampilan hingga kebijakan ini dianggap melanggar HAM. Namun tahukah Anda, cadar sebenarnya sudah digunakan sebelum Islam datang?
Menurut dosen Universitas NU Indonesia (UNUSIA) Jakarta, Muhammad Idris Masudi, pada dasarnya cadar sudah mulai digunakan sebelum Islam lahir. Saat itu, cadar merupakan jenis pakaian yang digunakan oleh perempuan di wilayah "gurun pasir" pada waktu itu.
"Iya sebelum Islam ada, sudah ada cadar. Itu tradisi di sana, Bahkan di Yahudi juga itu ada cadar," ujar Idris Masudi saat dihubungi kumparan (kumparan.com ), Rabu (7/3).
Hal ini ia ketahui dari beberapa sumber. Salah satunya adalah riwayat dari Abdullah bin Umar. Dalam riwayat itu, Aisyah bertemu Nabi Muhammad ketika Aisyah menggunakan cadar. Aisyah merupakan istri Nabi Muhammad.
ADVERTISEMENT
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra bahwa ia berkata, “Ketika Nabi Muhammad SAW menikahi Shafiyyah, beliau melihat Aisyah mengenakan niqab (cadar) di tengah kerumunan para sahabat dan Nabi mengenalnya.” (Ibn Sa’d, thabaqat), ini adalah dasarnya," ujarnya.
Setelah Islam datang, penggunaan cadar ini terus berlangsung. Meski begitu, Nabi Muhammad pada saat itu tidak mempermasalahkan model pakaian tersebut. Atau dengan kata lain, tidak ada aturan untuk perempuan muslim menggunakan cadar. Jadi, cadar diartikan hanya sebatas jenis pakaian yang dikenal dan dipakai oleh sebagian perempuan.
Meski begitu, perdebatan soal cadar terus berkembang. Perdebatan ini mengenai hukum penggunaan cadar. Menurutnya, hukum tersebut dianggap berkaitan dengan aurat perempuan. Jadi perbedaan penafsiran soal aurat inilah yang kemudian menyebabkan perbedaan pendapat.
ADVERTISEMENT
"(mereka) Yang mengatakan perempuan harus bercadar, itu karena mereka menganggap seluruh tubuh perempuan adalah aurat, makanya harus ditutupi. Namun ada yang berpendapat tentang aurat perempuan itu meliputi seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan wajah. Jadi perdebatannya itu batas aurat perempuan, apakah seluruh tubuh atau tidak? itu," tambahnya.
Namun, penggunaan cadar pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial dan budaya masyarakat di suatu wilayah. Atau dengan kata lain, penggunaan cadar harus disesuaikan dengan kultur daerah masing-masing. Singkatnya, ia menyebutkan penggunaan cadar di Indonesia adalah makruh. Maksunya adalah boleh tidak dilakukan, tetapi tidak berdosa bila dikerjakan.
"Meski kita kebanyakan (menganut) syafii, tapi saya sepakat untuk mengutip pendapat Mahzab Maliki. Kalau di Maliki disebutkan penggunaan cadar itu makruh, ketika perempuan menggunakan cadar di negara yang tidak memiliki tradisi penggunaan cadar. Karena hal itu dianggap berlebih-lebihan dalam beragama," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menurutnya Mesir juga melarang perempuan menggunakan cadar. Bukan karena alasan radikalisme, pelarangan itu dilakukan karena cadar hanya dianggap sebagai tradisi.
"Cadar itu tradisi, bukan ibadah, makanya bagi di sana (Mesir), karena tradisi, penggunaan cadar tidak berlaku di sana," ujarnya.
Saat disinggung soal UIN Yogyakarta yang melarang mahasiswinya menggunakan cadar, menurutnya itu hal serupa seperti di Mesir. Ia kembali menegaskan persoalan tentang cadar ini hanya sebuah tradisi, bukan sebuah ibadah yang diperintahkan oleh agama.
"Hipotesa saya, (pelarangan) ini berasal dari alasan tradisi tadi, seperti di Mesir," ujarnya.
Meski begitu, ia sangat menyayangkan pelarangan ini, jika alasannya adalah radikalisme. Menurutnya cadar dan radikalisme adalah sesuatu yang berbeda. Selain itu, ia menganjurkan pihak UIN Yogyakarta untuk melakukan riset lebih jauh soal argumen mereka.
ADVERTISEMENT
"Kalau itu, saya pribadi berpendapat harus ada riset yang benar. Bahwa apakah benar, perempuan yang menggunakan cadar itu terindikasi, maksudnya punya afiliasi atau kedekatan dengan ekstrimisme atau radikalisme, seperti itu," tutupnya.