Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Sejarawan UI Bicara Peran Soeharto di Serangan 1 Maret, tapi Tak Ada di Keppres
6 Maret 2022 11:27 WIB
ยท
waktu baca 5 menit![Soeharto. Foto: AFP](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1618634023/obpafstgt76pw0ccsikf.jpg)
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi baru saja menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Dalam Keppres tersebut menyebutkan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai tanda penegakan kedaulatan negara dari agresi militer Belanda setelah kemerdekaan RI.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa tokoh penting yang berperan dalam peristiwa Serangan Umum (SU) 1 Maret yaitu Sudirman, TB Simatupang, Bambang Sugeng, Soeharto, dan lainnya.
Yang menjadi sorotan Keppres ini adalah pemerintah tidak mencantumkan nama Soeharto padahal dia termasuk 'pemimpin' pada saat itu.
Sejarawan lulusan UI, Zainal C. Airlangga, menyampaikan dalam peristiwa tersebut Soeharto berperan sebagai salah satu komandan di bawah pimpinan Bambang Sugeng.
"Sebenarnya tidak hanya Soeharto ya. Peran Soeharto memang ada di sana, karena beliau itu sebagai komandan brigadir 10 atau juga komandan wilayah 3 ya atau dalam bahasa Jerman itu Wehrkreis. Itu memang membawahi langsung Jogja," kata Zainal saat dihubungi.
"Sehingga memang secara teknis di lapangan Soeharto berperan gitu ya. Tetapi tidak hanya Soeharto, karena di atas Soeharto masih ada komandan ada atasannya yaitu Bambang Sugeng," jelas Zainal kepada kumparan, Minggu (6/3).
Zainal menjelaskan alasan pemerintah tidak memasukkan nama Soeharto di Keppres peristiwa SU 1 Maret karena ada tokoh lain yang mempunyai peran lebih penting pada penyerangan itu.
ADVERTISEMENT
"Kalau menurut keterangan Mahfud MD atau pemerintah bahwa yang dimasukkan ke dalam Keppres itu adalah yang memberikan ide yang memerintahkan dan yang menyetujui ya. Yang mengeluarkan ide adalah Sri Sultan, yang memerintahkan untuk eksekusinya adalah Panglima Sudirman yang kemudian tentu yang menyetujuinya adalah Presiden dan Wakil Presiden," ujar Zainal.
Zainal mengatakan memang tidak semua yang terlibat dalam peristiwa SU 1 Maret tercatat pada Keppres, akan tetapi telah tercatat pada naskah akademik.
"Jadi di Keppres itu sepertinya memang hanya beberapa nama petinggi-petinggi pucuknya yang kemudian dijadikan representative dari peran-peran yang lainnya. Tetapi pemerintah juga mengatakan bahwa memang secara naskah akademiknya peran-peran tokoh yang lain itu masih tetap disebutkan seperti itu," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kata dia, alasan tidak memasukkan nama Soeharto pada Keppres yaitu dia bukan salah satu pencetus pelaksanaan serangan.
"Jadi sepertinya Keppres itu hanya menuliskan yang punya jabatan hierarki tertinggi dan pengaruh yang besar karena tanpa mereka itu eksekusi dari Serangan 1 Maret itu tidak akan terjadi. Sehingga beberapa nama yang di situ adalah yang menentukan sebetulnya serangan-serangan itu bisa dilaksanakan atau tidak," ungkapnya.
Secuil soal Serangan 1 Maret
Pada tahun-tahun setelah proklamasi kemerdekaan, 'perang' belum usai. Masih ada agresi-agresi Belanda, juga perlawanan dari Indonesia di berbagai daerah.
Namun Serangan 1 Maret 1949 dinilai menjadi salah satu titik balik 'kemenangan' bangsa Indonesia. Tentara Indonesia berhasil memaksa Belanda mundur hanya dalam waktu 6 jam, hal itu sekaligus mematahkan propaganda Belanda sebelum-sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Semenjak Agresi Militer Belanda tanggal 19 Desember 1948 membuat Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII menjadi tahanan rumah. Namun karena Belanda merasa ada keseganan terhadap keduanya, daerah lingkungan Kesultanan dan Pakualaman tetap 'steril' dari operasi Belanda.
"Hal tersebut membuat Sri Sultan HB IX mempunyai banyak kurir agar tetap bisa berhubungan dengan lingkungan di luar keraton termasuk dengan TNI," demikian tulisan Mohammad Roem dalam bukunya 'Tahta untuk Rakjat, Celah-celah Kehidupan Sultan HB IX' yang ditulisnya pada 1982.
Akhir Januari 1949, Belanda meluncurkan propagandanya. Mereka memberitakan ke seluruh dunia melalui PBB bahwa RI dan TNI telah hancur.
Namun Sri Sultan HB IX pun bergeming. Hingga ia mendengar siaran radio bahwa Dewan Keamanan PBB pada bulan Maret akan melaksanakan sidang. Salah satu agendanya membahas Indonesia-Belanda.
ADVERTISEMENT
Maka ia pun sudah berpikir untuk menyusun strategi. Ia juga langsung berkirim surat ke komandan TNI Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Isinya usulan untuk mengadakan serangan umum, tapi pada waktu siang hari.
Sang Jenderal pun tanpa pikir panjang setuju. Ia meminta Sri Sultan HB IX untuk konsolidasi langsung dengan Komandan WK III Letkol Soeharto.
"Sejak saat itu Sri Sultan HB IX selalu berhubungan dengan Letkol Soeharto melalui kurir mengingat Sri Sultan HB IX adalah seorang tahanan rumah."
Pada waktu itu Soeharto memang belum seberapa tinggi pangkatnya. Ia merupakan Komandan Brigade X di bawah Divisi III yang dipimpin oleh Kolonel Bambang Sugeng.
Yang bertugas menjadi penyambung lidah Sri Sultan HB IX dan Soeharto adalah Lettu Marsudi, yang bertugas sebagai Komandan SWK 101, markasnya di Dapur Keraton.
ADVERTISEMENT
Rencana Serangan Umum 1 Maret pun telah berhasil disusun. Letkol Soeharto selaku Komandan WK III segera menginstruksikan Komandan masing -masing SWK untuk mempersiapkan pasukannya.
Tiap -tiap Komandan SWK harus bisa menempatkan pasukannya di dalam Kota Yogyakarta dengan cara bersembunyi. Penempatan pasukan tersebut sudah dimulai sejak malam hari, jadi ketika bunyi sirene pergantian jam malam berbunyi TNI sudah siap untuk melaksanakan serangan.
Serangan diatur secara komprehensif oleh Soeharto. Strateginya, menyerang kedudukan musuh secara bersamaan. Penyerangan musuh secara bersamaan membuat Belanda tidak bisa memberikan pasukan bantuan kepada pos lainnya.
Selain itu, di bagian luar Kota Yogyakarta juga dilakukan pengikatan pasukan Belanda. Dengan begitu, pasukan di luar Kota Yogyakarta tidak bisa membantu pasukan yang ada di dalam Kota Yogyakarta karena disibukkan dengan pertempurannya.
ADVERTISEMENT
Reporter: Devi Pattricia