Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Sekitar 300 Orang Sudah Berurusan dengan UU ITE: Novel, Ahok, hingga Jerinx
18 Februari 2021 20:37 WIB
ADVERTISEMENT
UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE ) yang resmi berlaku sejak 21 April 2008 pada awalnya diharapkan mengisi kekosongan hukum di ranah siber. Khususnya mengenai persoalan e-commerce hingga melindungi data pribadi dari hacking atau penyadapan.
ADVERTISEMENT
Namun dalam perkembangannya, UU ITE justru menjadi alat saling lapor ke polisi, Pasal-pasal karet disebut menjadi sarana kriminalisasi dan membungkam kritik.
Memang, UU ITE pernah direvisi pada 2016 atau periode pertama Presiden Jokowi, di mana Menkominfo dijabat Rudiantara. Namun, Pasal-pasal karet yang diprotes masih eksis.
Kominfo menegaskan sudah memberi penegasan di lampiran penjelasan UU ITE agar pasal-pasal karet tak multitafsir. Walau demikian, implementasi di lapangan kerap tak selaras.
Berdasarkan data Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) di lamannya, sudah terdapat sekitar 323 laporan ke penegak hukum terkait UU ITE sejak 2008.
Meski demikian, jumlah laporan tersebut tak merepresentasikan orang yang berurusan dengan UU ITE seluruhnya. Sebab terdapat seseorang yang dilaporkan terkait UU ITE lebih dari sekali.
ADVERTISEMENT
Berikut kumparan merangkum kasus-kasus terkait UU ITE yang pernah disorot sejak 2008:
Prita memang bukanlah orang pertama yang menjadi 'korban' UU ITE. Meski demikian, Prita menjadi merupakan sosok pertama yang membuat UU ITE dikenal bisa menjadi alat 'membungkam' kritik.
Prita dilaporkan ke polisi oleh RS Omni Internasional, Tangerang, pada September 2008. Sebab Prita mengeluhkan pelayanan di RS Omni lewat milis hingga tersebar.
Prita dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik. Majelis hakim PN Tangerang memutuskan Prita tak bersalah.
Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan dikabulkan, Prita diputus bersalah pada 2011 dan divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan selama 1 tahun.
ADVERTISEMENT
Prita kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Alhasil pada 2012, MA mengabulkan PK tersebut dan Prita bebas dari jeratan UU ITE.
Laporan ke polisi terkait UU ITE pernah menjerat musisi, Bondan Prakoso. Bondan dilaporkan ke polisi pada awal 2011 oleh seseorang bernama Jerry Filmon selaku pemilik Kafe Aksaka di Denpasar, Bali.
Sebabnya, Bondan menumpahkan kekesalannya terhadap pengelola kafe tersebut di Twitter usai manggung di sana. Namun laporan tersebut tidak jelas kelanjutannya.
Jeratan UU ITE bahkan pernah mengancam Denny Indrayana saat menjabat Wakil Menteri Hukum dan HAM. Cuitan Denny di Twitter soal advokat terdakwa korupsi adalah koruptor membuatnya dilaporkan ke polisi oleh OC Kaligis pada 2013.
ADVERTISEMENT
Kaligis yang kerap membela terdakwa korupsi merasa tersindir. Sehingga Kaligis melaporkan Denny atas tudingan pencemaran nama baik. Namun kasus itu tak jelas rimbanya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok , turut merasakan pelaporan ke polisi menggunakan UU ITE pada Maret 2015.
Ketika itu, Ahok dilaporkan sejumlah anggota DPRD DKI yang diwakili kuasa hukum Razman Arif Nasution atas tudingan pencemaran nama baik dalam UU ITE.
Penyebabnya, ucapan Ahok yang beredar di YouTube dan beberapa media online yang menyebut 'oknum DPRD perampok', 'oknum DPRD maling', dan 'dana siluman'. Namun tak diketahui kelanjutan pelaporan tersebut.
Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, pun pernah berurusan dengan UU ITE, yakni terkait pasal pencemaran nama baik.
ADVERTISEMENT
Saut dilaporkan PB HMI atas ucapannya soal 'pengkaderan korup' pada 2016.
Namun tak jelas kelanjutan kasus tersebut. Di sisi lain, Saut telah meminta maaf.
Selain pimpinan KPK, penyidik senior Novel Baswedan pernah dilaporkan terkait pencemaran nama baik pada 2017. Ketika itu, Novel dilaporkan Aris Budiman selaku Direktur Penyidikan KPK.
Novel dilaporkan karena diduga menghina Aris melalui e-mail yang dikirimnya. Menurut polisi, Novel menyebut Aris sebagai direktur tak berintegritas dan terburuk sepanjang masa. Meski demikian tak diketahui kejelasan laporan itu.
Teranyar, Novel kembali dilaporkan ke Bareskrim oleh Waketum DPP Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK), Joko Priyoski, pada Kamis (11/2). Novel dilaporkan terkait twit kritik soal meninggalnya Ustaz Maaher di Rutan Bareskrim.
ADVERTISEMENT
Polisi tak hanya menangani perkara UU ITE, tapi pernah berurusan dengan UU tersebut. Polisi yang pernah terancam jeratan UU ITE yakni anggota Sabhara Polres Tana Toraja, Bripda Andrianto.
Ia dilaporkan pihak TNI atas dugaan pencemaran nama baik pada 2016. Ketika itu dalam akun Facebook-nya, Andrianto membanggakan korpsnya yang berjibaku dengan teroris di Jalan MH Thamrin, Jakarta. Di sisi lain, ia mendiskreditkan TNI yang disebutnya justru bersembunyi di belakang polisi.
Namun kasus tersebut telah dimediasi dan Andrianto telah diberi hukuman disiplin.
Jeratan UU ITE bahkan pernah mengancam Kaesang Pangarep yang notabene putra Presiden Jokowi pada 2017.
Saat itu, Kaesang dilaporkan seseorang bernama Muhammad Hidayat ke polisi atas tudingan ujaran kebencian dalam konten vlog berjudul 'Bapak Minta Proyek' di YouTube.
ADVERTISEMENT
Kata "ndeso" yang beberapa kali disebutkan Kaesang, menurut Muhammad, merupakan salah satu bentuk ujaran kebencian (hate speech) dalam video yang diunggah ke Youtube.
Hidayat menilai kata ndeso merujuk kepada kelompok masyarakat tertentu yang dipersepsikan negatif. Namun laporan tersebut dihentikan karena Hidayat dianggap mengada-ada.
Artis dan presenter, Augie Fantinus, menjadi salah satu 'korban' UU ITE. Ia divonis 5 bulan penjara karena dinilai mencemarkan nama baik.
Kasus yang menjerat Augie terjadi pada 2018. Ketika itu, Augie menuding oknum polisi menjadi calo tiket Asian Para Games 2018 di Gelora Bung Karno (GBK) melalui unggahan Instastorynya.
Buni Yani menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang dihukum karena UU ITE.
ADVERTISEMENT
Buni Yani divonis bersalah melanggar Pasal 32 ayat 1 UU ITE. Kasus yang menjerat Buni Yani terkait potongan video Ahok menjadi 30 detik pada 6 Oktober 2016.
Dia divonis hukuman 18 bulan atau 1 tahun bulan penjara. Namun Buni Yani mendapatkan remisi 1 bulan serta cuti bersyarat selama 6 bulan. Alhasil, Buni Yani menghuni penjara selama 11 bulan. Buni Yani bebas pada 2 Januari 2020.
ADVERTISEMENT
Aktivis dan jurnalis, Dandhy Dwi Laksono, pernah ditangkap polisi pada September 2019 karena cuitannya yang dianggap menyebar kebencian.
Dandhy dituding melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) UU ITE terkait retweet dan unggahan yang mengangkat soal kisruh di Papua.
ADVERTISEMENT
Dalam sejumlah twitnya, Dandhy menyampaikan kondisi kerusuhan di Papua yang merupakan buntut dari perlakukan rasialis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Setelah ditangkap, Dandhy dibebaskan namun masih berstatus tersangka. Sejauh ini, tak diketahui kelanjutan kasus Dandhy.
Selain perkara Prita, kasus jeratan UU ITE lain yang paling menyita perhatian publik menimpa Baiq Nuril Maknun.
Kasus yang menimpa guru honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), itu berawal pada 2012.
Ketika itu, Nuril menerima telepon dari kepala sekolah bernama Muslim. Dalam perbincangan itu, Muslim menceritakan tentang perbuatan asusila yang dilakukannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril.
Merasa tak nyaman, Nuril merekam perbincangan tersebut. Pada 2015, Nuril memberikan rekaman itu ke rekannya yang berniat melaporkan kasus tersebut ke DPRD dan Dinas Pendidikan Mataram. Namun rekaman tersebut justru tersebar dan Nuril dilaporkan ke polisi.
ADVERTISEMENT
Nuril menjadi tersangka UU ITE pada 2017. Meski demikian, PN Mataram membebaskan Nuril karena tidak terbukti menyebar konten asusila.
Jaksa kemudian mengajukan kasasi ke MA dan dikabulkan. MA menghukum Nuril selama 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Tak terima, Nuril mengajukan PK. Tetapi upayanya lagi-lagi kandas. Hingga akhirnya pada 29 Juli 2019, atas desakan publik yang menilai Nuril sebagai korban, Jokowi menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberian amnesti bagi Baiq Nuril.
Dengan terbitnya amnesti ini, Nuril yang sebelumnya divonis melanggar UU ITE pada tingkat kasasi, bebas dari jerat hukum.
Kasus teranyar soal UU ITE yang mendapat sorotan menimpa drummer SID, Jerinx. Kasus ini berawal ketika Jerinx dilaporkan IDI Bali karena postingan di Instagram yang menyebut 'IDI Kacung WHO'.
ADVERTISEMENT
Perkara Jerinx berlanjut ke persidangan. Majelis hakim memvonis Jerinx selama 1 tahun 2 bulan penjara pada 19 September 2020. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni 3 tahun penjara.
Baik jaksa dan Jerinx banding atas putusan itu. Pengadilan Tinggi Denpasar memutuskan mengurangi hukuman Jerinx menjadi 10 bulan penjara pada 19 Januari 2021. Perkara masih berlanjut karena Jerinx mengajukan kasasi ke MA.
Berkaca pada kasus-kasus tersebut, kini Jokowi kembali membuka wacana revisi UU ITE jika memang dirasa tak memberikan rasa keadilan di masyarakat. Apakah terlaksana?