Sekjen KKP Jadi Saksi Kasus Suap Izin Impor Ikan di Pengadilan Tipikor

30 Desember 2019 16:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Perbowo. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Perbowo. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Perbowo menjadi saksi dalam sidang kasus suap izin impor ikan. Ia bersaksi untuk terdakwa Dirut PT Navy Arsa Sejahtera, Mujib Mustofa.
ADVERTISEMENT
Dalam kesaksiannya, Nilanto menjelaskan soal kewenangan KKP dalam proses impor ikan. Menurutnya, proses pemberian Izin Pemasukan Hasil Perikanan (IPHP) awalnya diajukan oleh pemohon kepada KKP.
Namun semenjak ada Perpres baru, kewenangan pemberian izin impor dialihkan ke Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"Namun sejak terbitnya Perpres tahun 2018 atau 2019, dialihkan ke (Kementerian) Perdagangan, sehingga kami hanya berhak berikan rekomendasi. Izin impor dari Kemendag," ujar Nilanto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12).
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Perbowo. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Dalam kasus ini, Mujib didakwa menyuap Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia (Perindo), Risyanto Suanda, sebesar USD 30 ribu (sekitar Rp 419 juta).
Suap diduga diberikan agar perusahaan Mujib mendapat persetujuan impor hasil perikanan berupa 'frozen pacific mackarel/scomber japonicu' milik Perum Perikanan Indonesia.
ADVERTISEMENT
PT Navy Arsa Sejahtera adalah perusahaan di bidang ekspor-impor dan perdagangan ikan darat maupun laut. Sedangkan Perum Perindo adalah BUMN yang melakukan kegiatan usaha di bidang jasa tambat labuh, penyelenggaraan penyaluran benih ikan, pakan, usaha budi daya perdagangan ikan dan produk perikanan serta lainnya.
Pada 30 Juli 2019, Perum Perindo mendapat rekomendasi pemasukan hasil perikanan "frozen pacific mackarel" sebanyak 500 ton dari permohonan 2.000 ton. Perusahaan Mujib kemudian ditunjuk untuk memanfaatkan persetujuan impor 'frozen pacific mackarel' sebanyak 150 ton. Imbalnya, ia harus memberikan fee sebesar Rp 1.300 per kilogram.
Direktur Utama PT. Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa Suanda. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Namun, izin yang didapat Mujib itu pun diduga diberikan ke Direktur PT Sanjaya Internasional Fishery (SIF) Antoni. Antoni menerimanya dengan keuntungan sebesar Rp 200 per kilogram untuk Mujib.
ADVERTISEMENT
Antoni lalu mencari pemasok dari China untuk memenuhi kebutuhan ikan "frozen pacific mackarel". Belakangan didapat perusahaan Tengxiang (Shishi) Marine Product Co.Ltd untuk itu.
Terkait dengan kasus ini, Nilanto mengakui kontrol terhadap pemakaian izin ini perlu diperbaiki. Sebab, Mujib yang memiliki izin impor ikan tidak memakainya, akan tetapi izin impor itu diberikan kepada pihak lain.
"Apa di Kementerian Kelautan ada instrumen awasi, atau evaluasi atau monitor?" tanya hakim anggota Joko.
Nilanto mengakui pengawasan penggunaan izin impor tidak secara detail.
"Kami tidak sampai sejauh itu. Kami di KKP menerbitkan izin impor, kemudian yang bersangkutan merealisasikan izin impor masuk ke Indonesia. Di sana tentu ada beberapa seperti di Bea Cukai, kemudian di kami ada BKIPM yang akan lakukan pengecekan, apakah ikan yang diimpor tidak mengandung bahan-bahan hayati yang dikhawatirkan menggangu standar keikanan," kata Nilanto.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, kasus yang menjerat Mujib ini akan jadi bahan evaluasi semua pihak dalam proses perizinan impor maupun rekomendasi dari KKP.
"Sistem harus kita perbaiki. Saya terima kasih masukannya, tentunya akan jadi perhatian kita dan tentu kita perhitungkan kewenangan-kewenangan dari masing-masing pihak, baik KKP sebagai penerbit IPHP, maupun di Kemendag, harus kita diskusi bersama," tutur Nilanto.