Sekjen MUI: Tolak Omnibus Law, Go To Hell Pertumbuhan Ekonomi Kapital

19 Juni 2020 15:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen MUI Anwar Abbas.  Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen MUI Anwar Abbas. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang dimotori PDIP di Badan Legislasi DPR, akhirnya ditunda setelah menuai penolakan luas, salah satunya dari MUI.
ADVERTISEMENT
Kini, MUI menyerukan agar publik juga menolak omnibus law karena cenderung menggeser praktik pengelolaan ekonomi yang semula berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang mengedepankan sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, kepada sistem ekonomi liberalisme kapitalisme yang sangat mengedepankan kebebasan pasar.
"Di samping RUU HIP, ada RUU lain yang juga sangat-sangat penting dan harus kita waspadai. Salah satunya yaitu konsep omnibus law," ucap Sekjen MUI Anwar Abbas dalam rilisnya Jumat (19/6).
Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) mulai turun ke Jalan Gejayan, Sleman, DI Yogyakarta untuk tolak RUU Omnibus Law, Senin (9/3). Foto: Arfianysah Panji Purnandaru/kumparan
RUU omnibus law paling disorot publik adalah RUU tentang Cipta Kerja. Namun, Anwar menyebut RUU omnibus law yang lain juga punya nilai yang sama soal ekonomi liberal dan kapital.
Tiga RUU omnibus law lain adalah RUU tentang Ibu Kota Negara, RUU tentang Kefarmasian, dan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, ekonomi liberal dan kapital sesuai hukum alamnya yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan adalah yang paling kuat dan yang paling prima, dan itu adalah para pemilik modal dan kapital terutama para pemilik modal besar sehingga ekonomi di negeri ini hanya akan berputar dan dikuasai oleh segelintir orang yang kaya dan superkaya saja.
"Dan rakyat banyak tentu hanya akan menjadi manusia-manusia yang tidak berdaya yang hidupnya sangat tergantung kepada belas kasihan dari mereka-mereka yang kaya dan superkaya tersebut," ujar ekonom Muhammadiyah itu.
Sejumlah anggota DPR menghadiri Rapat Paripurna masa persidangan III 2019-2020 secara langsung, di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (12/5). Foto: ANTARA FOTO/ Muhammad Adimaja
Sistem ekonomi dalam omnibus law juga dinilai akan berdampak buruk dalam bidang lain, terutama politik karena kekuatan ekonomi dipakai untuk bisa membela dan melindungi kepentingan politik.
ADVERTISEMENT
"Tentu akan bisa membiayai dan membeli para politisi dan para pemimpin di negeri ini, sehingga akibatnya mereka tidak lagi mengabdi kepada rakyatnya, tapi kepada yang membiayai dan memodalinya," ujarnya.
"Betapalah rusaknya negeri ini kalau negeri ini dikuasai oleh orang-orang yang menurut istilah filsuf Plato manusia-manusia perut," imbuh Anwar Abbas.
Dia menyerukan semua pihak termasuk fraksi-fraksi di DPR untuk menggagalkan rencana pengesahan konsep omnibus law yang sedang dibahas DPR.
Buruh melakukan aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (13/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Anwar menceritakan tipikal pengusaha drakula yang memupuk keuntungan tanpa memikirkan dampak sosialnya. Bagi mereka uang jauh lebih terhormat dan lebih berharga daripada manusia.
"Dan ini tentu jelas tidak sesuai dan tidak sejalan dengan pandangan kita sebagai bangsa yang berTuhan dan berbudaya. Untuk itu, omnibus law tidak boleh lolos menjadi UU tanpa disesuaikan terlebih dahulu dengan jiwa dan semangat dari pancasila dan uud 1945," bebernya.
ADVERTISEMENT
--------------------------
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.