Sekum Muhammadiyah: Langkah DPR Picu Disharmoni Ketatanegaraan & Kegaduhan

22 Agustus 2024 6:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati bahwa UU Pilkada tetap mengacu pada putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diketok MA pada 29 Mei 2024 lalu. Substansinya dinilai melenceng dari putusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan sehari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti, mengatakan keputusan DPR bertentangan dengan MK. Ia menilai seharusnya DPR dapat jadi teladan mematuhi undang-undang dan mendengarkan kehendak rakyat.
"Kami sulit memahami langkah dan keputusan DPR yang bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi. Sebagai lembaga legislatif, DPR seharusnya menjadi teladan dan mematuhi undang-undang," kata Abdul Mu'ti dalam keterangannya, Kamis (22/8).
"DPR sebagai lembaga negara yang merepresentasikan kehendak rakyat semestinya menghayati betul dasar-dasar bernegara yang mengedepankan kebenaran, kebaikan, dan kepentingan negara dan rakyat dibanding dengan kepentingan politik kekuasaan semata," sambungnya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti (kiri) usai umumkan Muhammadiyah terima tawaran kelola tambang di Unisa, Kabupaten Sleman, Minggu (28/7/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
DPR sebagai pilar legislatif, lanjut Abdul Mu'ti, seharusnya menghormati lembaga yudikatif yang dalam hal ini Mahkamah Konstitusi. Tak sepatutnya DPR berseberangan dan mengangkangi keputusan MK.
ADVERTISEMENT
"DPR sebagai pilar legislatif hendaknya menghormati setinggi-tingginya lembaga yudikatif, termasuk Mahkamah Konstitusi. Karenanya DPR tidak semestinya berseberangan, berbeda, dan menyalahi keputusan MK dalam masalah persyaratan calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan kepala daerah dengan melakukan pembahasan RUU Pilkada 2024," ujarnya.
Keputusan Baleg DPR Bisa Picu Rusaknya Sistem Ketatanegaraan dan Picu Gejolak di Masyarakat
Abdul Mu'ti menilai keputusan Baleg DPR tersebut dapat merusak sistem ketatanegaraan dan jadi permasalahan serius dalam Pilkada 2024. Kemungkinan terburuknya adalah mengakibatkan kegaduhan.
Untuk mencegah potensi buruk yang ditimbulkan, Abdul Mu'ti menilai DPR dan Pemerintah sebaiknya menyikapi permasalahan itu secara arif dan bijaksana.
"DPR dan Pemerintah hendaknya sensitif dan tidak menganggap sederhana terhadap arus massa, akademisi, dan mahasiswa yang turun ke jalan menyampaikan aspirasi penegakan hukum dan perundang-undangan. Perlu sikap arif dan bijaksana agar arus massa tidak menimbulkan masalah kebangsaan dan kenegaraan yang semakin meluas," tutupnya.
ADVERTISEMENT