Selain Diakui UNESCO, Ini Bukti Wayang Kebudayaan Asli Indonesia

17 November 2021 19:49 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wayang kulit diklaim adidas Malaysia. Foto: Instagram/@adidassg
zoom-in-whitePerbesar
Wayang kulit diklaim adidas Malaysia. Foto: Instagram/@adidassg
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wayang memang tidak dapat dipungkiri lagi asalnya dari Indonesia. Terutama, usai UNESCO mendeklarasikan pertunjukan wayang sebagai salah satu warisan budaya tak benda dunia asal Indonesia pada 7 November 2003.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, beberapa kali wayang disebutkan sebagai warisan budaya di luar Indonesia. Bahkan Adidas sempat menyebut wayang warisan budaya Malaysia.
Jika melihat faktanya, keberadaan wayang memang tidak hanya berada di Indonesia. Sejumlah wilayah di Asia Tenggara memang memiliki budaya boneka bayangan yang serupa dengan wayang termasuk Malaysia.
Lantas, bagaimana benang merahnya antara wayang di Indonesia dan wayang yang ada di Malaysia? berikut penjelasannya.

Permulaan Hingga Menyebarnya

Seorang anak mengambil wayang kulit saat berlatih menjadi dalang di Sanggar Nirmalasari, Cinere, Depok, Jawa barat, Minggu (30/5/2021). Foto: Asprilla Dwi Adha/Antara Foto
Jika merujuk pada Jendela Kemendikbud, sebelum sebagai sebuah pertunjukan atau hiburan, bentuk awal wayang di nusantara itu merupakan sebagai kegiatan ritual untuk memuja roh-roh nenek moyang.
Akademisi sastra Jawa dari Universitas Indonesia sekaligus praktisi dalam perwayangan, Dr. Darmoko, menjelaskan bahwa budaya wayang itu sendiri memang bermula dari akar kata wayangnya, yakni 'hyang' yang berarti menunjuk kepada dewa.
ADVERTISEMENT
“Nah terkait dengan itu, akar kata wayang itu sendiri sebenarnya dari kata ‘hyang’. ‘Hyang’ itu sendiri berarti dewa, roh, atau sukma. Nah kita berbicara mengenai hyang itu tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Hindu-Buddha.” ujar Dr. Darmoko saat diwawancara melalui telepon oleh kumparan pada Rabu (17/11).
Di saat masa Hindu-Buddha mendominasi di Indonesia, wayang mulai bertransformasi yang menceritakan kisah atau lakon yang banyak dikenal pada wayang saat ini.
Setidaknya, menurut bukti tertuanya yang mencatatkan tentang wayang sebagai hiburan sekaligus sebagai pertunjukan yaitu sekitar 907 Masehi pada Prasasti Wakujana di masa Raja Dyah Balitung dari Mataram Kuno.
"Tertulis dalam bahasa jawa kuno yaitu "diselenggarakan pergelaran menempang oleh sang tangkil yang sinalu, mengisahkan Bhimma Kumara, menarikan topeng dan melawak. Si Galigi memainkan wayang, untuk roh nenek moyang dengan cerita Bhimma Kumara." Nah ini data yang paling kuno atau paling lama di Prasasti Wukajana." jelas Dr. Darmoko.
Pagelaran Wayang Kulit Purwa di Moskow Foto: KBRI Moskow
Adapun menurut buku The History of Java oleh Thomas Stamford Raffles, pada periode ini jenis wayang sudah terbuat dari kulit dan kayu.
ADVERTISEMENT
Pada buku Raffles itu, wayang yang terbuat dari kulit itu ada dua, yakni Purwa dan Gedog. Sementara wayang yang terbuat dari kayu adalah wayang Klitik. Menariknya, ketiga wayang itu tidak menceritakan kisah yang sama.
Wayang Purwa menceritakan lakon-lakon seperti Mahabarata dan hingga kisah epik Arjuna dan Ramayana. Wayang Gedog lebih menceritakan kisah Panji yang berasal dari periode klasik di Jawa yang juga cukup terkenal ke negara-negara tetangga. Sementara wayang Klitik, menceritakan lakon yang berasal dari periode terbentuknya Kerajaan Pajajaran hingga runtuhnya Kerjaan Majapahit.
Akibat kepopulerannya budaya wayang pun terus berlanjut bahkan mengalami akulturasi dengan budaya islam yang perlahan mendominasi Indonesia pada abad ke-15. Bahkan, menurut buku Wayang Kulit Gaya Yogyakarta Bentuk dan Ceritanya oleh Sagio dan Sunarto, wayang berkembang menjadi sebagai salah satu media yang dipakai oleh beberapa pendakwah muslim di Indonesia.
ADVERTISEMENT

Benang Merah Wayang di Malaysia

Wayang kulit diklaim adidas Malaysia. Foto: Instagram/@adidassg
Sejak periode islam di Indonesia ini, keberadaan budaya serupa wayang mulai tercatatkan di negara-negara Asia Tenggara.
Meskipun, menurut Dr. Darmoko, keberadaan budaya serupa wayang di Asia Tenggara dapat dikatakan mungkin sudah ada secara bersamaan dengan yang ada di Indonesia. Seiring dengan menyebarnya budaya Hindu-Buddha ke Asia Tenggara yang terlihat melalui kesamaan kisah yang dipergunakan, seperti kisah Ramayana dan Mahabarata.
"Nah sekarang kalau di South East Asia (Asia Tenggara), saya kira tadinya memang begitu ya (Menyebarnya budaya serupa wayang). Dalam buku yang saya miliki Ramayan in South East Asia, dalam satu pandangan itu memang berasal dari india. Jadi sebenarnya pengaruh India yang punya ideologi Hindu-Buddha dalam konteks Ramayana dan Mahabarata itu persebarannya bukan hanya wilayah tertentu di suatu negara, tetapi juga menyebar ke south East Asia. Di Thailand ada, Laos, Indonesia juga. Jadi ya identifikasi itu tadi (Budaya serupa wayang)" jelas Darmoko.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi bila kita merujuk di pada satu negara, yakni Malaysia, berdasarkan tulisan di wepa.unima.org, Noriah Mohammed, peneliti dari Universitas Sains Malaysia, menjelaskan bahwa budaya perwayangan di Malaysia dapat dikatakan baru berkembang pada abad ke 18, itupun juga dipengaruhi dari budaya Jawa dan Siam (Thailand).
Jembatan Adam dikisahkan dalam cerita Ramayana. Foto: commons.wikimedia.org
Artinya, jika ditarik ke konteks perkembangan budaya wayang di Malaysia dan di Indonesia, pada 18 abad perwayangan di Indonesia sudah mengalami akulturasi dengan budaya Islam, sebagaimana Islam yang sudah masuk ke Indonesia sejak abad ke-13. Sehingga, tak lagi hanya berdasarkan budaya Hindu-Buddha yang merupakan penanda periode awal dari perwayangan di suatu wilayah.
Bukti lainnya yang membuktikan bahwa budaya wayang di Malaysia memiliki pengaruh yang besar dari wayang Indonesia adalah dari terdapatnya kesamaan tokoh hingga kisah yang tertulis Sejarah Melayu dan Hikayat Hang Tuah dengan kisah Panji dari Jawa.
ADVERTISEMENT
Kasih Panji dari Jawa itu menceritakan tentang kepahlawanan dan cinta yang dari dua orang tokoh utamanya yaitu Raden Inu Kertapati atau Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana.
Noriah Mohammed, peneliti Malaysia yang fokus meneliti kisah Panji pada laman Historia, mengatakan dalam Sejarah Melayu terdapat tokoh Putri Majapahit bernama Raden Galuh Candera Kirana yang memikat Sultan Mansur Shah. Sementara pada Hikayat Hang Tuah, tokoh Ratu Daha memiliki dua putri, yang sulungnya itu bernama Tuan Puteri Galuh Candera Kirana.
Noriah pun melanjutkan bahwa kisah Panji tersebut tak asing bagi orang Melayu di Kelantan yang juga merupakan tempat salah satu jenis wayang dari Malaysia, yakni wayang Kelantan meski demikian bentuk wayang Kelantan lebih banyak dipengaruhi budaya Thailand.
Sejumlah hiasan wayang yang dijual di Pasar Seni Kuala Lumpur atau Central Market di Kuala Lumpur, Malaysia. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Jadi benar saja, akibat kepopulerannya itu, kisah Panji pun dimelayukan dan mengalami penyesuaian dengan budaya setempat sebagai cerita pada pagelaran wayang. Bahkan, dapat berubah lagi sesuai dengan selera dari sang dalang yang memainkan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, wayang Kelantan sendiri merupakan satu dari sejumlah wayang kulit yang ada di Malaysia. Dikutip dari laman wepa.unima.org, selain dari wayang Kelantan, Noriah Mohammed menyebutkan bahwa di Malaysia masih ada wayang Purwa, wayang Gedek, dan wayang Melayu. Ia mengatakan, wayang Purwa dan wayang Melayu yang ada di Malaysia memang memiliki pengaruh dari Jawa.