Selain Sampah, di Kolong Tol Cawang-Tanjung Priok Juga Ada Hunian Liar

20 April 2018 16:11 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sampah di Kolong Tol Cawang - Tanjung Priok. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sampah di Kolong Tol Cawang - Tanjung Priok. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Masalah di kolong Tol Cawang - Tanjung Priok tak hanya gunungan sampah, tapi juga hunian liar. Rumah-rumah semipermanen itu berdiri tanpa izin. Bahkan warga sekitar ada yang tak tahu di kolong tol tersebut juga berdiri hunian liar.
ADVERTISEMENT
Seperti yang disampaikan Erni (41), ia baru tahu ada hunian liar di lokasi tersebut saat terjadi kebakaran pada Sabtu (14/4). Ia kaget karena di sana ada rumah tinggal.
“Saya juga baru tahu itu di sana ada rumah tinggal pas kebakaran itu. Sebelumnya saya enggak pernah ke sana karena serem,” ujar Erni di Jalan Warakas 1 Gang 23, Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (20/4).
Sampah di Kolong Tol Cawang - Tanjung Priok. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sampah di Kolong Tol Cawang - Tanjung Priok. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
Terkait hunian liar, pihak pengelola jalan tol melalui staf Humas PT Citra Marga Nusaphala (CMNP) Agsa Fahmi mengaku kekurangan personel untuk menjaga kolong tol. Pihaknya hanya memiliki 10 personel untuk menjaga wilayah yang memiliki panjang mencapai 15 kilometer tersebut.
“Di bawah sendiri, bisa kebayang harbour road dari Priok sampai Penjaringan itu 12 atau 15 kilometer, sekian banyak kita cuma punya personelnya di bawah 10 untuk pengamanan bawah. Kalau pengamanan atas tuh biasanya yang asongan-asongan itu kita usirin. Tapi untuk di bawahnya kita tidak punya kekuatan untuk bersentuhan langsung dengan masyarakat sipil,” jelas Agsa.
ADVERTISEMENT
Sampah di Kolong Tol Cawang - Tanjung Priok. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sampah di Kolong Tol Cawang - Tanjung Priok. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
Menurutnya jika jumlahnya sedikit, sebenarnya masih mudah untuk mengusirnya. Tapi jika jumlahnya banyak dan terjadi gejolak sosial, maka mereka membutuhkan bantuan pemerintah setempat.
“Tapi ketika sudah bentuknya sangat banyak kayak di Penjaringan kita juga enggak punya kemampuan untuk mengusir karena gejolaknya sudah sosial nih. Seperti halnya di Warakas, ketika sudah berhubungan dengan manusia artinya warga, kita menggandeng pihak pemerintah setempat,” ucap Agsa.
Menurutnya pengusiran dilakukan secara perlahan dengan memutus aliran listrik ke rumah tersebut. Dengan begitu ia berharap penghuni bisa keluar dengan sendirinya.
“Sedikit demi sedikit, salah satunya aliran listrik yang masuk kita putus. Karena wewenang kita kalau ada aliran listrik liar kita putus. Bahkan itu sudah beberapa kali kita lakukan. Itu mereka nyantol lagi, nyambung lagi, putus lagi," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Nah itu, sehingga kita harapkan dengan hal demikian mereka keluarlah. Tapi memang masih perlu waktu sepertinya. Karena kalau kita langsung berhadapan langsung dengan orangnya, konflik sosial jadinya,” pungkas Agsa.