Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Selama Kasus 'Pria Digugat agar Dipecat sebagai Ayah' Bergulir, DP3A Jaga Korban
31 Oktober 2024 15:11 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejaksaan Negeri Bandung mengajukan gugatan pencabutan kuasa RH sebagai ayah. RH sebelumnya divonis bersalah menyetubuhi putri kandungnya. Gugatan itu telah dilayangkan ke Pengadilan Agama Bandung.
ADVERTISEMENT
Terkait hal ini, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung akan melakukan pendampingan terhadap putri kandung RH—korban.
“Kita akan mengawal dan telah melakukan pendampingan terhadap klien yang bersangkutan,” kata Kepala DP3A, Uum Sumiati, saat dihubungi Kamis (31/10).
Uum mengatakan pendampingan dilakukan tidak hanya untuk aspek psikologis korban tetapi juga hal-hal lainnya yang memang dibutuhkan, termasuk kebutuhan medisnya.
“Klien membutuhkan pendampingan apa nanti, misal pendampingan psikologis, mungkin kebutuhan untuk perawatan medis, dan segala macam, kita akan mendampingi,” katanya.
Mengenai gugatan pencabutan kuasa RH sebagai ayah yang diajukan Kejari Bandung, Uum memandang itu langkah positif, sebagai upaya memberikan keamanan bagi putri RH.
Dia menjelaskan, jika dalam kondisi normal, yang terbaik bagi anak memang berada dekat dengan lingkungan keluarganya. Namun, kasus RH berbeda dengan kondisi tersebut.
ADVERTISEMENT
“Seorang ayah yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak kandung, mungkin ini kasus yang berbeda. Kondisi seorang ayah melakukan seperti itu, itu sudah tidak memberikan rasa aman, nyaman, dan bahagia buat anaknya,” katanya.
Lebih lanjut, Uum menyoroti tiga hal terkait gugatan pencabutan kekuasaan RH sebagai ayah. Pertama, bahwa pemutusan kuasa itu sebatas terhadap fungsi untuk mendidik, memelihara, serta mengasuh anak tapi tidak menghapus hubungan biologis. Kedua, yang bersangkutan tetap berkewajiban menafkahi. Ketiga, tetap adanya hak untuk menjadi wali nikah atas putrinya.
Dua poin di awal, diketahui sesuai dengan Undang-Undang perlindungan anak nomor 23 nomor 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 32.
Untuk poin ketiga, menurut Uum perlu dipertahankan mengingat dalam agama Islam, yang menjadi wali nikah utama bagi anak perempuan ialah ayahnya.
ADVERTISEMENT
“Karena di Islam kan, perempuan yang menikahkannya itu orang tuanya ya, ayahnya. Itu tidak hilang juga,” kata Uum.
“Tiga catatan itu, yang memang hak dan kewajiban si ayah meskipun perwalian yang lainnya diputuskan, tapi yang tiga itu tidak hilang,” ucapnya.