Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
ADVERTISEMENT
Memasuki akhir Oktober ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk waspada terhadap potensi bencana alam yang disebabkan dampak pergantian musim kemarau ke musim penghujan. Beberapa daerah mengalami fenomena hidrometeorologi yang menjadi pemicu terjadinya bencana alam.
ADVERTISEMENT
Kapusdatin BNPB Agus Wibowo mengatakan, setidaknya ada beberapa jenis bencana yang harus diwaspadai selama pergantian musim ini oleh masyarakat. Mulai dari banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung. Termasuk kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang masih terjadi.
"Bencana ini termasuk bencana mematikan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Pada akhir bulan Oktober ini, beberapa daerah sudah memasuki penghujan, beberapa daerah mengalami musim pancaroba sedangkan beberapa daerah lain masih dalam kondisi musim kemarau," kata Agus dalam keterangannya, Senin (28/10).
Agus menjelaskan, berdasarkan prakiraan BMKG, sekitar 20% wilayah di Indonesia selama Oktober sudah mulai memasuki musim hujan. Selain itu dijelaskan sekitar 47% wilayah baru akan memasuki musim penghujan pada bulan November, dan 23% wilayah akan memasuki musim penghujan pada bulan Desember.
ADVERTISEMENT
"BMKG telah mengidentifikasi prakiraan curah hujan selama November 2019. Beberapa wilayah dengan curah hujan tinggi hingga sangat tinggi dapat terjadi di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan sebagian Sumatera Barat dan sebagian wilayah Papua. Untuk wilayah Sebagian Sumatera lainnya, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku terpantau curah hujan dengan kategori rendah hingga menengah selama November nanti," jelas Agus.
Selain itu Agus menurutkan, daerah yang sudah mengalami musim hujan, mengalami bencana alam seperti banjir dan tanah longsor seperti di Aceh, Kalimantan Tengah, dan Jawa Barat. Sedangkan beberapa wilayah yang mengalami pancaroba terjadi bencana puting beliung di beberapa wilayah, seperti di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
"Pusat pengendali operasi BNPB mencatat beberapa kejadian tersebut di Jawa Barat, Aceh dan Kalimantan. Perubahan musim dapat ditandai dengan fenomena angin puting beliung yang bersifat merusak," ucap Agus.
ADVERTISEMENT
BNPB mencatat selama Oktober terdapat sebanyak 57 kali bencana puting beliung di berbagai wilayah Indonesia. Mulai di Jawa Tengah sebanyak 21 kali, Jawa Barat sebanyak 14 kali, Aceh, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan sebanyak 4 kali, Sumatera Utara sebanyak 3 kali, Sumatera Barat masing-masing 2 kali, Banten, Di Yogyakarta, Kalimantan Barat dan Riau masing-masing 1 kali.
"(bencana) puting beliung menyebabkan 1 orang meninggal dunia, 10 orang luka-luka, 462 mengungsi, 7.425 unit rumah rusak. Dari jumlah rumah yang rusak tersebut, sebanyak 200 rusak berat, 898 rusak sedang, dan 6.327 rusak ringan. Sedangkan kerusakan pada fasilitas umum, sebanyak 37 fasilitas rusak yang mencakup 15 fasilitas pendidikan, 20 peribadatan dan 2 kesehatan," ujar Agus.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk bencana tanah longsor, BNPB mencatat ada sebanyak 8 kali selama Oktober yang terjadi di beberapa wilayah. Dampak dari tanah longsor ini sekitar 2 orang meninggal dunia, 73 orang mengungsi, dan kerusakan pada 21 unit rumah, serta 3 fasilitas umum.
"Tanah longsor terjadi di Jawa Barat 6 kali, Jawa Timur 1 dan Sumatera Utara 1 kali. Sedangkan banjir, BNPB mencatat terjadi 7 kali banjir yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia, 285 mengungsi, 237 unit rumah terendam. Banjir terjadi di Aceh 5 kali, Sumatera Barat dan Sumatera Utara sebanyak 1 kali," tutur Agus.
Di sisi lain, Agus mengatakan masih terjadi karhutla di daerah yang masih mengalami puncak musim kemarau. Kondisi lahan yang sangat kering mempermudah api untuk meluas ke daerah lain.
ADVERTISEMENT
"Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih terjadi di Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Beberapa gunung di Pulau Jawa dan NTB juga mengalami kebakaran juga," ungkap Agus.
BNPB mencatat luas lahan terdampak karhutla mencapai 857.756 hektare dari Januari hingga September 2019. Enam provinsi yang menjadi prioritas penanganan BNPB masih mengindikasikan terjadinya karhutla, dilihat dari beberapa indikator seperti kualitas udara dan titik panas atau hotspot.
"Ditinjau dari kualitas udara yang diukur dengan PM 2,5 dan bersumber dari KLHK dalam 24 jam terakhir menunjukkan kualitas udara pada kategori baik hingga tidak sehat," pungkas Agus.