Selamat Jalan BJ Habibie, Bapak Teknologi yang Rendah Hati

11 September 2019 18:22 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan presiden Indonesia B.J. Habibie melambai kepada wartawan tak lama setelah diinterogasi oleh jaksa penuntut di Jakarta, 26 Februari 2002. Foto: AFP/ADEK BERRY
zoom-in-whitePerbesar
Mantan presiden Indonesia B.J. Habibie melambai kepada wartawan tak lama setelah diinterogasi oleh jaksa penuntut di Jakarta, 26 Februari 2002. Foto: AFP/ADEK BERRY
ADVERTISEMENT
Presiden ke-3 RI BJ Habibie meninggal dunia pada Rabu (11/9) dalam usia 83 tahun. Habibie meninggal di RSPAD Gatot Soebroto setelah menjalani perawatan selama lebih dari seminggu karena gangguan organ tubuh.
ADVERTISEMENT
BJ Habibie atau Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Ia merupakan anak keempat dari delapan bersaudara dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo.
Habibie dan saudara-saudaranya tumbuh di keluarga petani yang juga religius di kehidupan sehari-harinya.
Perdana Menteri Indonesia Bacharuddin Habibie tiba dengan senyum dan gelombang bagi para fotografer di Queen Elizabeth II Centre di London 03 April untuk dimulainya KTT para pemimpin ASEM 11 negara-negara UE dan negara-negara Asia untuk membahas perdagangan masa depan antara kedua benua dan kedua negara. ekonomi Asia yang bermasalah. Foto: AFP/GERRY PENNY
Sosok Habibie kecil sangat menggemari membaca dan terkenal jenius. Ia menunjukkan ketertarikannya pada ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang Fisika.
Setelah kehilangan ayahnya saat berusia 14 tahun karena terkena serangan jantung, Habibie dan keluarganya memutuskan pindah ke Bandung. Ia kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Kristen Dago.
Setelah itu, Habibie sempat belajar tentang keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (kini dikenal Institut Teknologi Bandung atau ITB) pada tahun 1954. Namun, hanya beberapa bulan di ITB, ia memutuskan untuk meneruskan pendidikan ke Jerman.
ADVERTISEMENT
Saat di Jerman, Habibie mengambil studi Teknik Penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochschule (RWTH) Aachen. Ia menerima gelar diploma ingenieur pada 1960 dan dilanjutkan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
Presiden Indonesia B.J. Habibie memberi isyarat saat wawancara dengan wartawan di kantor Presiden Bina Graha di Jakarta 11 Juli 1998. Foto: AFP/KEMAL JUFR
Selama berkuliah di Aachen, Habibie mengabdikan hidupnya untuk studinya. Ia bertekad untuk sungguh-sungguh dan harus sukses, sembari mengingat jerih payah ibunya agar bisa membiayai kuliah dan kehidupan sehari-harinya.
Meski giat belajar, Habibie tak pernah melupakan waktu beribadah. Ia juga tak peduli saat teman-temannya mencemoohnya karena memiliki ambisi atas proyek pembangunan kedirgantaraan.
Selama di Jerman, Habibie menetap di Hamburg dan pernah bekerja di beberapa perusahaan. Dengan gelar insinyur, ia mendaftarkan diri di Firma Talbot, sebuah industri kereta api Jerman. Di Firma Talbot, ia mendesain struktur dan rangka kereta api.
ADVERTISEMENT
Ia juga pernah bekerja di sebuah perusahaan penerbangan, Messerschmitt-Bölkow-Blohm, yang berpusat di Hamburg.
Mantan presiden Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie menunjuk di sebelah istrinya Hasri Ainun di parlemen sebelum pelantikan Presiden Indonesia dan Wakil Presiden di parlemen pada 20 Oktober 2009. Foto: AFP/ADEK BERRY
Habibie menerima banyak penghargaan atas prestasinya. Kemampuannya pun tak diragukan oleh dunia internasional. Banyak pihak yang mengagumi karya-karyanya, namun tak sedikit juga yang tidak sependapat dengannya.
Pemikiran Habibie terkait teknologi membuat Presiden ke-2 RI Soeharto kagum, hingga akhirnya dia dipanggil untuk kembali ke Indonesia pada 1973. Habibie diminta untuk menjadi Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT yang memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis.
Habibie juga merupakan pendiri PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), atau yang kini berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Tekad kuat dan kejeniusan Habibie mendorong pembangunan IPTN menjadi industri aeronautika pertama di Indonesia pada 1976.
ADVERTISEMENT
Salah satu karya yang paling diingat adalah saat Habibie merancang pesawat N-250 Gatot Kaca yang sudah bisa terbang tanpa mengalami ‘Dutch Roll’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang ‘oleng’) pada tahun 1995. Ia memerlukan waktu 5 tahun untuk menyempurnakan desain awal pesawat tersebut.
Kala itu, pesawat baling-baling bermesin turboprop buatan lokal tersebut diujicobakan di langit Bandung. Teknologi pesawat itu cukup canggih dan didesain untuk jangka waktu 30 tahun.
Mantan Presiden Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie merekam rekaman dengan kamera video ini ketika ia duduk bersama para hadirin untuk mendengarkan Presiden AS Barack Obama menyampaikan pidatonya di Universitas Indonesia di Jakarta pada 10 November 2010. Foto: AFP/BARBARA WALTON
Dan masih ada karya-karya Habibie yang mendapat pujian dari banyak pihak. Beberapa di antaranya adalah pesawat R80 yang dibuat PT Regio Aviasi Industri dan dilengkapi dengan teknologi fly by wire untuk memberikan sinyal elektronik dalam memberikan perintah. Perusahaan tersebut didirikan Habibie bersama anak sulungnya, Ilham Akbar, yang merupakan pengembangan pesawat N250.
ADVERTISEMENT
Lalu juga Habibie ikut merancang pesawat angkut militer TRANSALL C-130, Hansa Jet 320, Airbus A-300 dengan kapasitas 300 orang, dan lainnya. Tak hanya itu, salah satu yang paling dikenal adalah rumus temuan yang dinamakan ‘Faktor Habibie’. Rumus temuan Habibie ini dapat menghitung crack progression sampai skala atom material konstruksi pesawat terbang.
Atas keterlibatan aktif di dunia teknologi, Habibie dijuluki Bapak Teknologi.
Kini Habibie telah menghadap Sang Pencipta. Namun, karya dan pengabdiannya pada negara akan selalu dikenang.
Selamat jalan, Eyang Habibie.