Seluk Beluk Bibit Kelapa Sawit Unggul dan Produktif dari Asian Agri

20 November 2024 18:09 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tunas muda pohon kelapa sawit di growth room. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tunas muda pohon kelapa sawit di growth room. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Perkebunan sawit yang produktif dengan karakteristik Tandan Buah Segar (TBS) dan oil extraction rate yang tinggi serta lebih tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Ganoderma, tak bisa datang dari sembarang bibit. Perlu riset jangka panjang dan berkelanjutan untuk menghasilkan bibit unggul yang berkualitas.
Asian Agri–perusahaan swasta nasional terkemuka di Indonesia yang memproduksi minyak sawit mentah melalui perkebunan yang dikelola secara berkelanjutan–berkomitmen menghasilkan bibit sawit unggul melalui tim Research and Development (R&D). Tim R&D Asian Agri memiliki dua cara pengembangan bibit kelapa sawit unggul yang berkualitas melalui dua cara yakni conventional breeding dan molecular breeding dengan menggunakan Marker Assisted Selection (MAS). Dua teknik ini akan saling melengkapi guna memastikan kualitas dari bibit unggul Topaz, yang secara signifikan dapat meningkatkan produktivitas kebun kelapa sawit.
Head of R&D Asian Agri, Tan Joon Sheong, menuturkan, conventional breeding membutuhkan proses yang lebih panjang dibandingkan molecular breeding dengan menggunakan MAS.
“Siklus yang diperlukan untuk memperbaiki suatu karakter biasanya memerlukan 2-3 siklus dengan conventional breeding, tapi dengan bantuan MAS kita bisa mengurangi siklus tersebut menjadi lebih cepat,” ujar Tan kepada kumparan, 3 Juni 2024 lalu.
Dua teknik yang digunakan R&D tersebut menghasilkan bibit Topaz yang “Teruji dan Terbukti” dan mampu berproduksi tinggi, baik di tanah organik maupun mineral. Bibit Topaz Seri 4 yang merupakan seleksi “Terbaik dari yang Terbaik”, dapat menghasilkan rata-rata sebanyak 40,5 ton TBS per hektare per tahun pada tahun ketiga hingga tahun keenam atau setara dengan menghasilkan rata-rata 12 ton minyak sawit mentah (CPO) per hektare per tahun.
Ada lima varietas unggul yang dikembangkan oleh Asian Agri, yakni Topaz 1, Topaz 2, Topaz 3, Topaz 4, dan yang terbaru adalah Topaz GT. Perbedaan keempat varietas Topaz ini adalah asal pisifera atau induk jantannya.
Pohon sawit indukan yang akan dikawinkan dengan teknik polinasi, bakal dari kecambah. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Pada Topaz 1 menggunakan pisifera Nigeria, Topaz 2 menggunakan pisifera Ghana, Topaz 3 menggunakan pisifera Ekona (dari Kamerun), dan Topaz 4 menggunakan pisifera Yangambi (dari Republik Demokratik Kongo) sebagai indukan jantan atau ‘ayah’, sedangkan dari keempat varietas tersebut menggunakan dura Deli (dari Sumatra Utara) sebagai indukan betina atau ‘ibu”.
Hasil persilangan dura dan pisifera ini (DxP) adalah jenis tenera yang mempunyai karakter daging buah yang tebal dan cangkang tipis, sehingga cocok untuk komersil. Sementara varietas Topaz GT merupakan DxP Topaz yang relatih lebih tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang (basal stem rot) yang disebabkan oleh jamur Ganoderma. Tingkat toleransi terhadap infeksi jamur itu pun mencapai tingkat moderat, yakni lebih dari 50 persen.
Dengan keunggulan-keunggulan ini, menurut Ang Boon Beng, sebagai perakit varietas Topaz sekaligus Principal Breeder dan Advisor Asian Agri, varietas DxP Topaz akan terus menjadi primadona bagi para pekebun dan perusahaan kelapa sawit.
“Maka itu, apa yang kita sebut best of the best adalah semangat untuk selalu menghasilkan produktivitas minyak tertinggi dari produktivitas yang telah ada. Kalau kandungan minyak lebih tinggi, berarti bisa kita hasilkan minyak yang lebih tinggi per hektare,” jelas Ang.

Dua Jalan Menuju Sawit Unggulan

Bibit unggul ini bisa ditelusuri jejak awalnya di Oil Palm Research Station (OPRS) yang terletak di Topaz, Petapahan, Riau. OPRS menjadi tempat bibit unggul Topaz dihasilkan menggunakan teknik perbanyakan secara generatif atau penyerbukan.
Pohon-pohon sawit indukan berjejer rapi di lahan khusus Asian Agri yang letaknya tak jauh dari OPRS. Di sini, tim OPRS menyeleksi indukan dura dan pisifera unggul yang kemudian disilangkan guna menghasilkan bibit terbaik.
Untuk menghasilkan bibit tenera (perkawinan dura dan pisifera), tim mengawinkan indukan dengan teknik polinasi. Caranya, dengan menyemprotkan serbuk sari pisifera ke bunga dura yang mekar yang kemudian akan menjadi tandan benih sawit. Tandan benih itulah yang akan jadi kecambah untuk dikomersialkan.
“Dari kecambah inilah yang kita tanam sebagai tenera komersial dengan potensi produksi lebih tinggi,” jelas Yopy Dedywiryanto selaku Head of Plant Breeding Asian Agri.
Proses penyeleksian kecambah. Kecambah berkualitas terbaik dihitung dengan metode lingkaran; satu lingkaran berisi 10 kecambah. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Sebelum jadi kecambah siap jual, tandan benih sawit akan melalui proses panjang. Mulai dari polinasi yang terkontrol di lapangan, panen pada umur yang tepat (matang secara fisiologi), proses pembrondolan benih dari tandannya di seed processing, proses pemisahan daging buah dari benih segar, perendaman dan pemanasan benih segar untuk pematahan dormansi benih, lalu dilanjutkan ke tahap pengecambahan.
Selanjutnya, kecambah akan diseleksi dengan ketat, sebab hanya kecambah yang berkualitas terbaik yang dapat dikirim ke konsumen. Kecambah dengan ciri tidak berjamur, arah pertumbuhan yang jelas dari calon tunas (plumula) dan calon akar (radikula), plumula yang tidak panjang dan tidak patah serta tidak berwarna cokelat (busuk) adalah kecambah terpilih yang dapat dikirim, sementara kecambah yang tidak lolos quality control akan dimusnahkan.
Selanjutnya, kecambah yang telah lolos quality control dimasukkan ke dalam kantong-kantong plastik berisi 200 kecambah per kantong. Uniknya, ibu-ibu yang menjadi penyortir kecambah punya teknik menghitung dengan sebuah lembar kertas yang berisi pola-pola lingkaran: pada masing-masing pola lingkaran akan ditaruh 10 kecambah guna memudahkan dan menghindari kesalahan penghitungan hingga 200 kecambah per kantongnya.
“Kita sudah melakukan ekspor ke beberapa negara seperti Filipina, India, dan hingga beberapa negara di benua Afrika, kalau di Indonesia kita sudah ke seluruh wilayah,” ujar Yopy.
Selain perbanyakan kelapa sawit secara generatif, Asian Agri juga memperbanyak bibit kelapa sawit secara vegetatif, yakni melalui teknik kultur jaringan. Proses perbanyakan ini dilakukan di Clonal Oil Palm Production Unit (COPPU).
Proses penelitian DNA untuk tahu asal-usul kelapa sawit. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Ida Febriantine selaku Senior Manager COPPU menjelaskan, ada tiga jenis sawit yang dibiakkan, yakni dura, pisifera, dan tenera.
“Untuk klon tenera, kita lakukan perbanyakan secara massal yang langsung ditanam di lahan komersial atau di lahan dengan kondisi tertentu untuk tujuan pemuliaan selanjutnya. Kemudian klon dura dan klon pisifera kita gunakan untuk perbanyakan indukan yang sudah teruji,” jelasnya.
“Dari indukan klon dura dan klon pisifera tersebut kita akan mendapatkan kecambah klonal yang orang tuanya berasal dari hasil klon,” imbuh Ida.
Proses kloning dilakukan dengan mengambil daun tunas muda dari pohon kelapa sawit, lalu dipotong kecil-kecil dalam meja laminar yang steril. Potongan daun kecil yang disebut eksplan itu kemudian dimasukkan dalam toples kaca yang berisi agar sebagai media tanam. Media agar tersebut berisikan zat-zat makanan bagi perkembangan eksplan menjadi ramet.
Dibutuhkan 19 bulan untuk proses perkembangan dari eksplan menjadi ramet, setelah itu ramet dari toples akan dipindahkan ke tabung kaca. Selama proses ini, tim laboratorium akan mengamati mengamati kualitas pertumbuhan dari ramet yang dihasilkan.
Ramet yang mempunyai kualitas pertumbuhan yang baik yang akan masuk ke proses selanjutnya, yakni growth room dan hardening nursery. Pada tahap hardening nursery, ramet akan dikondisikan secara bertahap beradaptasi dari kondisi laboratorium yang sepenuhnya terkontrol ke kondisi lapangan terbuka. Proses adaptasi di sini membutuhkan waktu 2-3 bulan.
Selanjutnya, ramet akan di-transplanting ke pre nursery, main nursery, dan kemudian ke lapangan.
Menurut Andree Sunanjaya, Head of Biomolecular Laboratorium Asian Agri, bibit-bibit sawit ini sudah bisa diprediksi produktivitasnya maupun ketahanannya terhadap penyakit melalui MAS. Para peneliti di Laboratorium Biomolekuler Asian Agri juga mempunyai peranan penting dalam menelusuri DNA fingerprint atau asal-usul kelapa sawit, sehingga persilangan-persilangan yang berintegritas.
Penelitian ini akan mempercepat siklus seleksi dan tentunya menghasilkan varietas unggul yang konsisten.
“Kita bisa memprediksi, ternyata gen yang dimiliki tanaman kecil ini adalah mirip seperti tanaman kelapa sawit yang memiliki produksi tinggi, atau justru memiliki produksi rendah. Kalau rendah, otomatis kita bisa seleksi. Kita tidak tanam yang produksi rendah, kita hanya tanam yang produksinya tinggi,” ujar Andree.
Riset jangka panjang dan berkelanjutan serta didukung oleh teknologi molekuler dan seleksi yang sangat ketat dalam menghasilkan bibit Topaz unggul ini, membuat Asian Agri dapat secara terus menerus menghasilkan bibit kelapa sawit unggul yang berkualitas. Peningkatan produktivitas dan kualitas secara terus-menerus merupakan komitmen perusahaan untuk selalu dapat memberikan nilai-nilai terbaik bagi pelanggannya.