Semangat Membara Sang Tunanetra

14 Januari 2017 17:07 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Irhama, pedagang kerupuk tunanetra (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Irhama, pedagang kerupuk tunanetra (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Rintik hujan tak juga berhenti membasahi tanah ibu kota. Gerimis di akhir pekan membuat warga memilih meringkuk di dalam rumah, menghangatkan diri dengan nyaman.
ADVERTISEMENT
Namun tidak demikian bagi Irhamna (48). Meski bajunya sudah basah kuyup, pria bertubuh ceking ini tak berhenti menjajakan kerupuk dagangannya. Bermodalkan sebilah tongkat, Irhamna yang tunanetra terus melangkahkan kaki di sepanjang Jalan Tebet Timur Dalam III. Meski tunanetra, semangat Irhamna begitu membara.
Saat hujan semakin deras, pria asal Blora, Jawa Tengah ini berteduh di bawah pohon cherry. Saya hampiri dia dan mengajaknya berteduh. Namun Irhamna menolak.
"Enggak usah, dari pagi baju saya sudah basah," katanya, Sabtu (14/1).
Irhama pedagang kerupuk tuna netra. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Irhama pedagang kerupuk tuna netra. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Sambil menunggu pembeli, Irhamna menuturkan sekelumit kisah hidupnya. Dia tak terlahir buta. Kecelakaan 20 tahun lalu membuatnya kehilangan penglihatan. Kejadian kelas 1 SMA itu tak mungkin dilupakannya seumur hidup.
"Saya mengalami kebutaan karena kelilipan kaca semprong (lampu minyak tanah), akibat benang gilasan yang dipakai untuk layang-layang," katanya lirih.
ADVERTISEMENT
Kala itu dia tak berani melapor pada ibunya karena takut dimarahi. Namun kondisinya semakin parah hingga akhirnya Irhamna remaja kehilangan penglihatan total. Usaha berobat ke alternatif tak membuahkan hasil. Ia lalu memutuskan tak melanjutkan sekolah.
Irhama, pedagang kerupuk tunanetra (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Irhama, pedagang kerupuk tunanetra (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Beberapa tahun kemudian dia dikunjungi anggota Dinas Sosial Kabupaten Blora. Mereka akan memberi pelatihan khusus tunanetra, namun dia menolaknya.
"Kemudian saya dirayu dengan diberi hadiah dua ekor kambing. Dua tahun kemudian dengan harapan harus memiliki masa depan, maka saya ikut lembaga pendidikan dari Dinas Sosial tersebut dari tahun 1984-1988 di Kudus," tuturnya sambil menghitung sisa bungkusan kerupuk di kantong plastik yang basah.
Setelah lulus, ia mendapat ijazah dengan keterampilan pijat dan keterampilan memperbaiki alat rumah tangga. Berbekal keahlian tersebut dan semangat hidup tinggi, Irhamna merantau ke Jakarta, mencoba mengadu nasib di ibukota.
ADVERTISEMENT
Dia menumpang di rumah temannya di Duren Sawit, Jakarta Timur. Beratnya perjuangan hidup di ibu kota mulai dirasakannya. Kerasnya persaingan membuatnya tak juga mendapat pekerjaan. Irhamna akhirnya melakoni beberapa pekerjaan apa saja asal menghasilkan.
Sempat jadi tukang pijat, bapak 2 anak ini akhirnya beralih profesi jadi pengamen pada 1995-2000. Penghasilannya lumayan namun ia tidak melanjutkannya.
"Ngamen hanya sekedar cari hikmah, bisa beli sawah dari ngamen," ucapnya seraya tersenyum.
Irhamna kemudian memutuskan menjadi penjual kerupuk keliling hingga saat ini. Irhamna yang tinggal bersama anak dan istrinya di Tebet, bekerja setiap hari sejak pukul 06.00 WIB hingga siang atau sore. Dia sering menjajakan dagangan di putaran pasar Bukit Duri dan sesekali di PSPT Tebet.
ADVERTISEMENT
"Tapi jarang di PSPT karena ada teman saya juga tunanetra di sana," katanya.
Melayani pembeli dengan senyuman. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Melayani pembeli dengan senyuman. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Pembicaraan terhenti karena ada pembeli yang menghampirinya. Seorang ibu keluar dari mobil dan memilih kerupuk. Kini kerupuk dagangannya sudah terjual 27 bungkus dari 35 bungkus yang ia bawa. Dalam sepekan, ia biasa menjual 200-300 bungkus kerupuk yang harga satuannya Rp 13.000 ini.
Hujan mulai mereda, Irhamna pamit. Dia kembali berkeliling untuk melanjutkan jualannya. Sore masih panjang. Demi anak dan istri, Irhamna memacu semangat diri, menolak mengemis.