Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Semangat Warga Muhammadiyah Samalanga, Bangun Masjid di Bawah Ancaman
26 Juni 2018 12:36 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Danil Anzar Simanjuntak mengaku sempat tertegun dan menitikkan air mata saat mendapat deretan foto dari Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bireuen, Atahilah Latief. Dalam foto tersebut, tampak warga Muhammadiyah Samalanga Bireun bahu membahu membangun masjid mereka yang sempat dirusak.
ADVERTISEMENT
"Mereka dituduh Wahabi karena tidak qunut dan dianggap tidak sesuai ibadahnya dengan mahzab syafii dan ahlul sunnah wal jemaah," ucap Danil dalam keterangannya, Selasa (26/6).
Ia menuturkan, sudah menjadi perilaku yang jamak di Aceh, ketika kelompok-kelompok pondok pesantren tradisional merombak pengurus masjid yang dianggap orang Muhammadiyah karena dituduh wahabi. Salah satunya seperti yang terjadi di Masjid Taqwa, Kecamatan Juli, Bireuen.
"Warga Muhammadiyah Samalanga, Bireuen, membangun kembali fondasi masjid yang dulu sempat dibakar oleh sekelompok orang yang tidak siap berbeda. Bahkan saat sedang gotong royong, mereka didatangi kepolisian dan camat yang meminta kerja dihentikan," lanjut Danil.
Namun, warga Muhammadiyah tersebut menolak dan tetap melanjutkan kegiatan gotong royong membangun masjid. Sebab, IMB dan izin lainnya sudah mereka kantongi.
ADVERTISEMENT
"Malam tadi, terjadi upaya penyerangan oleh 70-80 orang anak muda terhadap lokasi pembangunan Masjid Taqwa Samalanga. Dan syukur alhamdullilah bisa digagalkan oleh pihak kepolisian," kata dia.
Untuk menghindari serangan serupa, mereka secara bergantian menggelar jaga malam sembari terus membangun masjid. Danil mengaku, ia sangat kagum dengan militansi warga Muhammadiyah Samalanga yang tidak gentar membangun masjid meski di bawah ancaman.
"Saya kagum dengan militansi warga Muhammadiyah Samalanga. Bapak-bapak bergotong royong membangun kembali masjidnya di bawah ancaman pembunuhan dan perusakan, sementara Ibu-Ibu Aisyiyah bergotong royong menyediakan makanan dan minuman," tutur Danil.
"Karena mereka minoritas di sana, maka jangan berharap politisi datang ikut mendukung dan melindungi mereka secara politik di sana karena tidak ada keuntungan elektoral, karena sejatinya bagi mereka toleransi adalah komoditi bukan nilai," imbuhnya.
ADVERTISEMENT