Sempat Jadi Buron, Eks Bos Lippo Eddy Sindoro Divonis 4 Tahun Penjara

6 Maret 2019 18:44 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Eddy Sindoro (kanan) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Eddy Sindoro (kanan) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
ADVERTISEMENT
Bekas Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan. Ia dinilai terbukti menyuap mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution, sebesar Rp 877 juta.
ADVERTISEMENT
"Menyatakan terdakwa Eddy Sindoro terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Hariono saat membacakan vonis Eddy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/3).
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang menuntut Eddy 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan penjara.
Menurut hakim, Eddy telah terbukti menyuap Eddy Nasution sebesar Rp 150 juta dan USD 50 ribu atau sekitar Rp 727,239,990 (kurs Rp 14.544). Maka total suap adalah sebesar Rp 877.239.90.
Suap diberikan terkait pengurusan dua perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Suap pertama terkait pengurusan perkara PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT Kymco) di PN Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Dalam perkara PT MTP, perusahaan tersebut diwajibkan membayar ganti rugi USD 11,1 juta kepada Kymco berdasarkan putusan Singapore International Abitration Centre (SIAC) terkait wanprestasi. Namun, PT MTP tak kunjung membayar hingga akhirnya Kymco mendaftarkan gugatan aanmaning di PN Jakpus.
PT MTP tak hadir dalam setiap persidangan, hingga akhirnya perusahaan itu meminta agar sidang aanmaning ditunda. Untuk menunda sidang tersebut, Eddy Sindoro menyuap Eddy Nasution. Uang suap diberikan melalui Dody Aryanto Rp 100 juta.
Suap kedua diberikan agar PN Jakarta Pusat mau menerima pendaftaran upaya peninjauan kembali (PK) perkara niaga yang diajukan PT Across Asia Limited (AAL) pada 15 Februari 2016.
Padahal, batas waktu pengajuan PK sesuai Pasal 295 ayat (2) UU Kepailitan sudah terlewati. Yakni selama 180 hari sejak putusan kasasi diterima PT AAL pada 7 Agustus 2015. Untuk itu, Eddy Sindoro melalui Dody Aryanto kembali menyuap Edy Nasution sebesar Rp 50 juta dan USD 50 ribu.
ADVERTISEMENT
Eddy menjalankan aksi suapnya disebut bersama-sama dengan Doddy, pegawai PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti Susetyowati. Ervan Adi Nugroho selaku Presiden Direktur PT Paramount Enterprise dan Hery Soegiarto.
Terdakwa kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Eddy Sindoro (kanan) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Perbuatan Eddy dianggap telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Eddy Sindoro tercatat pernah berstatus sebagai buronan sebab keberadaannya tak diketahui usai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada tahun 2016. Ia kemudian ditangkap di Singapura pada akhir 2018.
Hal yang memberatkan vonis terhadap Eddy yakni tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan hal yang meringankan bersikap sopan dalam persidangan, punya tanggungan keluarga, serta belum pernah dihukum.
ADVERTISEMENT