Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Parlemen Israel menyetujui rancangan undang-undang untuk membubarkan parlemen pada Selasa (28/6/2022). Keputisan ini membuka jalan untuk pemilihan umum kelima dalam empat tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Disadur dari AFP, RUU itu akan diselesaikan sebagai undang-undang pada Rabu (29/6/2022) besok.
Menghadapi rapuhnya koalisi partai dalam pemerintahan, Israel kemudian akan menggelar pemilu pada 25 Oktober atau 1 November.
Koalisi Perdana Menteri Israel, Naftali Bennett, sempat memperdebatkan pembubaran itu dengan oposisi yang dipimpin mantan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Koalisi mendorong persetujuan atas undang-undang tersebut. Sebab, Bennett mengumumkan, aliansi delapan partainya telah terpecah secara ideologis dan tidak lagi dapat dipertahankan.
Tetapi, oposisi berencana membentuk pemerintahan baru yang dipimpin Netanyahu. Ambisi tersebut menemui berbagai kritik.
Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz, sempat bermitra dengan Netanyahu dalam koalisi pada 2020. Namun, Gantz menegaskan, dia akan melakukan segala cara untuk mencegah rencana Netanyahu.
ADVERTISEMENT
"Saya akan melakukan segalanya untuk mencegah pembentukan pemerintahan alternatif di parlemen ini di bawah Netanyahu," ujar Gantz, dikutip dari The Times of Israel, Selasa (28/6/2022).
Kedua belah pihak bertukar kritik keras sebelum sepakat atas pembubaran parlemen. Persetujuan oposisi menunjukkan, Netanyahu kini telah menghentikan upaya untuk membentuk pemerintahan baru.
Bennett akan menyerahkan kekuasaan kepada Menteri Luar Negeri Israel, Yair Lapid. Dia terpilih berdasarkan kesepakatan pembagian kekuasaan usai pemilu yang tak meyakinkan pada tahun lalu.
Koalisi Bennett merupakan aliansi beraneka ragam nasionalis agama. Meliputi kaum sekuler hingga Islamis, aliansi itu terancam oleh perpecahan ideologis sejak awal.
Namun, perpecahan terbesar muncul akibat kegagalan memperbarui kebijakan yang memastikan pemukim Yahudi di Tepi Barat hidup di bawah hukum Israel.
ADVERTISEMENT
Bennett mengatakan, berakhirnya aturan itu akan membawa risiko keamanan dan kekacauan konstitusional.
Israel akhirnya membubarkan parlemen sebelum kebijakan itu kedaluwarsa. Sehingga, undang-undang tersebut akan tetap berlaku sampai pemerintah baru mulai menjabat.