Sepasang Suami Istri Jadi Guru Besar di UGM

26 November 2019 18:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Universitas Gadjah Mada. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Universitas Gadjah Mada. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sepasang suami istri Prof Dr Ir Supriyanto dan Prof Dr Ir Agnes Murdiati dikukuhkan menjadi guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Keduanya mengajar di Fakultas Teknologi Pertanian (FTP).
ADVERTISEMENT
Pengukuhan guru besar yang berlangsung di Balai Senat UGM ini semakin terasa spesial. Pasalnya hari ini juga bertepatan dengan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-41.
Supriyanto menyampaikan pidato pengukuhan berjudul 'Perkembangan Pengolahan Biji Kakao dan Perspektif Baru Hasil Olahan Kakao Sebagai Sumber Anti Oksidan Alami'. Supriyanto menyebut biji kakao mengandung senyawa polifenol yang tinggi sehingga bisa menjadi antioksidan alami. Namun kandungan itu mudah hilang saat pengolahan.
“Pada proses pengeringan pada suhu 55°C selama 24 jam terjadi kehilangan polifenol lebih dari 80 persen. Pada pengeringan selama 48 jam akan kehilangan lebih dari 95 persen," kata Supriyanto dalam keterangan tertulis dari UGM yang diterima kumparan, Selasa (26/11).
Kepala Laboratorium Rekayasa Proses FTP UGM tersebut menjelaskan penelitian yang dia lakukan sebagai upaya agar kandungan polifenol dalam biji kakao tak hilang.
ADVERTISEMENT
"Sejumlah penelitian  dilakukan dengan menggunakan bahan dasar biji kakao yang tidak difermentasi atau setengah fermentasi. Cara lainnya dengan menonaktifkan enzim polifenol oksidasi dengan pemanasan melalui pengukusan atau memakai energi gelombang mikro," terangnya.
Sementara sang istri, Agnes, menyampaikan pidato 'Peran Kacang-Kacangan Dalam Memantapkan Ketahanan Pangan Nasional'. Menurutnya salah satu strategi peningkatan ketahanan pangan dan gizi masyarakat adalah dengan kacang-kacangan.
“Indonesia kaya akan berbagai jenis kacang-kacangan, termasuk koro-koroan, tetapi sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan optimal,” kata dia.
Dia juga menyinggung kulit koro pedang putih yang belum dimanfaatkan dengan optimal. Selain proses pengupasan yang sulit, kandungan senyawa atau zat antigizi HCN yang cukup tinggi juga membuatnya kurang enak dikonsumsi.
"Padahal produktivitas koro pedang putih di Tanah Air rata-rata sebanyak 7 ton/ha dengan potensi hasil mencapai 12 ton/ha dan  pupuk hijau yang dihasilkan sebanyak 40-50 ton/ha," terangnya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu sejak 2013 lalu dilakukan penelitian guna menghilangkan senyawa racun HCN, menghilangkan bau, peningkatan kualitas gizi protein, hingga pati resisten koro pedang putih.
“Kini tinggal menyakinkan masyarakat untuk memperluas budidaya bermacam jenis koro dan mensosialisasikan produk olahan koro sehingga nantinya mampu menutup kekurangan produk kedelai Indonesia," ujar Agnes.