Serangan Fajar Tak Berhenti di Bowo

29 Maret 2019 17:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka kasus suap pupuk, Bowo Sidik Pangarso usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka kasus suap pupuk, Bowo Sidik Pangarso usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Serangan fajar yang akan dilakukan Bowo Pangarso, politikus Golkar yang juga caleg untuk DPR untuk dapil II Jateng, sukses dicegah KPK. Bowo diciduk dalam operasi tangkap tangan KPK pada Kamis (28/3).
ADVERTISEMENT
Bowo ditangkap karena diduga menerima suap dalam proyek distribusi pupuk. Dia membantu pihak swasta mendapat proyek distribusi pupuk.
KPK menyita uang senilai Rp 8 miliar dalam 400 ribu amplop yang disimpan di 82 kardus, yang diduga untuk serangan fajar.
Terungkapnya praktik serangan fajar dari kasus OTT KPK ini sebenarnya tak mengejutkan. Diduga, bukan hanya Bowo yang melakukan serangan fajar.
"Dugaan saya masih banyak politisi lain yang akan melakukan hal yang sama. Melakukan politik uang untuk meraup suara," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM, Oce Madril, Jumat (29/3).
Oce menjelaskan, kasus Bowo tak akan menghentikan calon lain melakukan serangan fajar.
"Sepertinya politik uang masih akan marak," tambah dia.
Sedang menurut akademisi Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari, apa yang dilakukan Bowo itu patut diduga adalah tabiat dari partai politik. Mereka belum berubah mengandalkan uang untuk menang.
ADVERTISEMENT
"Maka jangankan terpilih, malah penjara yang didapat. Dan dari kasus Bowo, publik jadi tahu, suksesi politik kita masih berlangsung dengan cara-cara murahan dan harus menyadari untuk lebih berhati-hati memilih," kata Feri.
Sementara peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mengomentari kasus yang menjerat Bowo. Dia melihat penjelasan KPK, dugaan korupsi yang seperti Bowo lakukan merupakan korupsi yang biasa/sering ditangani oleh KPK.
Tersangka kasus suap pupuk, Bowo Sidik Pangarso usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Di mana "pengaruh" sebagai anggota legislatif yang menjadi sebagai bahan dagangan. Seorang legislatif tengah berusaha mendulang keuntungan/penerimaan yang tidak semestinya dengan memanfaatkan pengaruh atau jabatannya," tegas Tama.
Tama melihat, sebagai sebuah perkara tidak pidana korupsi, kasus dugaan suap ini harus diusut tuntas. Semua pihak yang terlibat harus diproses.
ADVERTISEMENT
"Korupsi yang melibatkan politisi, khususnya DPR ini selalu berulang. Terjaring OTT, partai mecat, partai minta maaf, auto repeat. Gitu aja terus. Pertanyaannya, bagaimana sistem pencegahan korupsi di internal partai? Bagaimana dengan tawaran KPK termasuk pencegahan yang dilakukan selama ini? Menurut saya, konsep pencegahan selama ini akan sia-sia jika tidak ada inisiatif dari internal kelembagaan DPR maupun partai politik," kata Tama.