Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Serba-serbi Draf Revisi UU MK yang Ubah Masa Jabatan Hakim Konstitusi
15 Mei 2024 5:55 WIB
·
waktu baca 8 menitADVERTISEMENT
Komisi III DPR bersama Menko Polhukam Hadi Tjahjanto, Senin (13/5) menyetujui RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK), Senin (13/5).
ADVERTISEMENT
“Atas nama Pemerintah, kami menerima hasil pembahasan RUU di Tingkat Panitia Kerja (Panja), yang menjadi dasar pembicaraan atau pengambilan keputusan tingkat I pada hari ini. Pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat II terhadap RUU Mahkamah Konstitusi di Sidang Paripurna DPR-RI,” ujar Hadi dalam keterangannya.
Rapat kerja itu dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) Adies Kadir dan Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman.
Sebagai catatan, rapat kerja digelar sebelum masa sidang dibuka. Masa sidang baru dibuka pada Selasa (14/5). Artinya, anggota DPR masih dalam masa reses.
Pembahasan RUU MK ini sempat mandek saat Menko Polhukam masih dijabat oleh Mahfud MD. Hal ini dijelaskan lagi oleh Mahfud saat menghadiri Halal Bihalal sekaligus pembubaran Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud di Menteng, Jakarta, Senin (6/4) lalu.
ADVERTISEMENT
"Banyak itu yang saya blok, tapi yang terakhir itu UU MK, tidak ada di Prolegnas, tidak ada di apa, masuk, dibahas," kata Mahfud dalam keterangannya, Selasa (14/5).
Mahfud mengingatkan, RUU MK ditolak ketika dirinya mewakili Pemerintah sebagai Menkopolhukam periode 2019-2023. Apalagi, ia menegaskan, pembahasan terhadap RUU MK itu dilakukan secara tiba-tiba menjelang kontestasi politik pemilu 2024.
Kata Pimpinan DPR soal Revisi UU MK Disepakati saat Reses
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, rapat antara Komisi III dan pemerintah sudah mendapatkan persetujuan dari pimpinan DPR untuk diadakan di masa sidang.
"Ya seharusnya kalau ada pembahasan di masa reses harusnya sudah izin pimpinan, dan itu sudah saya cek ada izin pimpinannya," kata Dasco di Gedung DPR, Senayan, Selasa (14/5).
ADVERTISEMENT
Dasco menuturkan, DPR dan pemerintah sudah sepakat agar revisi UU MK dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan. Selama masa sidang V dibuka, kata Dasco, komisi III akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah.
"Kalau saya lihat bahwa keputusan yang sudah diambil antara pemerintah dengan DPR tinggal dilanjutkan di paripurna," ucap dia.
"Nah sehingga masa sidang yang masih panjang ini juga memungkinkan untuk komisi terkait juga berkoordinasi kembali dengan pemerintah, tinggal di sekarang atau di masa sidang kita tunggu aja hasilnya," tandas dia.
Fraksi PDIP Ngaku Tak Dapat Undangan Rapat Revisi UU MK
Fraksi PDIP tak ikut dalam rapat kerja antara Komisi III DPR dengan Menko Polhukam Hadi Tjahjanto yang membahas persetujuan tingkat I Revisi UU MK (Mahkamah Konstitusi) yang digelar Senin (13/5).
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, Johan Budi, mengaku ia tak dapat undangan rapat dan saat itu masih ada di daerah pemilihan (dapil).
"Enggak, saya enggak dapet [undangan] karena kan reses, enggak di Jakarta. Kalau teorinya kan reses ke dapil. Tapi bukan berarti ketika reses enggak boleh ada rapat. Bukan berarti itu. Tapi saya tidak tahu gitu lho," kata Johan di Gedung DPR RI, Senayan, Selasa (14/5).
Ia pun mengaku tak tahu mengapa tak ada perwakilan Fraksi PDIP dalam rapat persetujuan RUU MK itu. Ia meminta hal itu ditanyakan langsung pada pimpinan Komisi III.
"Sekali lagi, saya enggak ikut juga. Karena itu saya harus tanya. Bukan berarti enggak boleh [rapat saat masa reses], boleh asal ada izin dari pimpinan. Saya pimpinan fraksi bukan? Bukan," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Apalagi Johan menuturkan, Komisi III DPR RI belum menjadwalkan penyampaian mini fraksi dari sembilan parpol yang ada. Tiba-tiba saja RUU MK itu kemudian disahkan.
Kata Jokowi soal Revisi UU MK yang Disepakati saat Reses
Presiden Jokowi enggan berkomentar banyak soal revisi UU MK. Menurutnya, itu adalah ranah DPR.
"Tanyakan ke DPR," kata Jokowi di Pasar Sentral Lacaria, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, Selasa (14/5).
Draf Revisi UU MK: Jabatan Hakim Bisa Ditinjau Pengusul, Lanjut atau Diganti
Berdasarkan draf RUU MK yang diterima kumparan, terdapat beberapa perubahan dalam UU tersebut. Salah satunya adanya penambahan Pasal 23A. Pasal tersebut berisi 4 ayat, yang mengatur tentang masa jabatan hakim MK.
"Iya, benar (itu draf perubahan UU MK yang disetujui DPR dan pemerintah)," kata anggota Komisi III DPR dari PAN, Sarifuddin Sudding, saat dikonfirmasi, Selasa (14/5).
ADVERTISEMENT
Dalam ayat (1) menjelaskan secara umum bahwa jabatan hakim konstitusi menjadi 10 tahun.
Padahal dalam perubahan ketiga UU MK hakim MK dapat sampai umur 70 tahun, tetapi tidak lebih dari 15 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 87 huruf b.
Kemudian pasal selanjutnya menjelaskan bahwa setelah 5 tahun menjabat hakim MK yang bertugas dapat ditinjau oleh lembaga pengusul. Lembaga pengusul itu dapat menentukan apakah hakim tersebut akan dilanjutkan untuk menjabat 5 tahun lagi atau tidak.
Apabila lembaga pengusul menilai hakim konstitusi tidak layak untuk dilanjutkan, ayat (4) pasal 23 A menjelaskan agar lembaga pengusul kembali mengajukan calon hakim konstitusi yang baru sesuai dengan ketentuan undang-undang.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi lengkap pasal 23A:
(1) Masa jabatan hakim konstitusi selama 10 (sepuluh) tahun.
ADVERTISEMENT
(2) Hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah 5 (lima) tahun menjabat wajib dikembalikan kepada lembaga pengusul yang berwenang untuk mendapatkan persetujuan atau untuk tidak mendapatkan persetujuan melanjutkan jabatannya.
(3) Hakim konstitusi dapat melanjutkan jabatannya 10 (sepuluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
a. masih memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2);
b. belum berusia 70 (tujuh puluh tahun); dan
c. mendapatkan persetujuan dari lembaga pengusul yang berwenang.
(4) Dalam hal lembaga pengusul yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tidak memberikan persetujuan kepada hakim konstitusi yang bersangkutan untuk melanjutkan jabatannya, lembaga pengusul yang berwenang mengajukan calon hakim konstitusi baru sesuai dengan ketentuan Pasal 18 sampai dengan Pasal 21.
ADVERTISEMENT
Draf Revisi UU MK: Masa Jabatan Hakim 10 Tahun, Ditinjau saat Sudah 5 Tahun
Draf perubahan keempat Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) telah disetujui oleh pihak pemerintah dan DPR. Draf tersebut mengubah masa jabatan hakim MK.
Dalam draf perubahan keempat ini, hakim MK dapat menjabat selama 10 tahun. Selain itu, lembaga pengusul baik Mahkamah Agung, DPR, atau Presiden, juga bisa mengevaluasi kinerja hakim saat memasuki tahun kelima.
"Masa jabatan hakim konstitusi selama 10 (sepuluh) tahun," demikian bunyi pasal 23 A ayat (1) draf revisi UU MK, dikutip Selasa (14/5).
Berikut bunyi pasal yang memungkinkan kinerja hakim MK ditinjau oleh lembaga pengusul:
(2) Hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah 5 (lima) tahun menjabat wajib dikembalikan kepada lembaga pengusul yang berwenang untuk mendapatkan persetujuan atau untuk tidak mendapatkan persetujuan melanjutkan jabatannya.
ADVERTISEMENT
Kemudian dalam pasal yang sama, turut diatur ketentuan hakim MK bisa menjabat sampai 10 tahun. Yakni:
a. masih memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2);
b. belum berusia 70 (tujuh puluh tahun); dan
c. mendapatkan persetujuan dari lembaga pengusul yang berwenang.
Adapun mengenai pasal 15 ayat (1), disebutkan syarat hakim MK harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
Kemudian pasal 15 ayat (2) mengatur syarat prosedural seperti hakim MK harus WNI, berijazah doktor dengan dasar sarjana bidang hukum, berusia paling rendah 55 tahun dan sebagainya.
Selain itu, dalam draf revisi UU MK, disebutkan juga apabila lembaga pengusul tidak memberikan persetujuan kepada hakim konstitusi yang bersangkutan untuk melanjutkan jabatannya, maka lembaga pengusul itu berwenang mengajukan calon hakim konstitusi baru.
ADVERTISEMENT
Adapun jika dibandingkan dengan aturan dalam revisi ketiga UU MK, disebutkan bahwa hakim MK mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas) tahun.
Bagaimana Nasib Hakim MK yang Sedang Menjabat?
Dengan ketentuan baru ini, lantas bagaimana nasib hakim konstitusi yang saat ini masih menjabat dan masa jabatannya sudah lebih dari 10 tahun? Hal ini kemudian dijabarkan dalam Pasal 87 yang berbunyi:
b. Hakim konstitusi yang sedang menjabat dan masa jabatannya telah melebihi 10 (sepuluh) tahun, masa jabatannya berakhir pada usia 70 (tujuh puluh) tahun berdasarkan Undang-Undang ini sejak tanggal penetapan Keputusan Presiden mengenai pengangkatan pertama hakim konstitusi yang bersangkutan jika mendapat persetujuan dari lembaga pengusul yang berwenang."
ADVERTISEMENT
Artinya hakim konstitusi yang saat ini sedang menjabat tetap bisa melanjutkan jabatannya meski telah melebihi 10 tahun, dengan catatan usianya belum mencapai 70 tahun. Dia bisa menjabat sampai usia 70 tahun. Selain itu, hakim konstitusi tersebut juga harus mengantongi persetujuan dari lembaga pengusul yang berwenang.
Sedangkan untuk hakim konstitusi yang saat ini tengah menjabat dan masa jabatannya masih kurang dari 10 tahun, hanya bisa melanjutkan jabatannya terhitung sejak tanggal Keppres pengangkatan pertama hakim yang bersangkutan. Hal ini dijelaskan dalam huruf a Pasal 87:
a. Hakim konstitusi yang telah menjabat lebih dari lima tahun dan kurang dari sepuluh tahun, hanya dapat melanjutkan jabatannya terhitung sejak tanggal penetapan Keppres mengenai pengangkatan pertama hakim konstitusi yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan dari lembaga pengusul yang berwenang.
ADVERTISEMENT