Serba-serbi FPT Capim KPK Hari Kedua: Bahas OTT hingga Etik

20 November 2024 7:51 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Komisi III DPR menggelar fit and proper test Capim KPK yang diikuti 6 orang peserta pada Selasa (19/11) kemarin. Berikut pandangan mereka:
ADVERTISEMENT
Ida Budiati
Capim KPK Ida Budhiati menjalani fit and proper test di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Youtube/Komisi III DPR RI Channel
zoom-in-whitePerbesar
Capim KPK Ida Budhiati menjalani fit and proper test di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Youtube/Komisi III DPR RI Channel
Calon pimpinan (Capim) KPK Ida Budhiati memberikan pandangannya terkait pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi di lingkungan KPK.
Hal itu disampaikannya saat menjalani fit and proper test Capim KPK di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11).
Ida merupakan mantan anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Menurutnya, lembaga antirasuah perlu mengadopsi hukum acara pemeriksaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu.
Mulanya, ia mengungkapkan bahwa keberadaan UU KPK saat ini merupakan bentuk penguatan kelembagaan dengan dibentuknya Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dewas KPK merupakan lembaga yang salah satu kewenangannya adalah penegakan dimensi etik di KPK.
"Nah untuk meneguhkan integritas kelembagaan KPK yang terdiri dari pimpinan, Dewas, dan pegawai, maka menurut saya ke depan harus ada sinergitas dengan Dewas KPK untuk melihat kembali regulasi tentang kode etik dan hukum beracara di KPK," kata Ida di hadapan Komisi III DPR RI, Selasa (19/11).
ADVERTISEMENT
"Menurut saya, KPK akan sangat baik apabila ke depan mau mengadopsi hukum acara pemeriksaan kode etik di lingkungan penyelenggara Pemilu yang dilakukan secara terbuka," lanjutnya.
Ida menekankan bahwa dengan keterbukaan tersebut juga akan membantu Dewas KPK dari tudingan melindungi insan KPK dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran etik.
Ia pun menyampaikan pandangannya bahwa Dewas KPK juga masih tetap bisa melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan KPK meskipun yang bersangkutan mengundurkan diri dari jabatannya.
"Meskipun UU KPK mengatur bahwa pemberhentian pimpinan KPK itu salah satunya adalah faktor mengundurkan diri, tetapi apabila pimpinan dan insan KPK sedang diproses dugaan pelanggaran kode etik oleh Dewas, menurut saya Dewas tidak perlu menghentikan proses pemeriksaannya," paparnya.
Hal itu perlu dilakukan sebagai bentuk edukasi juga ke publik terkait nilai integritas yang mesti dipegang teguh oleh setiap pimpinan lembaga.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, jika seorang pimpinan lembaga telah tersandung kode etik, tak seharusnya dia kembali diberikan kesempatan memimpin lembaga lainnya. Setidaknya, selama 10 tahun sejak ditetapkan melanggar kode etik.
"Karena mengundurkan diri kan belum tentu diberhentikan. Belum tentu terbit seketika Keppres, karenanya Dewas masih punya otoritas menurut pandangan saya untuk melanjutkan pemeriksaannya. Hal ini penting sebagai bagian dari edukasi juga," jelas dia.
Capim Ida Budhiati: Pimpinan KPK Tetap Bisa Diusut Etik Meski Mundur
Capim KPK Agus Joko Pramono menjalani fit and proper test di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Ida Budhiati menyoroti soal penegakan kode etik dalam tubuh lembaga antirasuah. Menurutnya, perlu dibangun sinergitas di internal KPK untuk mewujudkan penegakan kode etik tersebut.
Dalam penegakan kode etik oleh Dewas KPK, Ida menekankan bahwa pimpinan yang tengah tersandung kasus dugaan pelanggaran etik tetap bisa diperiksa meski telah mengundurkan diri.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikannya saat mengikuti fit and proper test Capim KPK di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (19/11).
"Meskipun UU KPK mengatur bahwa pemberhentian pimpinan KPK itu salah satunya adalah faktor mengundurkan diri, tetapi apabila pimpinan dan insan KPK sedang diproses dugaan pelanggaran kode etik oleh Dewas, menurut saya Dewas tidak perlu menghentikan proses pemeriksaannya," kata dia di hadapan anggota Komisi III DPR RI, Selasa (19/11).
Ia menyebut, pengunduran diri tersebut mesti ada birokrasi hingga dikeluarkannya Keputusan Presiden terlebih dahulu. Ida mengatakan, hal itu membutuhkan proses untuk resmi tidak berada di lembaga antirasuah.
Oleh karenanya, lanjut dia, Dewas KPK sejatinya masih tetap bisa memeriksa pimpinan yang mengundurkan diri imbas dugaan pelanggaran etik.
ADVERTISEMENT
Ibnu Basuki
Capim KPK Ibnu Basuki: Berantas Korupsi Telah Sejak Lama, tapi Tak Kunjung Habis
Calon pimpinan KPK Ibnu Basuki Widodo menjawab pertanyaan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Calon pimpinan (Capim) KPK Ibnu Basuki Widodo mengungkapkan bahwa sejatinya tindak pidana korupsi telah berlangsung sejak dahulu hingga sekarang. Begitu juga halnya dengan pemberantasan korupsi.
Namun, katanya, tindak pidana korupsi itu masih saja belum habis dan belum berhasil diberantas sepenuhnya.
Hal itu disampaikannya saat menjalani fit and proper test Capim KPK di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11).
"Tindak pidana korupsi telah berlangsung sejak dahulu sampai sekarang, dan pemberantasan tindak pidana korupsi telah dilakukan sejak lama sampai dengan sekarang," ucap Ibnu di hadapan Komisi III DPR RI.
"Namun, ternyata tidak kunjung habis. Padahal berbagai tindakan telah dilakukan untuk melakukan pemberantasan tersebut," lanjut pria yang berprofesi menjadi hakim ini.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Ibnu menekankan perlunya dilakukan pengawasan dan evaluasi dari semua aspek di tubuh lembaga antirasuah.
"Untuk itu, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara menyeluruh, baik sumber daya manusia, integritas, baik bagaimana cara pencegahan dan penindakan korupsi itu," paparnya.
Johanis Tanak
Johanis Tanak soal OTT: Jika Jadi Ketua KPK, Akan Saya Tutup, Close!
Calon pimpinan KPK Johanis Tanak menjawab pertanyaan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Johanis Tanak menilai OTT salah kaprah. Bahkan, dia menjanjikan jika terpilih menjadi Ketua KPK, OTT tak akan diterapkan.
Hal itu disampaikan oleh Tanak dalam fit and proper test (FPT) di Komisi III DPR RI, Selasa (19/11). Tanak menjawab pertanyaan dari anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lalo, soal masih relevan atau tidaknya OTT.
"OTT Pak, terkait dengan OTT menurut hemat saya saja saya kurang, mohon izin, meskipun saya di pimpinan KPK, saya harus ikuti tapi berdasarkan pemahaman saya, OTT itu tidak pas, tidak tepat," kata Tanak yang saat ini menjabat Wakil Ketua KPK.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, OTT merupakan singkatan dari Operasi Tangkap Tangan. Tanak menyebut, pengertian operasi menurut KBBI, yakni dicontohkan seorang dokter melakukan operasi, yang tentunya semuanya sudah dipersiapkan dan direncanakan.
Hal tersebut bertentangan dengan pengertian tangkap tangan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Pengertian tertangkap tangan menurut KUHAP adalah suatu peristiwa yang terjadi seketika itu juga pelakunya ditangkap, dan pelakunya langsung jadi tersangka," kata Tanak.
"Terus kalau seketika pelaku itu melakukan perbuatan dan ditangkap, tentunya tiada perencanaan. Kalau ada suatu perencanaan, operasi terencana, satu dikatakan suatu peristiwa yang terjadi seketika itu ditangkap, ini suatu tumpang tindih, itu suatu tidak tepat," sambungnya.
Tanak mengaku sudah pernah menyampaikan hal tersebut kepada pimpinan lain di lembaga antirasuah. Namun, mayoritas pimpinan menilai perlu ada OTT.
ADVERTISEMENT
Jawaban Johanis Tanak saat Dicecar Komisi III DPR soal Prestasi saat Pimpin KPK
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dicecar soal prestasi yang dilakukannya selama menjadi pimpinan lembaga antirasuah saat menjalani fit and proper test di DPR RI, Selasa (19/11).
Nasyirul Falah Amru, yang menanyakan prestasi paling membanggakan bagi Tanak selama berada di KPK.
"Selama Bapak menjadi Pimpinan KPK 2019–2024, apa, sih, sebenarnya prestasi Bapak yang menurut Bapak itu paling menonjol?" tanya Falah ke Tanak di Ruang Rapat Komisi III DPR RI.
Menanggapi itu, Tanak pun memaparkan bahwa dirinya melakukan penanganan perkara tindak pidana korupsi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa melanggar HAM.
"Ya yang selama ini saya buat selama berada di KPK, bagaimana menangani perkara suatu tindak pidana korupsi yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dalam pandangannya itu kita tidak melakukan pelanggaran HAM," kata Tanak.
ADVERTISEMENT
"Karena penangan perkara tindak pidana itu erat kaitannya dengan HAM, di mana kita bisa menahan dan melakukan, tanpa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, tentunya ini suatu pelanggaran HAM," jelasnya.
Tanak menyebut, hal itu juga telah diatur secara tegas dalam KUHAP dan Pasal 5 huruf f UU KPK yang dalam menjalankan tugasnya berasaskan pada penghormatan HAM.
Menurutnya, penegakan hukum tak didasarkan pada keberanian semata.
"Tetapi apakah sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang itu telah melawan hukum dalam konteks korupsi apakah seseorang melakukan perbuatan itu sudah melawan hukum dan merugikan keuangan negara dan menguntungkan dirinya?" ucap Tanak.
Djoko Poerwanto
Capim Djoko Poerwanto Ingin Terapkan Punishment and Reward di KPK
Calon pimpinan KPK Djoko Poerwanto mengikuti uji kelayakan dan kepatutan dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Calon pimpinan (Capim) KPK Djoko Poerwanto mengungkapkan ingin menerapkan adanya punishment and reward (hukuman dan penghargaan) di lingkungan KPK.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikannya saat menjalani fit and proper test Capim KPK di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11).
Dalam penerapannya itu, Djoko menekankan akan menindak pegawai maupun pimpinan KPK jika dinilai melanggar etik maupun pidana.
Sementara, terkait reward, ia mencontohkan mengenai penghitungan take home pay bagi insan di lembaga antirasuah.
"Kemudian, yang akan saya terapkan adalah punishment and reward. Punishment reward itu, kalau [punishment] yang dia melakukan ketentuan ditabrak baik etika maupun pidana, ya tindak," kata dia di hadapan Komisi III DPR RI, Selasa (19/11).
"Kalau reward ya dia harus juga punya bahwa take home pay-nya sudah dihitung, walaupun sekarang mungkin berbeda dari zaman dulu, tapi harus menjadi contoh," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan prinsip dalam melakukan pekerjaan pada tiga hal, yakni integritas, profesional, dan proporsional.
Alamsyah Saragih
Capim KPK Alamsyah Saragih Bicara 3 Tingkatan Tindak Pidana Korupsi
Capim KPK, Ahmad Alamsyah Saragih usai menjalani tes wawancara di Kemensetneg, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Calon pimpinan (Capim) KPK Ahmad Alamsyah Saragih memaparkan tiga level tindak pidana korupsi, mulai dari tingkatan yang ringan hingga kompleks.
Hal itu disampaikannya saat menjalani fit and proper test Capim KPK di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Selasa (19/11).
Mantan anggota Ombudsman RI itu menyebut level tindak pidana korupsi yang paling bawah yakni dilakukan saat seseorang yang ingin bertahan hidup.
"Level of corruption itu kan ada yang orang bertahan hidup, ini dibilang Pak Bambang tadi, gaji kecil, anak sakit," kata dia di hadapan Komisi III DPR RI, Selasa (19/11).
ADVERTISEMENT
"Gampang sekali kalau mau menangani yang kayak gitu, tapi, kan, apa manfaatnya? Bahkan saya melihat ya kasihan kalau harus ditindak," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, lanjutnya, untuk level berikutnya yakni orang yang melakukan korupsi karena tamak dan serakah.
"Level yang kedua ada yang greedy. Kalau yang greedy ya suka tidak suka ya harus dilakukan penanganan seperti yang selama ini dilakukan oleh aparat penegak hukum," papar dia.
Agus Joko
Capim Agus Joko Sorot Perhitungan Kerugian Perekonomian Negara: Harus Nyata
Capim KPK Agus Joko Pramono menjalani fit and proper test di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Calon pimpinan (Capim) KPK Agus Joko Pramono memberikan pandangannya terkait perhitungan kerugian negara dan kerugian perekonomian negara dalam kasus dugaan korupsi. Keduanya merupakan dua hal yang berbeda.
Hal itu disampaikannya saat menjalani fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11).
ADVERTISEMENT
Agus merupakan mantan Wakil Ketua BPK. Dalam fit and proper test itu, ia menjelaskan bahwa lembaga yang sempat ditempatinya tak memiliki standar pemeriksaan keuangan negara yang cukup untuk melakukan perhitungan kerugian perekonomian negara.
Oleh karenanya, ia menekankan bahwa perhitungan kerugian perekonomian negara dalam kasus korupsi haruslah nyata dan pasti.
"Karena satu hal, kerugian perekonomian negara itu harus dalam kacamata kami kerugian negara itu harus nyata dan pasti. Sudah terjadi dan dapat diukur," kata dia di hadapan Komisi III DPR RI, Selasa (19/11).
Ia kemudian menjelaskan bahwa maksud sudah terjadi dan dapat diukur itu yakni dilakukan dengan cara yang andal.
"Dalam arti sudah terjadi dan dapat diukur dengan cara yang andal. Andal itu artinya metodologinya tetap, siapa yang punya metodenya tetap, keterjadiannya di mana pun tetap," paparnya.
ADVERTISEMENT
"Tetapi saya lihat APH sekarang sedang mengembangkan metodologi perhitungan [kerugian] perekonomian negara," imbuh dia.
Lebih lanjut, Agus mengusulkan perhitungan kerugian perekonomian negara tersebut perlu ditentukan model dan standarnya.
"Saya mengusulkan penghitungan kerugian perekonomian negara adalah menghitung kerugian berkurangnya nilai dari aset negara yang belum tercatat," ucap dia.
"Tetapi tetap harus dibuat model dan standardisasi. Silakan organisasi mana yang membuat itu. Yang jelas BPK belum," sambungnya.
Agus juga sempat mengungkapkan bahwa dirinya pernah menolak perhitungan kerugian perekonomian negara dalam kasus kebakaran hutan di Riau.
Hal itu juga lantaran institusinya belum memiliki standar dalam perhitungannya.