Serba-serbi FPT Capim KPK Hari Pertama: Soroti Masalah Internal-'Gatot Kaca'

19 November 2024 7:55 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Poengky Indarti menjalani sesi pendalaman dalam fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR RI, Senin (18/11/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Poengky Indarti menjalani sesi pendalaman dalam fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR RI, Senin (18/11/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Setyo Budiyanto
Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Pertanian (Kementan), Komjen Polisi Setyo Budiyanto, mengungkap salah satu celah penindakan korupsi yang tidak tuntas yang dilakukan oleh KPK. Celah tersebut yakni tidak ada tindak lanjut dari lembaga antirasuah usai melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan oleh Setyo saat menjalani fit and proper test calon pimpinan KPK di Komisi III DPR RI, Senin (18/11) siang.
"Yang perlu dilakukan adalah perbaikan sistem paska-penindakan, kami mengalami di Kementerian Pertanian itu dilepas begitu saja, tidak ada KPK masuk paska-adanya penindakan," kata Setyo di hadapan Komisi III DPR RI.
Calon Pimpinan (Capim) KPK Setyo Budianto mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Setyo tidak menjelaskan kasus apa yang dilepas seperti itu di Kementan. Namun salah satu yang paling mencolok adalah pengusutan kasus eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) terkait pemerasan dan juga suap.
Menurut Setyo, seharusnya setelah melakukan penindakan, KPK bisa melakukan perbaikan sistem di internal lembaga yang disasar.
"Kami berharap seharusnya dari KPK itu masuk melakukan perbaikan sistem, harapan kami seharusnya ada dari Kedeputian Pencegahan dan Monitoring dan Kedeputian Korsup melakukan perbaikan sistem pasca-dilakukannya penindakan," kata Setyo.
ADVERTISEMENT
"Kalau ini dilakukan harapan kami perbaikan dilakukan dan itu akan mempengaruhi sistem yang ada di Kementerian-kementerian," sambungnya.
Setyo yang pernah menjabat Direktur Penyidikan KPK ini mengungkap pernah ada kepala daerah di daerah yang sama di-OTT oleh lembaga antirasuah hingga berkali-kali, karena diduga tidak adanya perbaikan ini.
Capim Setyo: Pimpinan KPK Merasa Tinggi, Tak Mau Ketemu Jaksa Agung-Kapolri
Calon Pimpinan (Capim) KPK Setyo Budianto mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Menurut Setyo, pimpinan lembaga antirasuah kerap tak ingin menjalin koordinasi dengan pemimpin penegak hukum lain, yakni kepolisian dan kejaksaan.
Mulanya, Setyo menyebut tak terjadi komunikasi yang baik antara pimpinan KPK dengan lembaga lain. Menurutnya, KPK telah menjalankan tugasnya dalam koordinasi lewat Kedeputian Koordinasi dan Supervisi.
Namun, muncul permasalahan yang sebenarnya merupakan hal sepele dan bisa diselesaikan dengan komunikasi antar pimpinan. Namun hal tersebut justru tidak bisa terjadi.
ADVERTISEMENT
"Yang sering kali terjadi, permasalahannya adalah ini timbul permasalahan karena sering kali ada hal-hal yang sifatnya nonteknis. Banyak permasalahan yang sifatnya, akhirnya, tidak berjalan dengan baik," kata dia dalam fit and proper test di DPR RI, Senin (18/11).
"Di lapangan sering kali terkendala, terkendalanya adalah karena hal-hal sepele. Ada ego sektoral, kemudian kurang koordinasi. Sebenarnya, ini bisa diselesaikan manakala antara pimpinan itu bisa komunikasi," jelas dia.
Setyo kemudian mengeluhkan pimpinan KPK yang merasa tinggi dan justru tidak mau bertemu dengan Jaksa Agung dan Kapolri.
"Sering kali pimpinan menganggap bahwa merasa tidak perlu ketemu. Terutama pimpinan di level KPK. Menganggap mungkin karena levelnya sudah terlalu tinggi, tidak mau ketemu dengan Jaksa Agung, tidak mau ketemu dengan Kapolri. Menganggap yang perlu bertemu adalah level deputi," bebernya.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, lanjut dia, koordinasi dengan kejaksaan dan kepolisian juga menjadi terhambat karena ulah pimpinan KPK sendiri.
Capim Setyo Ungkap Ada Lift Khusus Pimpinan KPK: Akan Saya Ubah, Tak Perlu
Komjen Polisi Setyo Budiyanto mengungkap persoalan minimnya interaksi antar pimpinan dengan pegawai di lembaga antirasuah. Bahkan, Setyo mengungkap pimpinan KPK punya lift khusus di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan.
Hal tersebut disampaikan oleh Setyo dalam fit and proper test (FPT) di Komisi III DPR RI, Senin (18/11). Mulanya, Setyo berharap bahwa pimpinan KPK bisa betul-betul kolektif kolegial.
"Kami berharap bahwa pimpinan betul-betul kolektif kolegial, tidak ada lagi, istilahnya 3-2, 4-1 (sikap saat ambil keputusan). Tapi betul-betul kolektif kolegial itu betul-betul maksimal," kata Setyo.
ADVERTISEMENT
"Kami meyakini bahwa dengan kolektif kolegial, dengan maksimal sejauh ini ini akan menjadi kekuatan, kemudian integritas yang diperlukan," sambungnya.
Setelah membahas kolektif kolegial itu, Setyo kemudian menyinggung soal lift pribadi pimpinan KPK.
"Integritas yang diperlukan oleh pimpinan ini bahkan kalau perlu di KPK itu ada lift VIP yang jadi jalur pimpinan. Kalau perlu ini akan diubah. Nah itu berlaku umum saja, jadi ndak perlu lagi ada jalur VIP yang untuk pimpinan saja," kata mantan Direktur Penyidikan KPK ini.
"Selama ini pimpinan itu turun di basement. Kemudian masuk di lift VIP, sampai di lantai 15 dan tidak pernah bertemu dengan pegawai, tidak pernah berinteraksi dengan pegawai, kemudian pulang juga seperti itu," sambungnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi menurut saya hubungan dengan pegawai sangat jarang sekali. Melalui lift yang biasa komunikasi dengan pegawai akan lebih bagus," pungkasnya.
Poengky Indarti
Capim Poengky: Ada Pimpinan KPK Jadi Tersangka Pemerasan, Ini Sangat Memalukan
Calon Pimpinan (Capim) KPK Poengky Indarti mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Eks Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, menyebut integritas pimpinan KPK menjadi faktor yang penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap KPK. Ia lalu menyinggung kasus yang menjerat eks Ketua KPK, Firli Bahuri.
"Karena integritas pimpinan, mohon maaf, ini yang seharusnya bisa nomor satu gitu ya, tetapi integritasnya malah bermasalah sehingga diperiksa kode etik," kata Poengky saat fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR RI, Senin (18/11).
"Bahkan ada pimpinan yang menjadi tersangka dalam kasus tindak pidana pemerasan. Ini kan sangat memalukan," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Hal ini yang lantas merusak kepercayaan publik terhadap KPK. Untuknya, perlu ada perbaikan ke depan untuk mengembalikan marwah KPK.
"Dengan integritas yang tinggi, maka mereka akan tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan yang justru akan memalukan diri mereka sendiri dan mempermalukan institusi," ungkap Poengky.
"Ini sudah cukup saat ini KPK berada di titik nadir, kita harus bersama-sama memperjuangkan KPK untuk berada di atas kembali," lanjut dia.
Firli Bahuri merupakan tersangka kasus pemerasan terhadap SYL. Dia disebutkan telah memberikan uang Rp 1,3 miliar kepada SYL, hal ini pun dibenarkan oleh SYL.
Capim Poengky: KPK Harus Awasi Pasca-Pemilu, Ada Potensi Kebocoran Anggaran
Calon Pimpinan (Capim) KPK Poengky Indarti mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Poengky Indarti, menyebut KPK harus melakukan pengawasan ketat pasca-Pemilu 2024. Sebab, pada pemerintahan yang baru, dikhawatirkan terjadinya kebocoran anggaran.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Poengky saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR RI, Senin (18/11).
"Komisi Pemberantasan Korupsi harus melakukan pengawasan pasca-dilaksanakannya pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, karena dengan adanya pemerintahan yang baru dikhawatirkan atau berpotensi adanya kebocoran anggaran yang dilakukan oleh para pemangku kebijakan yang baru," kata Poengky.
Poengky melanjutkan, potensi kebocoran anggaran ini bisa terjadi karena belum adanya pemahaman dari para pejabat yang baru.
"Sehingga kemudian ketika melaksanakan kebijakan ada kekeliruan-kekeliruan di sana-sini," imbuh dia.
Oleh karenanya, Poengky berujar, KPK harus selalu melakukan pemantauan, terutama di daerah yang dianggap rawan korupsi. Termasuk pada daerah otonomi baru, seperti di Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya.
ADVERTISEMENT
Wilayah daerah otonomi baru ini, menurut Poengky, perlu mendapatkan perhatian lebih. Sebab, lokasinya yang sulit dijangkau ditambah sumber daya manusianya yang masih perlu peningkatan.
KPK Kalah Praperadilan Lawan Paman Birin, Capim Poengky: Sangat Memalukan
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Frederik Kalalembang, menyinggung dikabulkannya gugatan praperadilan eks Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor alias Paman Birin. Dengan gugatan itu, status Paman Birin sebagai tersangka di KPK gugur.
Frederik lantas meminta pandangan dari calon pimpinan (Capim) KPK, Poengky Indarti, terkait hal tersebut.
"Seperti yang baru-baru terjadi kasus praperadilan Gubernur Kalsel, kita tau bahwa KPK sudah menetapkan tersangka pada gubernur, dan kemudian tentunya dengan penetapan tersangka ini sudah mencukupi 2 alat bukti. Itu menurut KPK," kata Frederik dalam fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR RI, Senin (18/11).
ADVERTISEMENT
"Apa pendapat Ibu dengan menangnya tersangka di praperadilan ini mengugurkan bahwa KPK ini kurang fokus pada pekerjaannya?" tanya Frederik ke Poengky.
Menanggapi pertanyaan itu, Poengky menganggap kalahnya KPK dalam praperadilan tersebut merupakan hal yang memalukan.
"Terkait dengan pertanyaan Gubernur Kalimantan Selatan bisa bebas ya, praperadilannya kalah KPK. Saya rasa ini sangat memalukan," ujar Poengky.
Sebab, Poengky menilai, dalam praperadilan semestinya KPK bisa menggunakan pembelaan-pembelaan terbaiknya. Karenanya, hal ini perlu dievaluasi agar tak terulang lagi.
Fitroh Rohcahyanto
Capim Fitroh Usul Sistem 'Idola' dan 'Gatot Kaca' untuk Benahi KPK, Apa Itu?
Calon pimpinan KPK Fitroh Rohcahyanto menjawab pertanyaan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Calon Pimpinan (Capim) KPK Fitroh Rohcahyanto menawarkan konsep kerja untuk KPK dalam memberantas korupsi. Konsep tersebut bernama IDOLA dan GATOT KACA.
ADVERTISEMENT
Hal itu dipaparkan Fitroh dalam uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (18/11).
Mulanya, ia memaparkan konsep IDOLA yang digambarkan dalam bentuk piramida. IDOLA itu merupakan akronim yang mengandung lima sifat dan prinsip membenahi KPK.
"Nah, IDOLA itu saya gambarkan dalam sebuah piramid dari mulai dasar dan puncak. Dimulai dari sebuah huruf I. Fundamennya sebuah sistem kalau ingin bebas dari korupsi, maka harus didasarkan pada integritas. Termasuk semua lembaga, bahkan termasuk lembaga KPK," kata Fitroh.
Prinsip kedua, yakni Dedikasi. Ia menyebut, konsep dedikasi yakni tindakan pengorbanan dalam bentuk tenaga, pikiran serta waktu.
Prinsip ketiga, yakni Objektif. Menurut dia, penerapan prinsip itu dinilai sangat sulit, apalagi dalam konteks penanganan perkara.
ADVERTISEMENT
"Karena objektif itu mampu berpikir secara jernih tanpa adanya kepentingan apa pun," bebernya.
Prinsip berikutnya, yakni Loyalitas. Prinsip tersebut juga dinilai sangat penting. Menurutnya, tanpa loyalitas maka capaian tertinggi kata adil akan sulit dicapai.
"Oleh karenanya kemudian puncaknya adalah, sesungguhnya adalah menciptakan sebuah kata adil. Adil untuk siapa? Tentu adil untuk semua lapisan masyarakat sebagai tujuan bernegara," kata dia.
Untuk menciptakan sebuah sistem IDOLA itu, Fitroh juga menawarkan pola kerja Gatot Kaca yang merepresentasikan KPK. Pola kerja Gatot Kaca yang ditawarkannya itu juga mesti bersinergi dengan lima unsur, yang disebutnya sebagai Pandawa Lima.
"Sesungguhnya ketika saya mau memaparkan ini, saya punya angan-angan ini konsep kerja KPK harusnya Gatot Kaca, tapi ada tambahannya. Gatot Kaca Mesra," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Mesra dengan siapa? Dengan Pandawa Lima. Siapa itu Pandawa Lima? Arjuna, Yudhistira, Bima, Nakula, Sadewa," lanjutnya.
Ia pun menjelaskan unsur-unsur yang dimaksudnya dalam Pandawa Lima tersebut. Kepolisian diibaratkan Arjuna. Menurut Fitroh, karakternya adalah sebagai pelindung.
Kemudian, Kejaksaan selaku Yudhistira yang memiliki karakter bijaksana. Lalu, karakter Bima, yang merupakan karakter Dewa Angin. Karakter itu, sambung dia, merupakan karakter yang bisa masuk ke semua lini. Dalam hal ini, unsur itu merupakan PPATK.
Kemudian, Nakula-Sadewa, yang merupakan saudara kembar yang memiliki karakter teliti. Dalam hal ini, Fitroh menyebut unsur tersebut adalah BPK dan BPKP.
"Mesra dalam arti bersinergi. Tapi Gatot Kaca sendiri itu punya arti, apa itu? Kalau bicara pelayanan publik, maka yang sangat diperlukan dan utama adalah gercep atau gerak cepat. Ini sangat penting ini. Kemudian, harus juga 'tot', totalitas," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Ia juga memaparkan akronim KACA dalam konsep Gatot Kaca tersebut. KACA berarti Komprehensif, Adaptif, Cerdas, dan Amanah.
"Tetapi juga harus komprehensif, dan yang terpenting adaptif, mampu mengikuti perkembangan zaman, perkembangan sekarang sangat cepat. Dan juga diperlukan cerdas, sempurna akal pikirnya. Dan yang terpenting menurut saya adalah amanah. Nah ini puncaknya adalah di amanah, dapat dipercaya," tutur Fitroh.
Dalam konsep yang ditawarkannya tersebut, Fitroh menekankan sudah mencakup semua sifat yang mengandung prinsip kebenaran.
"Tentu semua ini sudah masuk semua sifat-sifat prinsip-prinsip kebenaran di sana. Ada sifat kejujuran di sana, bertanggung jawab, punya keberanian. Ini konsep yang saya tawarkan secara singkat," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
"Kemudian saya melihat kenapa sinergi tadi saya menyebut tentang mesra? Mesra itu sesungguhnya saya memaknai dalam mencegah dan menindak korupsi harus S, harus Sinergi, tetapi mengutamakan R, recovery asset. Dan yang terpenting adalah akuntabel. Nah itu saya gambarkan itu, konsep kerja KPK mestinya seperti itu," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Capim Fitroh: Pungli Rutan KPK Memalukan, Perlu Ada Keteladanan dari Pemimpin
Fitroh Rohcahyanto mengikuti rapat pemilihan dan penetapan Capim KPK di Komisi III DPR, Senin (18/11/2024). Foto: Youtube/Komisi III DPR RI Channel
Fitroh Rohcahyanto menyinggung sejumlah permasalahan yang akhir-akhir ini dihadapi KPK. Fitroh merupakan eks Direktur Penuntutan KPK.
Ia memutuskan mundur dari lembaga antirasuah usai mengabdi selama 11 tahun. Fitroh pun memilih kembali ke institusi asalnya yakni Kejaksaan Agung (Kejagung).
Saat menjalani fit and proper test di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (18/11), ia pun memaparkan sejumlah permasalahan yang dihadapi KPK. Ia menyinggung kasus pungutan liar Rutan KPK yang dinilainya memalukan.
"Hari-hari terakhir ini KPK banyak masalah, mulai dari pimpinannya yang terlibat pelanggaran etika. Kemudian ada salah satu penyidik yang terlibat suap, bahkan yang sangat memalukan mengenai suap di Rutan," kata dia di hadapan Komisi III DPR RI, Senin (18/11).
ADVERTISEMENT
Adapun dalam perkara pungli Rutan ini, ada 15 pegawai Rutan KPK yang didakwa melakukan pungutan liar kepada para tahanan. Nilai totalnya hingga Rp 6,3 miliar.
Para tahanan diminta untuk menyetorkan Rp 5-20 juta setiap bulannya melalui "Korting". Baik secara tunai maupun melalui transfer.
Ada konsekuensi bagi para tahanan yang menolak memberikan uang atau telat menyetorkan uang bulanan, yakni ada tindakan yang dilakukan oleh Petugas Rutan KPK kepada para tahanan. Hingga saat ini, kasus tersebut masih bergulir di persidangan.
Ia pun menekankan bahwa saat masih di KPK, kasus serupa tak pernah ada. Oleh karenanya, Fitroh menyebut bahwa perlunya ada keteladanan pemimpin.
Michael
Capim KPK Michael: Saat Ini Laporan LHKPN Hanya Formalitas
Michael Rolandi Cesnanta Brata. Foto: Siti Nurhaliza/ANTARA
Calon Pimpinan (Capim) KPK, Michael Rolandi Cesnanta Brata, menyebut penyampaian Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) belakangan ini hanya menjadi formalitas semata.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Michael saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR RI, Senin (18/11).
"Saat ini dirasakan penyampaian LHKPN itu hanya formalitas ketika tanggal 31 Maret disampaikan, tetapi tidak isi kualitas penyampaiannya itu menjadi penilaian dalam hal kualitas apa yang dilaporkan," kata Michael.
Karenanya, Michael menilai, perlu ada peningkatan yang dilakukan dalam penyampaian LHKPN tersebut. Namun ia tak menjelaskan lebih lanjut peningkatan apa yang dimaksud.
Di sisi lain, Michael melanjutkan, upaya pencegahan korupsi perlu diperkuat. Salah satu caranya dengan memanfaatkan teknologi agar bisa mendeteksi jika terjadi penyimpangan.
"Mendorong terciptanya deteksi dini dengan menyiapkan tools aplikasi yang dapat dijadikan mekanisme kontrol dalam pengelolaan di daerah, instrumen di daerah kita masih belum mempunyai sistem informasi yang terintegrasi," paparnya.
ADVERTISEMENT
"Lalu di langkah berikutnya adalah memasukkan pendidikan antikorupsi dalam kurikulum sekolah dan universitas untuk membentuk generasi yang berintegritas. Ini adalah masuk dalam tugas KPK menyelenggarakan pendidikan di berbagai jenjang," tambah dia.