Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Aksi demo menolak Omnibus Law pada Kamis (8/10) berbuntut panjang. polisi melakukan penangkapan terhadap sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam kerusuhan itu.
ADVERTISEMENT
Ketua Koalisi Aksi menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan, Hairi Amri, adalah tokoh KAMI yang pertama ditangkap polisi. Hairi ditangkap karena menyuplai logistik terhadap para pedemo.
“Mengamankan Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) An Hairi Amri yang diketahui penyuplai logistik," kata Kapolda Sumut, Irjen Pol Martuani Sormin, dalam paparannya kepada Forkopimda Sumut dan perwakilan buruh di Rumah Dinas Gubernur Edy Rahmayadi, Senin (12/10).
Martuani mengatakan, ada tiga orang yang ditangkap Polda Sumut. Namun ia tidak membeberkan identitas dua pelaku lain yang ditangkap.
"Untuk orang-orang yang menyerukan ujaran kebencian, ajakan untuk melakukan anarkistis (vandalistis, red). Ajakan untuk melakukan penjarahan. Kebetulan nama grup itu menamakan Grup KAMI Medan,” ucap Martuani.
Martuani menambahkan, tiga orang itu langsung dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.
Bareskrim Tangkap 8 Petinggi KAMI
Setelah penangkapan Ketua KAMI Kota Medan, Bareskrim Mabes Polri mengumumkan penangkapan delapan petinggi KAMI. Pertama, dimulai dari Syahganda Nainggolan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan surat penangkapan yang beredar, Syahganda ditangkap di Tebet Barat Dalam, Jakarta Selatan. Dari informasi yang dihimpun kumparan, penangkapan tersebut berlangsung pada Senin (12/10) malam.
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono, mengatakan selain Syahganda, ada tujuh orang lain dari KAMI yang ditangkap. Mereka ditangkap oleh Cyber Bareskrim.
"Yang ditangkap siber Bareskrim ada di Medan dan Jakarta (total 8)," kata Awi.
Berikut identitas 8 orang petinggi KAMI yang diamankan:
KAMI Medan:
Juliana
Devi
Khairi Amri
Wahyu Rasari Putri
KAMI Jakarta:
Anton Permana
Syahganda Nainggolan
Jumhur Hidayat
Kingkin Anida
Syahganda Nainggolan Ditangkap karena Diduga Sebar Hoaks
Dalam surat penangkapan yang beredar, Syahganda ditangkap karena diduga menyebarkan hoaks dan kebencian di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Syahganda dinilai tahu jika kabar yang disebarkan merupakan kabar bohong. Kabar bohong itu diduga berisi ujaran kebencian dan SARA melalui media sosial Twitter.
Dia dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 dan 2 dan atau Pasal 15 KUHP, dan atau Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
Syahganda yang juga Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC) bukanlah orang baru dalam politik Indonesia. Sejak menjadi mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan aktivis di era 80-an, Syahganda Nainggolan dikenal cukup vokal menentang kebijakan pemerintah.
Tindakannya yang menentang pemerintah berdampak pada perkuliahannya. Ia juga pernah dipenjara selama 10 bulan oleh rezim orde baru yang menyebabkan dia di-DO dari ITB.
ADVERTISEMENT
Di era pemerintahan SBY, Syahganda memutuskan bergabung dengan PPP. Di masa ini, ia sempat merasakan duduk sebagai dewan komisaris di Pelindo II.
Meski begitu, ia masih memiliki keinginan untuk menjadi caleg dan kembali mencalonkan diri, maju bersama Partai Golkar. Selama pemerintahan SBY ini pula, ia mendirikan Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC).
Isu miring juga sempat menerpa Syahganda. Dia dikaitkan dengan akun twitter kontroversial @Triomacan2000, yang kerap mengkritik kebijakan pemerintah dan sejumlah isu kontroversial lainnya. Namun ia berkali-kali membantah tudingan tersebut.
Sekilas Mengenai Jumhur Hidayat dan Anton Permana
Jumhur Hidayat ditangkap polisi pada Selasa (13/10) pagi. Padahal ia baru saja keluar dari rumah sakit.
Ketua Komite Eksekutif KAMI, Ahmad Yani, mengatakan, Jumhur baru saja menjalani operasi empedu. Ia juga mengaku tidak tahu mengapa Jumhur dan tujuh petinggi KAMI lainnya ditangkap.
ADVERTISEMENT
"Pukul 07.00 WIB pagi, Pak Jumhur baru keluar dari RS. Pak Jumhur ini baru operasi besar, dua minggu dia di RS dioperasi baru beberapa hari lalu dia keluar (RS). Pagi tadi diambil. Kita tidak tahu motif apa Pak Jumhur juga diambil (ditangkap) itu," kata Yani.
Sama seperti Syahganda, pada 5 Agustus 1989, saat Jumhur masih berstatus sebagai mahasiswa Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB), pernah ditangkap setelah menggelar aksi menentang kedatangan Menteri Dalam Negeri Rudini di depan kampus ITB.
Jumhur ditangkap bersama beberapa kawannya, yaitu Mochammad Fadjroel Rachman --yang saat ini menjadi jubir Presiden Jokowi, Arnold Purba, Supriyanto alias Enin, Amarsyah, dan Bambang Sugiyanto Lasijanto.
Tak hanya dijebloskan ke penjara, Jumhur 'dipecat' dari ITB bersama 8 mahasiswa lainnya yang ikut aksi demo. Hal ini merupakan sejarah baru dari pergerakan mahasiswa melawan penguasa yang sebelumnya belum pernah terjadi.
ADVERTISEMENT
Yani mempertanyakan dasar penangkapan Jumhur Hidayat. Menurutnya, selama ini Jumhur masih fokus untuk pengobatan seusai operasi.
“Makanya kita tidak tahu perbuatan apa yang dipersangkakan dan pasal apa yang dikenakan,” ujar Yani.
Sedangkan Anton Permana sudah sering mengkritisi pemerintah Jokowi. Ia cukup aktif menuliskan opini-opininya yang kontroversial di berbagai media.
Contoh tulisannya berjudul 'Bubarkan BPIP, Waspada Penyebaran Pancasila Cita Rasa Komunis' yang dimuat di beberapa media daring.
Salah satu hal yang membuat tulisan tersebut viral adalah karena Anton mencantumkan dirinya sebagai alumnus Lembaga Ketahanan Nasional RI atau Lemhannas. Ia memang merupakan salah satu alumnus Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LVIII 2018.
Lemhannas sudah menjelaskan terkait tulisan tersebut. Menurut Biro Humas Settama Lemhannas RI, tulisan Anton tentang BPIP merupakan pemikiran pribadi dan tidak ada hubungannya dengan Lemhannas sebagai institusi.
ADVERTISEMENT
Selain aktif menulis, selama empat bulan terakhir, Anton rajin mengunggah video di channel YouTube pribadinya. Video-video tersebut kerap berisi kritik hingga pendapatnya terkait isu-isu terkini, termasuk kegiatannya di KAMI.
Ia juga tercatat sebagai salah satu pengurus di Forum Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri ABRI (FKPPI) Kota Batam. Dalam kurun waktu 2016 hingga awal 2017, di bawah kepemimpinan Anton, sudah ada 92 kegiatan yang digelar FKPPI Kota Batam selama 16 bulan.
5 Petinggi KAMI Ditahan
Bareskrim Mabes Polri juga sudah melakukan penahanan terhadap lima petinggi KAMI. Mereka ditahan setelah menjalani pemeriksaan 1x24 jam.
"Yang dari Medan ditahan semua,” kata Awi.
Awi menuturkan, pihaknya juga menahan satu petinggi kami bernama Kingkin Anida yang ditangkap Sabtu (10/10). Sehingga yang ditahan terdapat 5 orang.
ADVERTISEMENT
“KA itu ditangkap di Tangerang. Pemeriksaan sudah 1x24 jam. Jadi ditahan,” kata Awi.
Berikut Lima Petinggi KAMI yang Ditahan
KAMI Medan:
ADVERTISEMENT
Juliana
Devi
Khairi Amri
Wahyu Rasari Putri
KAMI Jakarta:
Kingkin Anida
4 Petinggi KAMI asal Medan Punya Grup WhatsApp Diduga Rancang Demo Ricuh
Terkait dengan petinggi KAMI dari Medan, Awi mengatakan, mereka memiliki grup WhatsApp. Dalam grup WhatsApp tersebut, terjadi dialog antar-petinggi KAMI dan diduga menjadi ajang tempat merancang kericuhan.
"Kalau membaca WhatsApp-nya ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarki (kerusuhan, red) itu mereka masyarakat yang tidak paham betul, gampang tersulut,” kata Awi.
Awi menuturkan, pihaknya tak pernah menargetkan petinggi KAMI. Namun, kata dia, kondisi di lapangan justru menunjukkan fakta bahwa 8 pelaku yang diamankan menimbulkan ujaran kebencian hingga SARA.
Polisi Juga Tangkap 3 Simpatisan KAMI di Bandung
Selain menangkap delapan petinggi KAMI, polisi menangkap tiga simpatisan di Bandung. Mereka berinisial DR, DH dan CH.
ADVERTISEMENT
Kabid Humas Polisi Daerah Jabar, Kombes Erdi A. Chaniago, mengatakan, mereka ditangkap karena melakukan penganiayaan dan penyekapan terhadap seorang anggota polisi yakni Brigadir A.
"Jadi, pelaku teridentifikasi pekerjaannya, satu, buruh, dan dua, swasta," kata Erdi.
Dalam kasus ini, tiga pelaku dijerat Pasal 170 dan 351 dengan ancaman hukuman penjara di atas dari 5 tahun.
Aksi penganiayaan itu bermula saat korban hendak mengecek ke dalam sebuah bangunan di Jalan Sultan Agung yang diduga jadi tempat pelarian pedemo rusuh. Ketika itu, korban mengecek menggunakan pakaian preman.
Ketika hendak keluar dari dalam bangunan, pintu ditutup dan diyakini terjadi tindak penganiayaan. Korban dianiaya pada bagian kepalanya dengan menggunakan sekop.
Koordinator Lapangan Posko Kesehatan KAMI Jabar, Robby Win Kadir, mengatakan, tiga tersangka yang kini ditahan di Polda Jabar itu merupakan simpatisan KAMI.
ADVERTISEMENT
"Dia simpatisan, tapi anggota KAMI ini bisa dalam bentuk organisasi atau perorangan yang bersimpati terhadap KAMI dalam rangka kegiatan-kegiatan penyelamatan bangsa dan kemanusiaan," kata Robby.
Robby mengatakan, KAMI juga memberikan bantuan hukum kepada tiga simpatisan itu. Bantuan hukum berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
KAMI Pastikan Akan Tetap Bersuara
Ahmad Yani memastikan penangkapan terhadap petinggi KAMI dan simpatisan itu tak akan mengurangi tekad KAMI untuk tetap menyuarakan aspirasi masyarakat.
"Penangkapan-penangkapan yang dilakukan tidak mengurangi tekad, niat KAMI sebagaimana telah dikemukakan Pak Gatot, Pak Din. Kita akan terus menyuarakan karena kita adalah gerakan moral yang berpijak pada kebenaran," kata Yani.
Yani menegaskan, KAMI merupakan gerakan moral yang dilindungi oleh konstitusi. Sehingga, ia menjamin niat KAMI tak akan kendur.
ADVERTISEMENT
Eks politikus PPP itu pun mengatakan, 3 deklarator KAMI yang ditangkap polisi merupakan aktivis ulung yang sudah terbiasa menghadapi hal serupa sejak Orde Baru.
"Dan orang-orang yang ditangkap itu kan sudah terbiasa sejak zaman Orba dulu, bukan anak baru kemarin, bukan aktivis baru" ucap Yani.
Yani juga tidak ingin menyimpulkan penangkapan itu sebagai kriminalisasi. Namun, bila hal itu menjurus ke sana, KAMI akan melawan.
"Kita tak mau terlalu di awal, tapi kalau ada kriminalisasi kita akan lawan,” kata Yani.
Menurut Yani, barang bukti yang menjadi dasar kepolisian menangkap petingginya kurang kuat. Ia mencontohkan, twit dari Anton Purnama dianggap biasa saja dan tak mengandung unsur provokasi.
Yani lalu menyindir DPR yang lebih dulu mengesahkan Omnibus Law tanpa draft final. Ia menilai hal itulah yang justru berbahaya.
ADVERTISEMENT
“Jangan sampai kayak DPR juga, ya, mengesahkan Undang-undang tapi belum selesai,” tutup dia.