Serba-Serbi Pidato Megawati: Tambang, Palestina, Kapolri hingga KPK

31 Juli 2024 7:14 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri di Mukernas Perindo di Inews Tower, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri di Mukernas Perindo di Inews Tower, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri hadir pada mukernas Perindo di MNC Tower, Selasa (30/7). Pada kesempatan itu, ia berpidato panjang lebar.
ADVERTISEMENT
Megawati mengomentari sejumlah hal yang belakangan ini jadi sorotan publik. Ia sempat menyinggung soal kepemimpinan negara saat ini, penegakan hukum, Sukarno dan Suharto, Palestina, pengelolaan tambang hingga pencalonan Kamala Harris di pilpres Amerika Serikat (AS).
Berikut kumparan rangkum beberapa poin penting dari pidato Megawati tersebut:

Soal Kepemimpinan Negara, Pemimpin Poco-Poco hingga Kritik Indonesia Maju

Pada awal pidatonya, Megawati menyinggung soal pemimpin Indonesia yang sudah tak konseptual. Ia menyindir pemerintah, yang malah asyik poco-poco, berbeda dengan era Presiden Soekarno.
"Kita setelah merdeka arah panduan bagi bangsa ini tidak konseptual jadi mungkin pernah dengar sekarang kalau ada pemimpin malah jadi poco-poco," kata Megawati.
"Kalau ini jadi seperti ini, kalau ini jadi seperti ini, padahal kita negara dipertaruhkan pendiri bangsa sangat otentik tidak diminta atau meminta kemerdekaan, tapi dengan perjuangan luar biasa," tambah dia.
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas yang diikuti kabinet Indonesia Maju terkait bencana alam Gunung Ruang di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Lalu, ia juga mengkritik terkait visi Indonesia Maju yang dicanangkan presiden Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
"Saya bilang pada Pak Jokowi, kenapa sih mesti Indonesia Maju? Mbok ya sudah Indonesia Raya, itu yang diharapkan diinginkan oleh para pendiri kita," ujar Megawati.
Baginya, slogan Indonesia Raya sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana negara dan tujuan ke depannya.
"Saya sangat yakin bahwa kita adalah Indonesia Raya," ujar dia.

Soal Penegakan Hukum: Naga Merah-Naga Hijau di Kejaksaan, Nasib Hasto, dan Nasib PDIP

Megawati bercerita soal pengalamannya berkunjung ke Kejaksaan. Di situ, ia sempat ditanyai soal naga merah dan naga hijau.
"Tapi saya lucu waktu di kejaksaan, ini, tapi terakhir ini ada satu yang mau ditanyakan' 'ya silakan'. 'Ibu pernah lihat naga merah, naga hijau?'" ujar Megawati.
Ia pun bingung. Sambil sedikit tersenyum, Mega berkelakar soal ia datang untuk urusan politik bukan urusan binatang.
ADVERTISEMENT
"Loh kan saya jadi apa urusannya ya kan saya mestinya ditanya urusan politik, kok ini binatang sudah gitu naga lagi, betul loh ini bukan saya omong kosong," ujar dia.
Saat itu Mega mengaku jengkel. Posisi duduknya pun berubah.
"Terus saya sudah jadi mulai jengkel kan, ini sudah mulai aneh. Jadi saya kalau tadinya duduk enak gini, sekarang saya begini, terus saya bilang 'yang terhormat bapak yang menginterogasi saya, bapak sendiri sudah pernah lihat naga atau belum?' Hayo."
Sekertaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan keterangan kepada wartawan usai membuka pelatihan nasional tim pemenangan nasional PDIP untuk Pilkada 2024 di Hotel Seruni, Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/7/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Mega sendiri tak menjelaskan atau memberi petunjuk lebih lanjut dalam pidatonya, terkait naga-naga tersebut.
Selain naga-naga di Kejaksaan, Mega juga bicara soal nasib Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto terkait dugaan kasus hukum yang menyeret namanya. Ia bakal maju ke Kapolri, apabila Hasto ditangkap oleh penegak hukum.
ADVERTISEMENT
"Jadi saya bilang sama Hasto sudah enggak usah takut. Nanti kalau kamu diambil aku pergi ke Kapolri, saya bilang ke Kapolri gitu," kata Megawati.
"Coba Kapolri mau ngomong apa. Lho iyalah, enak aja. Masukin itu ke media," kata Megawati yang disambut tepuk tangan hadirin.
Kata Megawati, bila Hasto tak pernah melakukan kesalahan dia harus berani.
"Saya selalu mengajarkan kebenaran, kebenaran. Satyameva Jayate (kebenaran pasti menang)," katanya.
Lalu, ia juga menyinggung nasib partainya. Terlebih, selain Hasto, ada juga Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, alias Mbak Ita yang tengah berperkara dengan KPK.
Mbak Ita terjerat dugaan kasus korupsi di Pemkot Semarang. Bahkan, Mbak Ita sampai dicekal ke luar negeri. Ia merasa, PDIP tengah diincar oleh negara.
ADVERTISEMENT
"Kenapa kami diginikan, PDI Perjuangan, saya tanya ahli tata negara, pengacara, sebenarnya salahnya saya apa? Lho iya dong, coba, pikir," kata Megawati.
Ia sendiri yakin, negara sebetulnya mengincar dirinya. Maka, yang jadi sasaran adalah orang di sekelilingnya.
"Coba kalau bisa, tapi mau ngambil saya pada enggak berani. Lho iya lah, jadi sasarannya sekeliling saya, gitu loh," ucap Megawati.

Soal Pemilu: Pelaku TSM Tak Jantan hingga Jangan Proporsional Terbuka

Terkait penyelenggaraan pemilu, Megawati menyinggung terkait kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Katanya, ada pelaku TSM yang tak jantan.
"Lah sekarang makanya saya nanya kok PDI Perjuangan warga negara yang sah apa enggak. Kenapa kok boleh ikut pemilu, nah tapi setelah itu ada TSM, enggak ngaku lagi," kata Megawati.
ADVERTISEMENT
"Mbok ya jantan gitu loh. ya harusnya jantan dong," tegasnya.
Megawati tak menyebut nama. Namun yang jelas, hal seperti kecurangan TSM itu berbahaya bagi persatuan bangsa.
Ia juga menceritakan kunjungannya ke KPU untuk membahas sistem pemilu proporsional tertutup.
Ilustrasi Gedung KPU RI. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
“Saya itu ke KPU dari kapan itu minta, jangan proporsional terbuka,” kata Megawati.
Adapun sistem proporsional tertutup yakni setiap partai menyajikan daftar kandidat dengan jumlah yang lebih dibandingkan jumlah kursi yang dialokasikan untuk satu daerah pemilihan atau dapil.
Sementara pemilih hanya akan memilih partai, bukan memilih dengan daftar calon secara terbuka.
Megawati menilai, sistem ini membuat caleg yang terpilih lebih berkualitas. Karena sudah lebih dulu dikurasi oleh partai.
“Saya kan mikir karena saya sama kalian sama, (memerlukan kader) untuk ada bicara di DPR tapi punya kualitas ini keadaan perpolitikan partai kita. Jadi mbok dipikirkan gitu loh bukan hanya untuk jadi saja, harus punya kualitas,” katanya.
ADVERTISEMENT

Soal Sejarah, Pertanyakan Pembangunan Soeharto dan Bela Soekarno

Tak hanya isu-isu terkini, Megawati juga membahas terkait sejarah bangsa. Ia mengkritik Soeharto, terutama terkait gelar Soeharto sebagai bapak pembangunan.
Ketua Umum PDIP ini mengatakan Soeharto adalah bapak pembangunan. Namun ia tidak melihat pembangunan apa yang ditinggalkan Suharto.
"Tentu kritik membangun. Beliau hanya dapat gelar bapak pembangunan tapi apa pembangunannya? Bagi kami pembangunan paling penting pembangunan mental bangsa bukan fisik," kata Megawati.
Soekarno dan Soeharto. Foto: AFP
Terkait Soeharto, Megawati juga mengaku menjadi korban dari beberapa kebijakan politik yang dijalankan Presiden RI ke-2 ini. Salah satunya de-sukarnoisasi. Yang mengecilkan peranan Sukarno pada pembangunan bangsa.
"Kami tidak boleh kuliah dengan tidak ada reason alasan, apa alasannya? Karena waktu itu beliau melakukan de-sukarnoisasi dan tidak mengerti saya kalau de-sukarnoisasi, so what? Apa yang akan dia tampilkan?" tambah dia.
ADVERTISEMENT
Lalu, Megawati berbicara soal ayahnya, Sukarno. Ia menegaskan, Sukarno bukan komunis.
“Apakah ndak malu ya, saya nanti disuruh ke Rusia karena mau dibuat patung Bung Karno, di Uzbekistan, gila saya bilang Indonesia sepertinya mau menterpurukkan dia (Sukarno),” kata Megawati.
“Hanya karena Bung Karno komunis dan sebagainya. Belajar! Apakah dia begitu atau tidak,” katanya.
Megawati menjelaskan ayahnya itu menganut paham nasionalis, bukan komunis seperti yang dituduhkan.
“Bukan (komunis), dia adalah nasionalis,” jelasnya.

Soal Pengelolaan Negara: Tambang, MPR dan UU TNI-Polri

Megawati juga menyoroti pengelolaan negara belakangan ini. Terutama soal izin mengelola tambang bagi organisasi massa.
"Lah kalau nanti terjadi juga mau diserang lagi karena negara kita ini memang luar biasa resources-nya, orang urusan tambang aja sekarang pada heboh. Woh mau nyari tambang, mau nyari tambang," kata Megawati.
ADVERTISEMENT
"Saya tuh sampai bilang sama teman-teman. makanno (pangano) tambang iku, nanti kalau sudah enggak ada beras terus piye," imbuh dia.
Menurutnya saat ini dunia juga sedang ketar-ketir terkait ketersediaan beras. Katanya, Indonesia harus ekstra waspada.
Ilustrasi Tambang Nikel Indonesia Foto: Masmikha/Shutterstock
"Apa negara sekarang kalau ndak percaya sama saya. Negara-negara yang impornya atau ekspor beras itu juga ketar-ketir, jadi mereka kemungkinan mungkin tahan (ekspor) karena buat negara mereka. Nah kita terus mencarinya ke mana," tutur dia.
Megawati juga menyoroti status Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ia menilai, MPR harus dikembalikan jadi lembaga negara tertinggi.
Menurutnya, masalah arah negara ini bisa diselesaikan jika dibahas oleh MPR selaku lembaga tertinggi. Ia menilai MPR sekarang terlalu banyak membahas masalah sepele.
ADVERTISEMENT
"Negara kita ini enggak jelas, makanya saya bolak-balik bilang MPR itu dijadikan lembaga tertinggi untuk rembuk masalah kebangsaan bukan cere-cere," kata Megawati.
"Tapi enggak ada yang mau, partai-partai enggak ada yang mau (balikan MPR jadi lembaga tinggi), yaudah, ya wis mau gimana, itu kan kebutuhan," tambah dia.
Berikutnya, ia menyinggung soal UU TNI-Polri. Ia tak setuju dengan wacana RUU TNI-Polri yang tengah bergulir di DPR RI.
Penerjun payung dari TNI dan Polri yang tampil saat HUT Bhayangkara ke-78 di Monas. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
“Kalau saya ngomong gini, Ibu Mega nggak setuju (RUU TNI-Polri) ya nggak setujulah,” kata Megawati tegas.
Presiden ke-5 RI itu heran mengapa RUU ini digulirkan. Sebab, di eranya dulu memimpin, ada Tap MPR Nomor VI/MPR/2020 untuk mengatur tentang pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mega melihat, RUU TNI Polri ini digulirkan untuk kembali menyetarakan kedua aparat negara itu.
“Kok sekarang disetarakan. Saya nggak ngerti maksudnya, apa, mbok nggak usah deh ini, ini, dulu,” kata Megawati.
“Sampai saya bilang gini kalau disetarakan artinya kalau AURI (TNI AU) punya pesawat berarti polisinya juga harus punya pesawat dong,” sambungnya.

Soal Isu Internasional: Bahas Palestina dan Endorse Kamala Harris

Megawati mengatakan, rakyat Indonesia harus bangga dan paham dengan sejarah. Hal ini penting agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan seperti di Palestina yang hancur karena diserang Israel.
"Inilah mental bangsa kalian itu harus jaga, kalau tadi ada Indonesia Raya harus abadi saya sangat setuju. Kebayang enggak sekarang kita lihat dalam ilmu geopolitik banyak sekali bangsa yang istilahnya kehilangan tempat tanah air, terpecah belah itu, seperti Palestina," kata Megawati.
ADVERTISEMENT
Megawati prihatin dengan apa yang menimpa Palestina. Ia berharap PBB bisa menerima keanggotaan Palestina sehingga menjadi negara berdaulat.
Wakil Presiden AS dan calon presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris di markas kampanyenya di Wilmington, Delaware, AS, Senin (22/7/2024). Foto: Erin SCHAFF / POOL / AFP
"Sekarang mudah-mudahan sudah diterima di PBB, dan bisa dijadikan sebuah anggota tetap," ucap dia.
Sementara itu, ia juga turut berbangga dan senang saat Kamala Harris jadi jagoan partai Demokrat usai Joe Biden mengundurkan diri sebagai kandidat capres.
Ia pun menyatakan dukungan terbuka kepada Kamala Harris.
“Ini sementara tapi belum diputuskan, itu kan ibu Kamala Harris itu kan sudah saya seneng loh, ayo ibu-ibu dukung dia lho," kata Megawati.
Ia bahkan mengaku telah mengirim surat dukungan untuk wakil Joe Biden itu.
“Iya saya sudah kirim surat, saya bilang saya, ini apa namanya, dukung kita. Saya seneng banget istilahnya kalau kamu nanti jadi, jadi, jadi saya enggak kesepian [ada presiden perempuan],” tuturnya.
ADVERTISEMENT

Soal Pengkianatan Yudas Iskariot pada Yesus: Jangan Dibilang Ibu Nyindir

ADVERTISEMENT
Selain soal-soal negara, penegakan hukum dan isu internasional, Megawati juga berbicara terkait pengkhianatan Yudas Iskariot pada Yesus.
Ia tahu cerita itu, karena mempelajari Injil sebagai bagian dari rukun iman Islam. Ini adalah pesannya, sebagai kerangka besar hubungan antar umat manusia.
"Tapi ada, kan, yang pengkhianat yang namanya Yudas Iskariot. Betul apa ndak? Jadi ngomong saya bukan provokator, ini pembelajaran agama. Kok, bisa? Saya, kan, belajar Injil. Saya, kan, agama Islam, karena apa? Di rukun iman kita itu harus percaya kepada kitab-kitabnya, kepada para nabi jadi bukan artinya hanya sama Al-Quran. Saya baca Injil, oh kayak gini, ya. Tapi juga sejarahnya," ungkapnya.
Pengunjung melihat lukisan The Last Supper di pameran ‘Leonardo Opera Omnia’ di Museum Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (5/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Megawati mengatakan, Yudas Iskariot akhirnya mengkhianati Yesus Kristus karena diiming-imingi 11 keping perak oleh pemerintahan pada masa itu. Meski, pada akhirnya Yudas Iskariot merasa bersalah dan mengakhiri hidupnya.
ADVERTISEMENT
"Kan, Nabi Yesus itu hanya namanya dikenal, orangnya yang mana? Jadi waktu itu kalangan pemerintah mau tahu. Nah, termakan lah Yudas dengan 11 keping perak, bukannya emas loh. Tapi akhirnya bunuh diri. Iya, loh, kalau enggak percaya baca, deh, sejarahnya," ujarnya.
Meski demikian, Megawati menilai apa yang dia bicarakan bukan karena sedang menyindir seseorang.
"Jangan nanti Ibu dibilang Ibu nyindir siapa, terus Ibu provokator, enggak, loh. Saya bertanggung jawab, loh. Kecuali kalau orang itu juga hanya bohong," pungkasnya.