Serba-serbi Pidato Trump di Kongres: Berlangsung Panas, Diwarnai Walk Out

6 Maret 2025 8:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyampaikan pidato dalam kongres di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (4/3/2025). Foto: Allison Robert/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyampaikan pidato dalam kongres di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (4/3/2025). Foto: Allison Robert/AFP
ADVERTISEMENT
Pembukaan pidato Presiden AS Donald Trump di Kongres pada Selasa (4/3) berlangsung panas. Sejumlah anggota parlemen Demokrat melontarkan ejekan, hingga anggota Kongres dari Texas, Al Green, dikeluarkan dari ruang sidang setelah menolak duduk.
ADVERTISEMENT
Ketua DPR Mike Johnson, dari Partai Republik, memperingatkan agar suasana tetap tertib sebelum akhirnya meminta petugas keamanan bertindak.
“Ketua sekarang memerintahkan sersan untuk menjaga ketertiban. Keluarkan pria ini dari ruangan,” kata Johnson, seperti mengutip Reuters.
Green terlihat menggoyangkan tongkatnya ke arah Trump dan berteriak bahwa presiden tidak memiliki mandat rakyat dalam pemilu November lalu.
Anggota DPR AS Al Green (D-TX) menyalami rekan-rekannya saat dikawal dari ruang DPR selama pidato Presiden Donald Trump di hadapan sidang gabungan Kongres di Gedung Kongres AS di Washington, D.C., AS, Selasa (4/3/2025). Foto: Evelyn Hockstein/REUTERS
Saat ia digiring keluar, beberapa anggota Republik meneriakkan “Nah, nah, nah, nah, hey, hey, selamat tinggal.”
Trump menanggapi dengan nada sinis.
“Saya melihat Demokrat di depan saya, dan saya menyadari tidak ada yang bisa saya katakan untuk membuat mereka senang atau membuat mereka berdiri atau tersenyum atau bertepuk tangan,” katanya.
Pidato Trump di Kongres: Cemooh dan Walk Out Anggota Partai Demokrat
Para anggota Partai Demokrat memegang tanda protes saat Presiden AS Donald Trump berpidato dalam sidang gabungan Kongres di U.S. Capitol Washington, DC, Selasa (4/3/2025). Foto: Win McNamee/Pool/REUTERS
Sorakan, papan protes, hingga walk out mewarnai ruang sidang, sementara Partai Republik membalas dengan meneriakkan “USA”.
ADVERTISEMENT
Ketegangan dimulai saat Trump membanggakan kemenangan pemilu November lalu yang disebutnya sebagai “mandat yang belum pernah terlihat dalam beberapa dekade”.
Ia mengeklaim memenangkan tujuh negara bagian penentu dan suara rakyat, sesuatu yang menurutnya belum pernah dicapai Partai Republik dalam puluhan tahun.
Sorakan “huuu” terdengar dari sisi Demokrat. Partai Republik membalas dengan meneriakkan “USA” dalam adu suara yang membuat Ketua DPR Mike Johnson turun tangan.
Ketua DPR Perintahkan Usir Al Green
Anggota DPR AS Al Green (D-TX) dikeluarkan dari ruangan saat Presiden Donald Trump berpidato dalam sesi gabungan Kongres di Capitol AS, Washington, DC, AS, Selasa (4/3/2025). Foto: Win McNamee/Pool/REUTERS
Politikus Republik dengan jabatan tertinggi di Kongres, Mike Johnson, memperingatkan agar sidang tetap tertib.
“Anggota diinstruksikan untuk menjaga kesopanan dan menghentikan gangguan. Ini peringatan kalian,” ujarnya, seperti mengutip BBC.
Ketegangan meningkat saat anggota Kongres Al Green, Demokrat dari Texas, berdiri dan meneriaki Trump. Johnson meminta Green duduk, tetapi Green menolak.
ADVERTISEMENT
“Duduklah,” kata Johnson sebelum memerintahkan petugas keamanan, “Keluarkan pria ini dari ruang sidang.”
Green digiring keluar, sementara Partai Republik mengejeknya dengan nyanyian “Nah, nah, nah, nah, hey, hey, selamat tinggal.”
Trump Ejek Negara Afrika saat Pidato: Tak Ada Ada yang Pernah dengar Lesotho
Presiden AS Donald Trump bereaksi setelah berpidato dalam sidang gabungan Kongres di U.S. Capitol Washington, DC, Selasa (4/3/2025). Foto: Win McNamee/Pool/REUTERS
Presiden AS Donald Trump mengejek negara kecil di selatan Afrika, Lesotho, saat berpidato di hadapan Kongres AS.
Saat itu, Trump menyinggung soal dana bantuan kemanusiaan yang dipotong oleh AS. Ia mengungkapkan, AS mengucurkan dana jutaan USD untuk mempromosikan LGBTQI+ di negara yang tak pernah dikenal orang-orang, Lesotho.
"8 juta USD untuk mempromosikan LGBTQI+ di negara Afrika, Lesotho," kata Trump yang tampak kesulitan mengucapkan nama negara itu, dikutip dari AFP, Rabu (5/3).
ADVERTISEMENT
"Negara yang tidak pernah didengar orang-orang," lanjut Trump. Wakil Presiden JD Vance dan Ketua DPR AS Mike Johnson tersenyum di belakangnya.
Lesotho merupakan salah satu negara dengan tingkat HIV/AIDS tertinggi di dunia. AS membantu Lesotho dengan menyediakan obat dan bantuan sosial lainnya, termasuk meningkatkan kesadaran di antara kamu minoritas seksual yang menghadapi stigma.
AS telah berkomitmen lebih dari USD 630 juta sejak 2006 untuk upaya anti HIV/AIDS di Lesotho.
AS juga tahun lalu menandatangani kesepakatan senilai USD 300 juta untuk mempromosikan kesehatan dan produksi tanaman di Lesotho melalui Millennium Challenge Corporation, yang memberikan dana AS untuk negara berkembang yang memenuhi standar demokrasi dan pemerintahan baik.
Sejak memerintah AS pada Januari lalu, Trump telah membatalkan lebih dari 90% bantuan luar negeri AS. Ia mengatakan hal itu tidak sesuai dengan kepentingan AS dan uangnya lebih baik untuk pemotongan pajak.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Trump Ancam Pangkas Dana ke Universitas yang Izinkan Mahasiswa Berdemo
Mahasiswa memprotes perang Israel-Hamas di Universitas George Washington di Washington, Sabtu, (27/4/2024). Foto: Cliff Owen/AP PHOTO
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam memangkas dana federal untuk perguruan tinggi yang mengizinkan mahasiswanya menggelar demo.
"Semua dana federal akan dihentikan untuk perguruan tinggi, sekolah, dan universitas yang mengizinkan protes ilegal," kata Trump lewat akun sosialnya, dikutip dari Reuters, Selasa (4/3) malam waktu setempat.
"Para agigator akan dipenjara atau dikembalikan ke negara asal mereka. Mahasiswa Amerika akan dikeluarkan secara permanen atau, tergantung pada kejahatannya, ditangkap!" kata Trump lagi.
Juru bicara Trump tidak merespons pertanyaan tentang bagaimana Gedung Putih akan mendefinisikan protes ilegal atau bagaimana pemerintah akan memenjarakan warga yang protes. Amandemen Pertama Konstitusi AS mendukung kebebasan berpendapat dan berkumpul.
ADVERTISEMENT
Yayasan Hak Individu dan Ekspresi, kelompok non-profit, mengatakan ancaman Trump sangat mengerikan dan akan membuat mahasiswa takut akan hukuman karena kebebasan berbicara dilindungi secara politik.
"Presiden tidak dapat memaksa institusi mengusir mahasiswa," kata mereka dalam sebuah pernyataan.