Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Kemendikbudristek buka suara soal uang kuliah tunggal (UKT) yang kini lagi ramai dikritik oleh mahasiswa di berbagai kampus negeri di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa merasa kampus tak adil karena ada mahasiswa dari keluarga tak mampu, tapi UKT-nya besar dan ada yang sebaliknya.
Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie, mengatakan berdasarkan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada PTN di Lingkungan Kemendikbudristek, UKT yang wajib ditetapkan adalah UKT 1 dan UKT 2.
Nilai UKT 1 untuk keluarga dengan penghasilan Rp 0-Rp 500 ribu dan UKT 2 Rp 500 ribu-Rp 1 juta. Namun hanya 20 persen di antara mahasiswa baru yang mendapatkan itu. Sisanya UKT 3 sampai UKT 9 ditentukan kampus. Semua tergantung mekanisme masing-masing.
Uang Negara Terbatas, Mahasiswa yang Mampu Bayar UKT Tertinggi
Tjitjik Sri Tjahjandarie mengungkapkan bahwa ada perguruan tinggi negeri yang mengenakan uang kuliah tunggal (UKT) yang sama harganya dengan biaya kuliah tunggal (BKT).
ADVERTISEMENT
Meski demikian, perguruan tinggi yang mengenakan UKT lebih rendah dari BKT juga masih mendominasi.
"Tetapi secara umum, kalau anda melihat memang ada beberapa perguruan tinggi yang menetapkan batas UKT tertingginya itu sama dengan BKT. Tapi, lebih banyak perguruan tinggi yang menetapkan batas UKT tertingginya itu masih jauh di bawah BKT," ujar Tjitjik dalam paparannya di kantor Kemendikbudristek, Jakarta Pusat, Rabu (15/5).
Menurut Tjitjik, dengan terbatasnya biaya dari negara untuk membantu perguruan tinggi, maka ditetapkan sebuah program UKT Berkeadilan. UKT Berkeadilan merupakan kategori UKT berdasarkan kemampuan dari orang tua atau wali mahasiswa.
"Nah, ini permasalahannya semua saya melihat kita ini ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini amanah undang-undang. Bagaimana caranya dengan keterbatasan keuangan negara ini? Jalannya dengan cara ini, pengenalan UKT Berkeadilan," ucap Tjitjik.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, bantuan pemerintah terkait dengan kategori-kategori UKT dikhususkan kepada mahasiswa yang keluarganya berekonomi rendah.
Maka itu, mahasiswa dengan keluarga yang mampu membayar UKT hingga setara harganya dengan BKT tidak perlu menggunakan atau meminta bantuan kepada pemerintah.
Kemendikbud: Pendidikan Tinggi Tertiary Education, Bukan Wajib Belajar
Kemendikbudristek memprioritaskan pendanaan pendidikan terpusat pada program wajib belajar 12 tahun, program ini mencakup pendidikan SD, SMP, dan SMA.
"Sebenarnya ini tanggungan biaya yang harus dipenuhi agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu, tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar," ujar Tjitjik dalam paparannya.
Tertiary education atau pendidikan tersier adalah pendidikan setelah tingkat menengah atas. Lembaga pendidikan tersier berbentuk politeknik, akademi, universitas, dan institut.
ADVERTISEMENT
Menurut Tjitjik, lulusan SMA atau sederajat yang ingin masuk ke perguruan tinggi merupakan pilihan dari individu tersebut. Jadi tidak bisa digratiskan.
"Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK, itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan. Siapa yang ingin mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib. Berbeda dengan wajib belajar yang SD, SMP, begitu, ya," ucap Tjitjik.
Namun, Kemendikbudristek juga tetap mengucurkan bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) sebagai bantuan biaya dari pemerintah untuk PTN yang kekurangan biaya operasional pendidikan.
BOPTN digunakan untuk membayarkan biaya kuliah tunggal (BKT) yang sudah ditetapkan oleh perguruan tinggi. Namun karena jumlah BKT dari masing-masing perguruan tinggi berbeda jumlahnya, maka BOPTN tidak dapat membiayai sepenuhnya BKT.
ADVERTISEMENT
BKT merupakan biaya keseluruhan dari biaya operasional setiap mahasiswa dalam satu semesternya. Sedangkan uang kuliah tunggal (UKT) merupakan sebagian biaya yang ditanggung mahasiswa setelah dipotong oleh bantuan pemerintah dari keseluruhan BKT.
Cara Kampus Tentukan UKT
Besaran uang kuliah tunggal (UKT) yang dinilai tak adil kini menjadi sorotan di kampus-kampus negeri terkemuka. Anak kurang mampu bayar kuliah mahal, dan kemungkinan lain, anak orang kaya bayar lebih murah.
Muncul berbagai pertanyaan. Bagaimana sebenarnya kampus menentukan besaran UKT? Apa standarnya?
Terkait ini, Plt. Sekretaris Dirjen Dikti Kemendikbudristek, Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie memberi jawaban. Katanya, semua tergantung data-data pribadi sang mahasiswa baru.
Data tersebut mencakup penghasilan yang dari orang tua mahasiswa, aset yang dimiliki keluarga mahasiswa, hingga tanggungan dari keluarga mahasiswa.
ADVERTISEMENT
"Makanya pada saat daftar ulang pertama kali itu ada berapa penghasilan ibu? Berapa penghasilan bapak? Berapa kemudian tanggungan saudara kandungnya atau tanggungan anaknya? Berapa kemudian contohnya dilampirkan foto rumahnya? Berapa tagihan listriknya? Berapa kemudian PDAM-nya?" ujar Tjitjik dalam paparannya di kantor Kemendikbudristek, Jakarta Pusat, Rabu (15/5).
Data ini dibutuhkan sebagai syarat daftar ulang agar besaran UKT mahasiswa dapat ditentukan sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarganya.
Hal ini juga sebagai langkah agar penentuan UKT kuliah menjadi tepat sasaran kepada keluarga mahasiswa yang betul-betul membutuhkan.
UKT untuk kelompok kurang mampu dibagi dua. UKT 1, Rp 0 sampai Rp 500 ribu dan UKT 2 Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta.
Namun, hanya 20 persen dari mahasiswa baru yang bisa menikmati ini. Sementara sisanya, UKT 3 sampai UKT 9 tergantung kampus.
ADVERTISEMENT
"Ini tujuannya untuk apa? Untuk memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat bergotong royong dalam pembiayaan pendidikan tinggi secara berkeadilan. Jangan sampai anaknya tukang becak dikenakan UKT Rp 5 juta," ucap Tjitjik.
Kata Kemendikbudristek soal Ungkapan Kuliah Hanya untuk Orang Kaya
Tjitjik Sri Tjahjandarie menyatakan bahwa perguruan tinggi harus bersifat inklusif. Artinya, perguruan tinggi harus dapat diakses untuk semua kalangan masyarakat.
"Seperti yang saya sampaikan tadi, perguruan tinggi bersifat inklusif, harus dapat diakses oleh yang kurang mampu dan yang mampu secara ekonomi," kata Tjitjik saat dikonfirmasi kumparan, Rabu (15/5).
Tjitjik menyebut, ada 26,63 persen jumlah mahasiswa yang kini dikenakan kategori UKT 1, UKT 2 dan UKT nol rupiah. UKT nol rupiah diisi oleh mahasiswa peserta KIP-Kuliah, sementara kategori UKT 1 sebesar 0 sampai Rp 500.000 dan UKT 2 Rp 1.000.000.
ADVERTISEMENT
"Data menunjukkan bahwa proporsi jumlah mahasiswa dengan UKT 1, 2 dan yang UKT nol (mendapat beasiswa) lebih dari 20%. Rerata data seluruh PTN yang dikenakan kelompok UKT 1, 2 dan UKT nol rupiah sebesar 26,63%," ucap Tjitjik.
"Artinya perguruan tinggi bukan hanya untuk orang kaya saja," pungkasnya.
Polemik UKT di Kampus-kampus
Ratusan mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang memberikan kritik kepada pihak kampus soal permasalahan Uang Kuliah Tunggal (UKT) hingga kelengkapan sarana dan prasarana kampus.
Kritik itu disampaikan dalam acara bertajuk "Duduk bareng rektor jaring aspirasi mahasiswa". Rektor Undip Prof Suharnomo, wakil rektor, dekan hingga pejabat Undip tak sungkan duduk lesehan dan mendengarkan curhatan mahasiswa yang datang. Mulai dari asisten praktikum yang dibayar dengan tidak layak, penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK), sewa bus kampus mahal, hingga kepastian uang kuliah tunggal (UKT).
ADVERTISEMENT
Menyikapi kritik tersebut, Suharmono berjanji akan menindaklanjutinya satu persatu. Ia juga tak ingin ada sekat yang terlalu jauh antara mahasiswa dengan pihak kampus.
Terkait kritik tentang uang kuliah tunggal atau UKT, Suharnomo menjelaskan, selama 7 tahun Undip tidak pernah menaikkan biaya UKT. Bahkan, pembangunan infrastruktur terus dikebut dengan pembiayaan dari alumni dan pihak ketiga dari swasta.
Sementara itu, Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Muryanto Amin, turut bicara soal ramai pembahasan mahalnya dan ketidaksesuaian penggolongan uang kuliah tunggal (UKT).
Sebelumnya, mahasiswa USU juga sudah menggelar demo di depan Gedung Rektorat USU pada pekan lalu terkait hal ini.
“Intinya begini, salah satu sumber pembiayaan karena negara belum bisa memenuhi kebutuhannya maka ada partisipasi masyarakat. UKT salah satu aja yang bisa memenuhi tadi kesenjangan itu,” kata Muryanto di Gedung DLCB USU pada Rabu (15/5).
ADVERTISEMENT
“Kalau dilihat dari strukturnya dari BKT (biaya kuliah tunggal) , BKT itu biaya yang dibutuhkan mahasiswa selama satu semester. UKT yang ditetapkan USU itu dan kategorinya paling tinggi Rp 16 juta untuk kesehatan dan paling BKT tertinggi Rp 29 juta. Dan sisanya masih ada tuh 46 persen lagi. Dari kerja sama USU, pemanfaatan aset,” sambung dia.
Menurut Muryanto, kenaikan UKT sudah dipertimbangkan secara matang. Sementara untuk penggolongan UKT, kata Muryanto, masih bisa disanggah.
Menurut Muryanto, ada dua penyebab permasalahan soal penggolongan UKT. Pertama, kesalahan mahasiswa dalam mengisi data. Kedua, kesalahan sistem verifikasi kampus.
“Misal anak tukang es disuruhlah keponakannya isi data UKT. Diisilah data keluarga dia, tinggilah jadinya (golongan UKT-nya),” kata dia.
ADVERTISEMENT
“Ada (pula) verifikasi kampus mungkin lalai. Tapi itu sebenarnya sistem. Di sini pada saat mengajukan sanggah, data baru masuk, kesalahan kita mungkin malas memverifikasi ulang, itu tadi saya ingatkan enggak boleh malas,” ujarnya.
Seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Indonesia, Ikhsan (bukan nama sebenarnya), ikut menceritakan pengalaman soal pembayaran UKT yang cukup mahal baginya. Ikhsan masuk kuliah di UI tahun 2023, ia merupakan anak terakhir dari 3 bersaudara.
Ayahnya adalah seorang pensiunan karyawan swasta dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Penghasilan bulanan keluarga Ikhsan sangat bergantung pada kakak keduanya yang memiliki gaji tetap.
Untuk membantu keluarganya, Ikhsan berinisiatif mengajukan banding kepada pihak fakultas. Dari yang sebelumnya UKT Rp 7,5 juta menjadi Rp 3 juta.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, ia menceritakan bahwa saat awal semester dia tidak mengajukan banding UKT langsung, tetapi baru mengajukan banding di awal Semester 2.
Setelah mengajukan banding di awal Februari 2024, ia terus meminta kepastian kepada pihak humas fakultas terkait via e-mail. Namun, selama 3 kali meminta hasil evaluasi keringanan UKT, Ikhsan hanya mendapat balasan bahwa penetapan final UKT diundur.
“Jadi selama bulan Februari itu gua minta konfirmasi (soal hasil banding UKT) ke pihak humas sebanyak 3 kali via email. Tapi balasan email humas, penetapan UKT-nya diundur. Akhir Februari baru dibalas kalau UKT-nya udah final (tetap Rp 7,5 juta), cuman ditawarin buat bisa dicicil aja," ujar Ikhsan.
Persoalan UKT mahal di beberapa kalangan teman-teman Ikhsan ternyata juga dibahas. Ia juga menilai UKT yang ditetapkan kepada jurusannya cukup besar dibandingkan dengan jurusan lain di FIB.
ADVERTISEMENT
"Gua gak tau sih lebih banyak bandingnya yang ditolak atau diterima, ada satu temen gua yang banding UKT-nya diterima, tapi cuman turun Rp 1 juta. Bahkan, ada juga anak SIMAK (ujian mandiri UI) reguler, UKT-nya sampai Rp 15 juta," tutur Ikhsan.
Salah satunya mahasiswa baru Universitas Brawijaya (UB) Malang, Wulan, mengaku dikenakan biaya UKT golongan 10, sebesar Rp 11 juta.
Padahal, dirinya lolos masuk di UB dengan jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Ia juga sempat kaget lantaran pengumuman penetapan UKT yang terlalu mepet.
"(Saya kena UKT) golongan 10, Rp11.800.000," ujar Wulan kepada kumparan, Rabu (15/5).
"Pengumuman penetapan UKT-nya baru keluar 8 Mei 2024, yang mana itu H-2 pengumuman UKT (10 Mei 2024). Terus akhirnya diundur lagi pengumuman UKT-nya jadi tanggal 13 Mei 2024," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Wulan mengaku keberatan atas penetapan UKT ini yang tembus hingga belasan juta rupiah. "Jujur saja, saya sangat keberatan. Dilihat dari UKT SNBP 2023 kemarin ini merupakan kenaikan yang sangat drastis dari 50 persen sampai dengan 100 persen. Apalagi pada prodi saya sendiri, saya cukup keberatan dengan prodi saya tapi UKT sampai 2 digit. Padahal tahun kemarin saja cuma mentok di angka Rp 5,75 juta saja," ungkapnya.
Ia juga telah berkomunikasi dengan orang tuanya atas UKT nya yang cukup mahal. "Jujur orang tua kaget dan gak nyangka bisa tembus sampai 2 digit untuk jalur SNBP. UKT SNBP sudah berasa seperti UKT Mandiri. 'Kalau tau bisa sampai 2 digit seperti ini mending ambil swasta aja dan itu udah di jurusan yang saya inginkan,' begitu kata mama saya," terangnya.
ADVERTISEMENT
Wulan mengaku dirinya tidak bisa mengajukan penurunan UKT nya."Tidak memenuhi persyaratan yang ada dan juga cukup sulit," kata dia.
Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Sumber Daya Universitas Brawijaya, Prof. Dr. Muchamad Ali Safaat menyebut bahwa cukup banyak mahasiswa baru UB yang mendapatkan UKT rendah.
"UKT ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi orang tua calon mahasiswa. Yang mendapatkan UKT rendah lebih banyak dari pada yang tinggi," ucap Ali kepada kumparan, Rabu (15/5).
Ali menjelaskan, standarisasi penetapan UKT ini berdasarkan pada pendapatan orang tua calon mahasiswa.
"Diasumsikan 30 persen (pendapatan orang tua calon mahasiswa) adalah untuk pendidikan. Lalu mempertimbangkan indeks kondisi orang tua, indeks pekerjaan orang tua, indeks tanggungan orang tua. Diolah melalui sistem informasi yang menghasilkan penggolongan lalu diverifikasi oleh fakultas," terangnya.
ADVERTISEMENT
Saat ditanya apakah ada kuota di setiap golongan UKT yang ditetapkan, Ali menjawab tidak ada.
"Sepenuhnya ditentukan oleh kondisi orang tua. Ada beberapa prodi yang golongan 10, 11, dan 12 nya kosong. Artinya tidak ada kondisi orang tua mahasiswa yang masuk golongan tersebut," ujarnya.
Ali menyampaikan, pihak kampus juga telah menyediakan layanan pengajuan bagi mahasiswa baru yang merasa keberatan karena tidak sesuai dengan kondisi ekonominya.