Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
![Rapat paripurna pengesahan RUU DOB Papua Barat. Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01gj1vk8k8744vksg2zwecj4sx.jpg)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Komisi III DPR bersama pemerintah telah menyetujui RKUHP untuk disahkan menjadi UU pada tingkat I pada Kamis (24/11). Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan terkait adanya pasal yang dinilai masih bermasalah, seluruh fraksi telah setuju RKUHP disahkan meski terdapat beberapa catatan.
Dasco menilai masyarakat sudah memberikan berbagai masukan terhadap RKUHP melalui parpol yang sesuai konstituennya sehingga RKUHP memang harus segera disahkan.
"RKUHP juga itu akan dijadwalkan sesuai dengan hasil Bamus. Nah, sehingga kita tunggu saja, minggu depan akan kita kabarkan," kata Dasco di Gedung DPR, Senayan, Selasa (29/11).
"Ini, kan, sudah berulang kali pembahasan, kemudian disetop, dibahas ulang, terima masukan masyarakat. Ya kalau terus-terusan begitu enggak ada habis-habisnya," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Masih Ada Penolakan
Penolakan terhadap RKUHP masih ada. Sejumlah kelompok yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil bahkan menggelar demo di depan DPR RI pada Senin (5/12) untuk menolak rencana pengesahan RKUHP menjadi Undang-Undang.
Demo itu berlangsung sejak siang. Massa membawa spanduk raksasa sejumlah poster yang berisi penolakan terhadap RKUHP.
Pengacara publik LBH Jakarta, Citra Referendum, yang ikut dalam demo mengatakan pemerintah bersama DPR terlalu terburu-buru dalam mengesahkan rancangan undang-undang yang dinilainya masih prematur itu.
Citra berpendapat, pemerintah dan DPR seharusnya lebih mendengar dan mempertimbangkan pendapat dari masyarakat bahwa masih ada pasal-pasal bermasalah yang sebaiknya dicabut.
"Saat ini yang dilakukan pemerintah maupun DPR dalam pengesahan ini sangat tidak transparan, karena draf itu tidak bisa kita akses secara resmi dalam waktu segera gitu. Kemudian kita baru bisa mengakses kemarin," katanya saat ditemui di lokasi demo, Senin (5/12).
ADVERTISEMENT
"Kemudian yang kedua, DPR dan pemerintah tidak melakukan secara partisipatif, mereka hanya melakukan sosialisasi yang artinya hanya satu arah, tidak bermakna," sambungnya.
Citra menyampaikan, jika DPR benar-benar mengesahkan RKUHP ini, berarti DPR telah mengkhianati rakyat.
"DPR sebagai wakil rakyat tentunya kami menilai tidak bijak jika tidak mendengar dan tidak mempertimbangkan pendapat dari rakyat. Jadi jika kemudian DPR masih terus dengan egois untuk mengesahkan RKUHP, maka kami menganggap DPR telah mengkhianati rakyat Indonesia sebagai konstituen yang memilih para DPR," pungkasnya.
Demo berlangsung hingga Senin sore. Massa membubarkan diri dengan tertib pukul 17.15 WIB. Mereka meninggalkan dua karangan bunga di depan gerbang DPR.
Karangan bunga yang pertama bertuliskan "Turut Berduka Cita Atas Kebangkitan Pasal Kolonial dalam RKUHP".
ADVERTISEMENT
Sedangkan karangan bunga kedua bertuliskan "Selamat dan Sukses Kepada Pemerintah dan DPR Telah Menjadi Penjajah di Negara Sendiri".
Tanggapan Terkait Banyaknya Penolakan RKUHP
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan dalam pembahasan tingkat I di Komisi III bersama pemerintah, sebenarnya pasal-pasal kontroversial sudah disesuaikan.
Dasco menuturkan hasil akhir RKUHP mungkin tak bisa memuaskan semua pihak. Namun, proses di DPR sudah selesai dan tinggal disepakati di rapat paripurna.
"Nah, tentunya hal ini tidak bisa memuaskan semua pihak dan karena sudah disetujui dalam tingkat I, saya pikir itu sudah selesai di DPR," tuturnya.
Sementara itu Menkumham Yasonna Laoly meminta publik tidak memperdebatkan RKUHP. Ia menekankan, sudah saatnya Indonesia memiliki KUHP produk anak bangsa, bukan Belanda.
ADVERTISEMENT
"Ini sudah 60 tahun, ini sudah dimulai pemikiran perbaikan ini. Malu kita sebagai bangsa masih memakai hukum Belanda. Enggak ada pride di diri kita sebagai anak bangsa. Saya, guru-guru saya, salah seorang yang saya hormati, banyak bekerja keras, sangat mendambakan UU ini disahkan," kata Yasonna di Gedung DPR, Senin (5/12).
"Jadi mari sebagai anak bangsa kita, apa ya [dukung]. Perbedaan pendapat sah-sah saja, ya kalau pada akhirnya nanti [masih ada yang tak disetujui] saya mohon gugat saja di mahkamah konstitusi. Lebih elegan caranya," imbuh dia.
Yasonna menegaskan RKUHP sudah dibahas dan disosialisasikan ke penjuru Tanah Air bersama stakeholders. Mulai dari Lembaga Bantuan Hukum, akademisi, mahasiswa, hingga pers.
Yasonna meminta ketidakpuasan ini tak disalurkan melalui penjegalan, melainkan lewat jalur hukum di Mahkamah Konstitusi.
Senada dengan Yasonna, Menkopolhukam Mahfud MD juga tak mau ambil pusing terkait penolakan RKUHP. Menurutnya, ada prosedur bagi mereka yang menyatakan tidak setuju atas isi RKUHP.
ADVERTISEMENT
”Ndak ada respons, kita lihat saja antisipasi. Masa begitu terus? Ya disahkan sudah ada prosedurnya bagi yang tidak setuju ada mekanismenya silakan saja,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (5/12).
Sejumlah Pasal Kontroversial di RKUHP
RKUHP menuai protes pada 2019 karena terdapat sejumlah pasal kontroversial. Pasal-pasal tersebut lalu direformulasi, seperti pasal penghinaan terhadap pemerintah, aborsi, makar, living law, kohabitasi (kumpul kebo), pidana mati, contempt of court, ITE, narkotika, dan penambahan pidana rekayasa kasus.
Pasal-pasal yang dinilai kontroversial disesuaikan istilah atau masa pidananya, serta diberi penambahan penjelasan.
Namun mayoritas pasal itu tak dihapus. Publik menilai RKUHP masih memuat pasal yang mengancam demokrasi, karet, hingga terlalu masuk ranah pribadi.
Di antaranya pasal terkait penghinaan presiden, wapres, lembaga negara, pasal terkait berita bohong, pasal terkait perzinaan dan kumpul kebo.
ADVERTISEMENT
Daftar pasal kontroversial yang masih terdapat di RKUHP dapat dibaca di tautan di bawah ini: