Serba Serbi usai MK Nyatakan UU Cipta Kerja Cacat Formil

27 November 2021 8:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) 'menganulir' omnibus law UU Cipta Kerja dengan menyatakan UU No. 11 Tahun 2020 itu cacat formil. Proses pembahasan undang-undang yang diklaim digagas Luhut Binsar Pandjaitan itu di DPR, memang terkesan dikebut dan tertutup.
ADVERTISEMENT
Keputusan MK itu menuai banyak komentar. Mulai dari politisi, pengamat hukum, hingga pengusaha.
Seperti apa pendapat mereka berikut rangkumannya:

Anggota Baleg soal Putusan MK: DPR Terbuka Revisi Omnibus Law Ciptaker

Christina Aryani. Foto: Instagram/@christinaaryani
Anggota Baleg DPR Fraksi Golkar, Christina Aryani, mengatakan DPR akan menindaklanjuti putusan MK dengan melakukan perbaikan sesuai mekanisme yang berlaku.
"Kami di DPR menghargai putusan MK dan tentunya akan menindaklanjutinya sesuai mekanisme yang berlaku. Artinya DPR sangat terbuka untuk melakukan perbaikan hal-hal yang dianggap inkonstitusional sebagaimana diputuskan MK," kata Christina, Jumat (26/11).
"Mekanismenya seperti apa tentu DPR akan bersama pemerintah melakukan langkah-langkah perbaikan. Saya rasa ini harus ditindaklanjuti segera sehingga sebelum tenggat waktu dua tahun harusnya sudah bisa selesai," lanjutnya.
ADVERTISEMENT

Hamdan Zoelva soal UU Cipta Kerja: Pertama dalam Sejarah MK Kabulkan Uji Formil

Ketua MK periode 2013-2015, Hamdan Zoelva usai menjenguk BJ Habibie di RSPAD. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengapresiasi keputusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan terkait Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ia menyebut putusan ini bersejarah. Sebab, untuk pertama kalinya MK mengabulkan gugatan uji formil.
"Putusan inilah pertama sekali dalam sejarah MK mengabulkan permohonan pengujian formil atas suatu UU," ujar Hamdan melalui akun Twitter pribadinya yang dikutip kumparan, Jumat (26/11).
Dalam putusannya MK juga memerintahkan kepada pemerintah agar segera melakukan perbaikan pada UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan.
Hamdan menilai putusan pertama MK dalam pengujian formil ini akan berdampak positif, khususnya terkait proses pembentukan UU ke depan.
ADVERTISEMENT
"Saya sangat apresiasi atas putusan MK yang membatalkan secara bersyarat UU Cipta Kerja. Putusan tersebut bermakna sangat strategis bagi proses pembentukan UU ke depan," ujar Hamdan.

AHY: Putusan MK soal Omnibus Law Sejalan dengan Sikap Demokrat

Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan keputusan MK sejalan dengan pertimbangan Demokrat yang menolak Omnibus Law. Dia menyebut, sejak awal Demokrat melihat adanya problem formil dan materiil dalam UU Omnibus Law.
"Akhirnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan judicial review UU No.11/ 2020 tentang Cipta Kerja sebagai 'inkonstitusional secara bersyarat'. Putusan MK ini sejalan dengan pertimbangan Demokrat saat menolak pengesahan UU ini, 2020 silam," kata AHY dalam keterangan di akun Twitternya, Jumat (26/11).
"Demokrat memandang memang ada problem formil dan materiil," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
AHY menuturkan, MK melihat adanya masalah keterbukaan publik selama pembahasan Omnibus Law. Selain itu, kata dia, MK juga melihat metode Omnibus Law yang digunakan kurang jelas.
"Selain memiliki problem keterbukaan publik dalam proses pembahasannya, MK juga nilai UU Cipta Kerja tidak memiliki metode penggabungan (Omnibus) yang jelas, apakah pembuatan UU baru ataukah revisi," kata dia.
Karena itu, putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menuturkan putusan MK menjadi momen baik untuk melakukan revisi materi UU Omnibus Law.
"Putusan hukum MK harus dihormati. Ini adalah momentum baik untuk merevisi dan memperbaiki materi UU Cipta Kerja, agar selaras dengan aspirasi rakyat, berkeadilan sesuai hak-hak kaum buruh, & sejalan dengan agenda pembangunan nasional, untuk menghadirkan 'sustainable economic growth with equity'," tandas AHY.
ADVERTISEMENT

Feri Amsari: Pembentukan UU Cipta Kerja Harus Dimulai Lagi dari Tahap Awal

Pengamat Feri Amsari. Foto: Antara
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, meminta pembentuk UU untuk segera merevisi UU Cipta Kerja. Menurut dia, putusan Mahkamah Konstitusi membuat pembentukan UU Cipta Kerja harus dimulai dari tahap awal.
Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja cacat formil. MK kemudian menyatakan harus ada perbaikan dalam waktu 2 tahun. Bila tidak dilakukan hingga tenggat waktu tersebut, UU Cipta Kerja akan dinyatakan inkonstitusional.
Dengan kata lain, ujar Feri, pembentuk UU, yaitu pemerintah dan DPR dikoreksi tata cara pembentukan UU Cipta Kerja sebab tidak sesuai dengan UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP).
ADVERTISEMENT
"MK memerintahkan sesuaikan dengan ketentuan formil dalam UU PPP. Artinya pembentuk UU harus memulai dari tahapan awal pembentukan, terutama soal partisipasi publik yang lemah dan ketidaksesuaian dengan format pembentukan UU yang baik," kata Feri Amsari dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (26/11).

PKS: Pemerintah Harus Menahan Diri, Tak Buat Aturan Pelaksana UU Ciptaker

Ledia Hanifa, anggota DPR RI Fraksi PKS. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Sekretaris Fraksi PKS DPR, Ledia Hanifa Amaliah, berpandangan DPR dan pemerintah selaku pembentuk UU tentu harus menghormati dan melaksanakan amar putusan MK terhadap UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.
“Keputusan MK ini memberi catatan terkait cacat formil dalam pembentukan UU Ciptaker. Catatan ini harus menjadi pembelajaran dalam setiap proses pembahasan RUU di DPR. Baik inisiatif DPR maupun inisiatif Pemerintah seperti UU Ciptaker. Tidak perlu terburu-buru sehingga tidak cermat dalam segala proses maupun substansinya,” kata Ledia, Jumat (26/11).
ADVERTISEMENT
Menurut Ledia, dengan adanya putusan MK ini, maka pemerintah harusnya tidak menerbitkan aturan pelaksana dari UU Cipta Kerja.
“Pemerintah juga harus mematuhi putusan MK dengan menahan diri dan tidak membuat peraturan pelaksana baru dari UU Cipta Kerja. Selain itu segala keputusan strategis baru yang didasarkan dari UU Cipta Kerja harus dihentikan sementara sejak putusan dibacakan,” beber Ledia.

Kadin: Putusan MK soal UU Cipta Kerja Tak Akan Goyang Dunia Usaha & Investasi

Massa aksi saat unjuk rasa menolak Omnibus Law, di kawasan Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (22/10). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Menyikapi keputusan MK, pengusaha mengaku tak khawatir keputusan tersebut bakal berdampak terhadap iklim berusaha ke depan maupun investasi.
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Benny Soetrisno, mengungkapkan hal itu atas dasar UU Cipta Kerja masih tetap berlaku kendati diminta adanya perbaikan.
ADVERTISEMENT
"Selama berlaku (UU Cipta Kerja) maka tidak ada dampak terhadap pengusaha," ujar Benny kepada kumparan, Jumat (26/11).
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang juga mengatakan, keputusan MK tersebut tak akan mempengaruhi dunia usaha maupun investasi yang masuk ke Tanah Air. Menurutnya, MK cukup bijak dalam memberikan waktu selama dua tahun untuk pemerintah merevisi aturan tersebut.
"Saya apresiasi keputusan MK bahwa pemerintah diberikan waktu selama dua tahun untuk memperbaiki, waktu yang cukup logis saya kira. Sehingga tidak akan mempengaruhi dunia usaha," kata Sarman.
Dia pun menyarankan agar nantinya pemerintah bisa kembali melibatkan pelaku usaha saat melakukan perbaikan UU Cipta Kerja. Untuk klaster ketenagakerjaan, ia juga meminta pemerintah melibatkan dunia usaha dan serikat pekerja atau buruh untuk menyusun perbaikan tersebut.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT