Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Serba-serbi Vonis Helena Lim: 5 Tahun Penjara; Ibunda Dua Kali Pingsan
31 Desember 2024 5:24 WIB
·
waktu baca 7 menitADVERTISEMENT
Crazy rich PIK, Helena Lim, menjalani sidang pembacaan putusan atau vonis terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah yang merugikan negara Rp 300 triliun.
ADVERTISEMENT
Sidang vonis digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12). Sidang ini turut dihadiri ibunda Helena Lim, Hoa Lian.
Dalam persidanan Helena Lim divonis 5 tahun penjara. Ia juga diminta membayar uang pengganti Rp 900 juta.
Dalam kasus ini, Helena merupakan pemilik perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE). Melalui perusahaan itu, ia disebut berperan menampung dana pengamanan yang telah dikumpulkan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
Dana pengamanan itu dihimpun Harvey dari perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Para perusahaan smelter itu, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Harvey menutupi pengumpulan uang pengamanan itu dengan kedok dana corporate social responsibility (CSR) yang bernilai 500 hingga 750 USD per metrik ton. Perbuatan itu diduga dilakukan dengan bantuan Helena Lim.
ADVERTISEMENT
Helena yang menghimpun dana dalam bentuk Rupiah itu, kemudian menukarkannya ke dalam mata uang Dolar Amerika Serikat dengan total 30 juta USD. Lalu, uang tersebut diserahkan dalam bentuk tunai kepada Harvey secara bertahap melalui kurir PT QSE.
Atas penukaran tersebut, Helena diyakini Hakim menerima keuntungan hingga Rp 900 juta.
Keuntungan yang didapatnya dari kasus korupsi timah diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. Mulai dari membeli rumah, mobil, hingga 29 tas mewah.
Berikut serba-serbi sidang vonis Helena Lim:
Ibu Helena Lim Nangis lalu Pingsan
Di tengah-tengah persidangan, ibunda Helena Lim, Hoa Lian, tampak menangis. Momen itu terjadi saat Hakim anggota Ida Ayu Mustikawati membacakan pertimbangan hukum.
Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh kemudian memutuskan skors sidang sementara sembari meminta petugas keamanan membawa ibunda Helena ke luar ruang sidang.
ADVERTISEMENT
Ibunda Helena kemudian dibawa keluar dari ruang persidangan dengan menggunakan kursi roda. Ia juga tampak histeris saat akan dibawa ke luar ruang persidangan oleh petugas keamanan.
"Tukar aja pakai nyawa saya," kata ibunda Helena, Hoa Lian, saat akan dibawa keluar dari ruang persidangan.
Hoa Lian kemudian terlihat pingsan saat akan dibawa dengan kursi roda tersebut.
Selain di momen itu, Hoa Lian juga terlihat pingsan usai hakim membacakan vonis untuk Helena. Momen itu terjadi saat Helena berjalan menuju ke luar ruang sidang. Hoa Lian yang berada di kursi roda memeluk Helena hingga menangis histeris.
"Pulang sini sayang, pulang anakku. Ya ampun," kata Hoa Lin usai persidangan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12).
ADVERTISEMENT
"Mati mamah, Nak, mati mamah sayang, pulang," ujar dia.
Vonis terhadap anaknya itu membuat ibunda Helena terus menangis hingga kembali pingsan.
Vonis 5 Tahun Penjara
Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana 5 tahun penjara kepada Helena. Selain pidana badan, Helena juga dihukum pidana denda sebesar Rp 750 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga memvonis Helena untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 900 juta, dengan ketentuan apabila tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama paling lama 1 bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun.
ADVERTISEMENT
Lebih Rendah dari Tuntutan
Vonis yang diterima Helena Lim lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, Helena dituntut pidana penjara 8 tahun, denda sebesar Rp 1 miliar serta uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Namun, dalam pertimbangannya, Majelis Hakim tidak sepakat dengan tuntutan uang pengganti yang diajukan JPU.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut bahwa Helena Lim bersama Harvey Moeis menerima uang sebesar Rp 420 miliar yang disebut sebagai dana pengamanan yang seolah-olah dana CSR.
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim mengungkapkan bahwa dalam fakta hukum yang terungkap di persidangan, Harvey Moeis lewat kesaksiannya menyatakan bahwa ia telah menerima seluruh uang pengamanan seolah-olah dana CSR yang ditampung Helena melalui PT QSE sebesar Rp 420 miliar. Sehingga, Hakim menilai Helena tidak turut menikmati keuntungan terkait hal tersebut.
ADVERTISEMENT
"Seluruh uang dari dana pengamanan seolah-olah dana CSR yang diterima Harvey Moeis dari para perusahaan smelter tersebut yang ditransfer ke rekening PT Quantum semuanya sudah diterima oleh saksi Harvey Moeis," ujar Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12).
"Sehingga, Majelis Hakim berpendapat bahwa Helena tidak menikmati uang pengamanan atau seolah-olah dana CSR tersebut," jelas Hakim Rianto.
Dalam pertimbangannya itu, Majelis Hakim menilai bahwa Helena hanya menikmati keuntungan dari kurs atas penukaran valuta asing dari uang pengamanan tersebut senilai Rp 900 juta.
"Dengan perhitungan Rp 30 dikali USD 30 juta, yang seluruhnya berjumlah Rp 900 juta yang telah dipergunakan Terdakwa untuk kepentingan pribadi Terdakwa," tutur Hakim Rianto.
ADVERTISEMENT
Dengan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim kemudian hanya membebankan uang pengganti sebesar Rp 900 juta kepada Helena.
"Oleh karena itu, terhadap Terdakwa Helena harus dibebani untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 900 juta selambat-lambatnya dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap," ucap Hakim Rianto.
"Jika dalam jangka waktu tersebut tidak membayar uang pengganti maka harta benda Terdakwa disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti," lanjutnya.
Hal yang Meringankan
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim turut menyampaikan hal memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan vonis 5 tahun itu.
"Hal memberatkan: perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)," ujar Hakim membacakan pertimbangannya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12).
ADVERTISEMENT
Untuk hal meringankan, Hakim menyebutkan ada 4 poin pertimbangan bagi Helena, yakni:
Vonis untuk Eks Dirut hingga Dirkeu PT Timah
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga membacakan vonis bagi terdakwa lainnya yakni Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra.
Mochtar Riza Pahlevi dan Emil Ermindra divonis 8 tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah tersebut. Keduanya terbukti bersalah dan melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus yang merugikan negara Rp 300 triliun itu.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Terdakwa Emil Ermindra oleh karena itu dengan pidana masing-masing selama 8 tahun penjara," ujar Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12).
ADVERTISEMENT
Keduanya juga dijatuhi hukuman membayar denda masing-masing sejumlah Rp 750 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Keduanya dinilai melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Majelis Hakim juga membacakan vonis untuk terdakwa MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP), yakni salah satu smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk. Ia dihukum pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan terkait kasus tersebut dan denda sebesar Rp 500 juta. Bila tidak bisa membayar denda tersebut maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
Tak Hukum Eks Dirut Timah Bayar Uang Ganti Kerugian Negara
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tidak membebankan eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra untuk membayar uang pengganti masing-masing sebesar Rp 493.399.704.345 atau sekitar Rp 493,3 miliar sebagaimana dakwaan jaksa.
ADVERTISEMENT
Padahal dalam tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), keduanya masing-masing dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 493,3 miliar subsider penjara 6 tahun.
Akan tetapi, dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menyatakan tak sepakat dengan pembebanan uang pengganti tersebut terhadap Mochtar Riza dan Emil Ermindra.
“Kepada Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti tersebut,” kata Hakim Rianto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12).
Majelis Hakim menyatakan, masing-masing keduanya tidak terbukti memperoleh keuntungan atau turut diperkaya dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah.
Adapun beban uang pengganti yang dituntut jaksa itu mengacu pada aliran dana Rp 986.799.408.690 dari PT Timah Tbk ke CV Salsabila Utama dalam keperluan pembelian bijih timah. Padahal, bijih itu bersumber dari wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk sendiri.
ADVERTISEMENT
Hakim Pontoh menyebut, Pasal 18 Ayat (1) Huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan uang pengganti dibebankan sesuai harta benda yang diterima dari korupsi.
“Dan sesuai fakta hukum persidangan, Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi tidak memperoleh dari hasil tindak pidana korupsi,” ucap Hakim Pontoh.
"Maka demikian, kepada terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti tersebut," pungkas Hakim Pontoh.
ADVERTISEMENT