Serbia Rusuh, Polisi Tembakkan Gas Air Mata ke Massa yang Tolak Hasil Pemilu

25 Desember 2023 17:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para pengunjuk rasa berkumpul di depan gedung dewan kota Beograd selama demonstrasi di Beograd, Serbia, Minggu (24/12/2023). Foto: OLIVER BUNIC / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Para pengunjuk rasa berkumpul di depan gedung dewan kota Beograd selama demonstrasi di Beograd, Serbia, Minggu (24/12/2023). Foto: OLIVER BUNIC / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Serbia dilanda ketegangan politik, setelah Presiden Aleksandar Vucic kembali terpilih dalam pemilu yang dilaksanakan pekan lalu. Massa dari kubu oposisi berkumpul di Ibu Kota Beograd dan berupaya menyerbu masuk ke gedung dewan kota, pada Minggu (24/12).
ADVERTISEMENT
Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan atas hasil pemilu yang diselenggarakan pekan lalu. Menurut hasil pemungutan suara, petahana Presiden Aleksandar Vucic — sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putih, kembali terpilih untuk berkuasa.
Dikutip dari Associated Press, demonstran yang marah terdengar meneriakkan kalimat-kalimat seperti 'buka pintunya!' dan 'pencuri', sembari melempari gedung dewan kota dengan telur dan batu.
Seorang pengunjuk rasa merusak pintu masuk gedung dewan kota Beograd selama demonstrasi di Beograd, Serbia, Minggu (24/12/2023). Foto: OLIVER BUNIC / AFP
Beberapa di antaranya meneriakkan kalimat 'Vucic adalah Putin!' — menyandingkan Presiden Serbia dengan Presiden Rusia. Mereka lalu memecahkan jendela gedung dewan kota sebelum akhirnya polisi antihuru-hara tiba dan kerusuhan terjadi.
Aparat kepolisian bersenjata lengkap disertai tameng membarikade diri mereka sendiri dan mulai menembakkan gas air mata ke arah para demonstran supaya membubarkan diri.
ADVERTISEMENT
Kemudian, aparat mendorong kerumunan massa dari jalanan Beograd dan menangkap beberapa orang. Hingga berita ini dirilis, belum ada laporan mengenai korban luka maupun angka resmi berapa orang yang ditangkap.
Unit polisi anti huru hara membubarkan pengunjuk rasa di dekat pintu masuk gedung dewan kota Beograd, Serbia, Minggu (24/12/2023). Foto: OLIVER BUNIC / AFP
Salah satu pemimpin aliansi oposisi Serbia Against Violence, Nebojsa Zelenovic, mengatakan polisi menyerbu penjuru pusat Kota Beograd — termasuk atap-atap gedung. Di kota berpopulasi 1,4 juta orang itulah anggota parlemen tinggal dan berbagai objek vital nasional terletak.
"Polisi ada di mana-mana, juga di atap-atap rumah. Jelas sekali bahwa mereka tidak ingin mengakui hasil pemilu. Kami akan terus melanjutkan perjuangan kami," ujar Zelenovic.

Tanggapan Vucic

Menurut pemimpin yang telah berkuasa sejak 2017 ini, aksi unjuk rasa yang terjadi dipicu oleh intervensi luar negeri. Tanpa memberi bukti atas klaim tersebut, Vucic menyebut pihak eksternal itulah yang ingin menggulingkan pemerintahan terpilih Serbia.
ADVERTISEMENT
Dalam pidato kenegaraan yang disiarkan di televisi, Vucic menjuluki para demonstran sebagai 'preman' yang gagal mengacaukan negara dan memperingatkan bahwa tindakan mereka bukan sebuah 'revolusi'.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic Foto: AFP/SAKIS MITROLIDIS
"Ini adalah upaya pengambilalihan dengan kekerasan ke lembaga-lembaga negara Republik Serbia. Mereka tak akan berhasil," kata Vucic.
"Kami melakukan yang terbaik dengan reaksi yang tenang dan lembut untuk tidak menyakiti para demonstran yang datang ke acara tersebut untuk memprotes secara damai," tambahnya.
Adapun amarah warga Serbia berasal dari hasil pemungutan suara di parlemen pada 17 Desember lalu. Hasil pemilu menunjukkan, Partai Progresif yang dipimpin Vucic di parlemen berhasil unggul.
Namun, kelompok oposisi termasuk Serbia Against Violence menolak hasil pemungutan suara tersebut — menganggap kemenangan mereka telah dirampok. Sebuah pengamat pemilu juga melaporkan adanya berbagai kecurangan yang terjadi selama pemungutan suara, seperti pembelian suara dan jumlah surat suara yang masuk ke kotak suara.
ADVERTISEMENT
Para pengamat juga mencatat kondisi yang tidak adil bagi para kandidat oposisi akibat media yang bias, penyalahgunaan sumber daya publik, dan dominasi presiden selama kampanye.
Hingga akhirnya, Serbia Against Violence pun mengirimkan surat kepada lembaga-lembaga Uni Eropa dan jajarannya, menyertakan penegasan bahwa mereka tidak mengakui hasil pemilu tersebut.