Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Seret Nama SBY di Sidang e-KTP, Firman Wijaya Dilaporkan ke Peradi
5 Februari 2018 13:48 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB

ADVERTISEMENT
Partai Demokrat melaporkan Pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya, ke Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi). Firman diduga melanggar kode etik advokat dalam persidangan kasus korupsi e-KTP untuk Setya Novanto. Laporan itu langsung diterima oleh Sekjen Peradi, Thomas Tampubolon.
ADVERTISEMENT
"Ingin menyampaikan surat aduan kepada DPN Peradi," ujar Sekretaris Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ardy Mbalembout, di Kantor DPN Peradi di Grand Slipi Tower, Jakarta, Senin (5/2).

Pelaporan itu terkait munculnya nama Presiden keenam Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam persidangan kasus e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/1). Firman adalah pengacara Setya Novanto yang duduk sebagai terdakwa.
Firman dinilai telah menggiring opini publik, dengan meminta keterangan ke Mantan Wakil Ketua Banggar, Mirwan Amir, saat bersaksi, hingga nama SBY disebut dalam persidangan.

"Bentuk pelanggaran menurut kami menyampaikan berita bohong di luar persidangan ya dan memberikan opini-opini yang sesat," ujar Ardy.
Sementara, Adry telah melakukan konfirmasi kepada KPK, bahwa hal tersebut tidak benar. "Karena kami sudah konfirmasi dengan KPK, KPK sendiri dalam hal ini, tidak pernah berpikir, jangankan menyidik, berpikir pun belum. Kayak gitu berarti kan dia mendahului proses hukum," kata Ardy.

Ardy menilai Firman telah melanggar Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003. "Aduan kami ini sesuai dengan Pasal 7 adalah ada empat. Itu yang pertama teguran lisan; kedua, teguran tertulis; yang ketiga pemberhentian sementara; yang paling parah yaitu yang keempat adalah pemberhentian selamanya, permanen ya," papar dia.
ADVERTISEMENT
Ardy pun memberikan contoh beberapa advokat yang tersandung kasus kode etik, seperti Fredrich Yunadi dan Todung Mulya Lubis. Setelah melaporkan ke DPN Peradi, Ardy juga akan melaporkan Firman Wijaya kepada Mabes Polri.
"Setelah ini pun juga kami mempersiapkan untuk melaporkan yang bersangkutan di Mabes Polri, tentang melanggar Pasal 310, Pasal 311 KUHP juncto 27 ayat 1 Undang-Undang ITE juncto Pasal 5 ayat 3," tutupnya.

Pada persidangan Setya Novanto, Mirwan Amir diketahui memang sempat menyinggung nama SBY. Saat bersaksi untuk Setya Novanto, Mirwan mengaku pernah berbicara dengan SBY terkait proyek e-KTP.
Mirwan berpendapat, proyek e-KTP seharusnya tidak dilanjutkan, sebab dinilai terdapat masalah dalam prosesnya. Namun menurut Mirwan, saat itu, SBY meminta proyek tersebut harus diteruskan.
ADVERTISEMENT
Firman yang duduk di kursi penasihat hukum, lalu bertanya ke Mirwan terkait perkataannya tersebut. Usai persidangan, Firman kembali memberikan keterangan kepada awak media terkait pengakuan Mirwan.
Firman mengaku bahwa dia hanya meneruskan pertanyaan yang sempat dilontarkan penuntut umum KPK sebelumnya. Penuntut umum sempat bertanya kaitan proyek e-KTP dengan Pemilu 2009 kepada Mirwan.
"Kan tadi JPU memulai dengan pertanyaan apakah proyek e-KTP ada kaitannya dengan pemenang pemilu 2009, karena itu saya sebagai PH (penasihat hukum) mempertegas Pak Mirwan Amir, yang dimaksud pemenang pemilu 2009 dalam konteks e-KTP ini apakah memang betul ada kaitannya dengan urusannya dengan e-KTP," ujar Firman kepada wartawan
"Pak Mirwan bilang 'kami sampaikan kepada pemenang pemilu 2009 bahwa urusan e-KTP ini ada masalah, jangan dilanjutkan, tapi instruksinya tetap diteruskan," sambung Firman.
ADVERTISEMENT
Sementara pernyataan Mirwan dan Firman sudah dibantah oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Agus Hermanto.
Berikut pernyataan lengkap Agus Hermanto dalam keterangan tertulisnya yang didapat kumparan (kumparan.com):
Untuk menjawab beberapa pertanyaan rekan-rekan media terkait pernyataan Mirwan amir yang menyebut nama SBY dalam persidangan e-KTP, maka perlu kami sampaikan beberapa hal berikut:
1. Program KTP-el dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia.
2. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan menggandakan KTP-nya. Misalnya untuk menghindari pajak, memperlancar korupsi atau kejahatan/kriminalitas lainnya, menyembunyikan identitas (seperti teroris) dengan memalsukan identitas.
ADVERTISEMENT
3. Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan pemerintahan elektronik (e-Government) serta untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Kemendagri menerapkan suatu sistem informasi kependudukan yang berbasiskan teknologi yaitu Kartu Tanda Penduduk elektronik atau KTP-el.
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dengan terang dan jelas memuat tentang kewajiban itu yang berbunyi: "Penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur hidup untuk Warga Negara Indonesia dan untuk warga asing disesuaikan dengan dengan masa berlaku izin tinggal tetap".
5. Nomor NIK yang ada di KTP-el nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya.
ADVERTISEMENT
6. Kebijakan e-KTP saat ini juga menjadi pedoman dalam proses kompetisi demokrasi yang mewajibkan e-KTP sebagai basis formal data bagi Warga Negara dalam menggunakan hak pilihnya.
7. Untuk pelaksanaan teknis, presiden mengeluarkan kebijakan teknis yang harus dipedomani agar tidak disalahgunakan yaitu Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan, yang berbunyi:
- KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat verifikasi dan validasi data jati diri penduduk;
- Rekaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata, tanda tangan, pas foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan;
- Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam basis data kependudukan;
- Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan: Untuk WNI, dilakukan di kecamatan; dan untuk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap dilakukan di instansi pelaksana;
ADVERTISEMENT
- Rekaman sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jari telunjuk tangan kiri dan jari telunjuk tangan kanan penduduk yang bersangkutan;
- Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
8. e-KTP berlaku sebagai identitas jati diri dan berlaku nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan perizinan dan lain-lain, mencegah KTP ganda dan pemalsuan. Dengan e-KTP, keakuratan data penduduk dapat mendukung program pembangunan;
9. Setiap kebijakan yang bersumber dan menjadi amanah UU, wajib dilaksanakan. Apabila Presiden tidak melaksanakan kewajiban UU, berarti Presiden melanggar UU dan bisa diminta pertanggungjawabannya secara kelembagaan. Landasan kebijakan e-KTP loud and clear.
ADVERTISEMENT
10. Kemudian pada faktanya ada penyimpangan dan pelanggaran atau korupsi di dalam pengadaannya, tentu sepenuhnya menjadi ranah hukum yang harus diusut tuntas. Tanpa pandang bulu, tanpa tebang pilih, harus transaparan, akuntabel dan profesional. Hindarkan politisasi kepentingan;