Setan Budek di Perlintasan Kereta Api: Mitos dan Analisis Psikologi

16 Juni 2017 19:48 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gerbong kereta terbakar (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Gerbong kereta terbakar (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Pada Kamis (8/6) sekitar jam 5 pagi di perlintasan kereta Jalan Laswi, Bandung, ada empat orang remaja tewas tertabrak kereta api.”
ADVERTISEMENT
“Dua orang meninggal dunia dalam kecelakaan kereta api di daerah Kramat, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (13/6) sore. Keduanya merupakan orang yang berada di dalam mobil Daihatsu Grandmax yang menabrak kereta jurusan Tanjung Priok-Purwakarta.”
“Kecelakaan melibatkan kereta api kembali terjadi pada Rabu (14/6). Kali ini, kereta api bertabrakan dengan pesepeda di Tanjung Barat, Jakarta Selatan.”
“Seorang pemuda bernama Tiyo Kusuma Atmaja tewas tertabrak KRL saat menyeberangi perlintasan kereta di daerah Kebon Anggrek, Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (15/6) malam. Saat menyebrangi perlintasan kereta, pemuda tersebut terlihat tengah menggunakan ponselnya.”
“Lima orang tewas tersambar kereta barang setelah menerobos palang pintu perlintasan di Desa Tegorejo, Pegandon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Jumat (16/6) dini hari.”
ADVERTISEMENT
Sebuah Juni kelabu, sejumlah berita kecelakaan di perlintasan rel diatas terjadi pada bulan Juni ini. Nyawa-nyawa anak manusia melayang dengan tragis melalui proses sangat tidak diinginkan.
Takdir? Entahlah.
Sejumlah aturan sebenarnya telah dibuat seperti UU No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan.
Undang-undang LLAJ (Foto: Dok. PT KAI)
zoom-in-whitePerbesar
Undang-undang LLAJ (Foto: Dok. PT KAI)
"Secara aturan UU No 22 tahun 2009 tentang lalulintas angkutan jalan, ketika sirene sudah berbunyi, pengendara wajib berhenti sebelum tanda stop," jelas Kepala Humas Daops 1 Suprapto, Rabu (14/6).
Namun aturan tinggalah aturan. Tak semua orang bisa patuh. Tak mudah pula mengawasi gerakan jutaan manusia dan kendaraan di sepanjang lintasan rel kereta api di Indonesia yang mencapai lebih dari 6000 kilometer.
Tanda tanya pun muncul, apa yang membuat banyak masyarakat tidak patuh dan rela mempertaruhkan nyawanya untuk melintas di waktu ataupun tempat yang salah?
ADVERTISEMENT
Bukan Indonesia namanya kalau tidak dikaitkan dengan mistis. Sejumlah kejadian kecelakaan rel kereta kerap dikaitkan dengan 'setan budek'.
Setan macam apa itu?
Setan budek yang juga sering disebut dengan 'setan keder' merupakan urban legend yang hingga kini masih tak jelas asal-usulnya. Setan budek dianggap sebagai sosok yang membuat sejumlah orang atau pengendara tak mendengar suara sirine ataupun suara orang sekitar yang memberi peringatan.
Setan tersebut juga disebut dapat membuat mata menjadi tidak fokus dan malah memperhatikan hal-hal lain.
Ngabuburit lihat kereta api (Foto: Antara/Siswowidodo)
zoom-in-whitePerbesar
Ngabuburit lihat kereta api (Foto: Antara/Siswowidodo)
Benarkah setan budek tersebut eksis atau ini hanya mitos asal-asalan belaka?
Secara psikologis hal ini dapat dijelaskan, khususnya jika pengendara tengah banyak pikiran atau tengah dalam tekenan mengejar waktu.
"Bisa dipengaruhi dari tekanan, tekanan dalam arti bahwa kita hidup sudah penuh tekanan dikejar-kejar kerjaan, mencari duit, dan lainnya. Jadi mungkin ada orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan diri. Misal kita tahu jalan macet harusnya berangkat pagi lebih awal tapi ada yang tak mampu beradaptasi yang membuat dia panik, ketika panik akhirnya dia terkesot-kesot kemudian tak berpikir lagi yang membuat kemampuan berfikir logis dan kejiwaannya terganggu sehingga main melintas saja," ujar psikolog dari Sanotarium Dharmawangsa Jakarta, Liza Marielly Djaprie kepada kumparan (kumparan.com) Jumat (16/6).
ADVERTISEMENT
Menurut Liza secara kejiwaan ketika kita sudah terburu-buru, rasa takut terhadap kecelakaan akan terkalahkan dan cara berpikir normal pun hilang.
Bahkan meski telah ada peringatan melalui bunyi sirine kereta atau pun teriakan orang sekitar, fokus kita untuk mencapai tujuan secepatnya dapat membuat hal lain terabaikan.
"Kalau dia sudah terfokus pada satu hal suara kanan kiri terkadang tak terdengar. Misal cowok nonton bola gitu, nonton bola fokus banget, istrinya teriak manggil juga tidak dengar mungkin. Dalam tanda kutip ada sistem tanpa sadar dimana kita meng-hipnotis diri kita sendiri, yang membuat panggilan dari lingkungan sekitar tidak terdengar. Banyak pikiran yang membuat dia terfokus untuk melintasi rel secepat mungkin," lanjut Liza.
Kecelakaan mobil vs kereta di Surabaya (Foto: Didik Suhartono/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Kecelakaan mobil vs kereta di Surabaya (Foto: Didik Suhartono/Antara)
Senada dengan Liza, psikolog klinis Anindita Citra Setiarini menyebut, ada hal-hal yang dapat mempengaruhi seseorang hingga tak fokus memperhatikan lingkungan sekitar.
ADVERTISEMENT
"Dari sudut pandang psikologi lebih karena adanya perhatian yang terbagi-bagi atau teralihkan (divided attention/distracted activity). Tidak jarang orang nyetir atau jalan kaki sambil multi tasking, melakukan hal lain selain yang sedang dilakukan, misalnya sambil dengerin musik supaya tidak bosan, sambil ngunyah atau ngemil, baca postingan di sosmed, telepon-teleponan, atau ngobrol sama temen di sebelahnya. Hal-hal seperti ini yang sebenarnya bisa membuat fokus kita teralihkan sehingga kita kurang waspada dengan lingkungan di sekitar," ujar Citra.
Terkait adanya kisah mistis yang beredar seputar perlintasan kereta, Citra menyebut hal ini dapat memberi sugesti positif maupun negatif, semua kembali ke kepercayaan masing-masing.
"Kalau dia percaya hal gaib dan jadinya lebih hati-hati karena takut celaka sih ada positifnya juga, misalnya supir truk di tikungan tertentu harus permisi dulu dengan cara klakson 3 kali biar selamat. Logika dalam berkendaranya sih itu sinyal untuk pengendara lain di jalur yang berlawanan untuk lebih aware bahwa ada kendaraan yang mau lewat, jadi harus pelan-pelan," lanjut Citra.
ADVERTISEMENT
"Tapi ada juga yang percaya hal gaib dan kebetulan mengalami musibah, baik sudah hati-hati atau belum (kadang kita sudah hati-hati tapi orang lain belum tentu), jatuhnya nanti mengalami self fulfilling prophecy. Ia memvalidasi kepercayaannya tersebut atas pengalaman yang terjadi. Misal, "betul kan di sini ada penunggunya, buktinya temen ketabrak gara-gara nggak denger bunyi sirine kereta" (padahal temennya pas nyebrang lagi bengong)," tutupnya.