Setara Institute Kritik TNI-Polri Bisa Isi Jabatan ASN: Khianati Reformasi

15 Maret 2024 14:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan keterangan usai melakukan pertemuan dengan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/12/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan keterangan usai melakukan pertemuan dengan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/12/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Setara Institute menyoroti rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang membahas Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). RPP ini mencakup total 22 bab yang terdiri dari 305 pasal. Substansi yang dibahas adalah pengembangan kompetensi, perencanaan kebutuhan, pengadaan ASN, digitalisasi, hingga hak dan kewajiban ASN.
ADVERTISEMENT
Aturan ini salah satunya juga membahas jabatan ASN yang bisa diisi oleh prajurit TNI dan personel Polri, serta sebaliknya. Aturan ini bersifat resiprokal dan akan diseleksi secara ketat, serta disesuaikan dengan kebutuhan instansi yang bersangkutan.
Setara Institute menuturkan, upaya membangun reformasi TNI kerapkali mengalami gangguan melalui perluasan penempatan TNI pada jabatan sipil di luar ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Mereka menilai, penempatan tersebut memicu pelembagaan rutinitas penempatan prajurit-prajurit, terutama perwira, pada jabatan-jabatan yang tidak berkaitan dengan pertahanan negara. Padahal urusan-urusan pada jabatan tersebut dapat dikelola oleh aparatur sipil yang memiliki kapasitas sesuai bidangnya.
"Dalam konteks itu, terlihat bahwa pemerintah tidak punya komitmen politik untuk menguatkan reformasi TNI, juga Polri, sesuai dengan amanat Reformasi 1998," jelas keterangan pers Setara kepada wartawan, Jumat (15/3).
ADVERTISEMENT
Konsekuensi yang ditimbulkan atas penempatan TNI-Polri pada jabatan sipil adalah menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI dengan dalih kompetensi, yang justru dilakukan oleh pejabat sipil yaitu Presiden Jokowi.
Melalui penempatan tersebut, TNI-Polri tidak lagi hanya mengerjakan tugas utamanya sebagai alat pertahanan dan keamanan negara, tetapi kerja-kerja administratif dan sosial-politik lainnya.
"Hal itu nyata-nyata mengkhianati amanat Reformasi 1998 yang menghapus Dwi Fungsi ABRI (kini TNI/Polri) dan mengamanatkan profesionalisme TNI di bidang pertahanan/keamanan," jelas Setara.
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Foto: Shutter Stock
Dalam konteks itu, penyusunan RPP tentang manajemen ASN, menurut Setara, harus dipersoalkan. Salah satu muatan dalam Rancangan peraturan tersebut adalah mengenai jabatan-jabatan ASN yang dapat diisi oleh prajurit TNI dan Polri.
"Reformasi TNI-Polri tidak menjadi ruh dalam RPP ini dan sangat potensial mengulang praktik Dwifungsi ABRI. Terlebih mengikuti kecenderungan yang selama ini terjadi pada periode Presiden Joko Widodo yang tidak memiliki paradigma supremasi sipil dalam demokrasi dan abai terhadap reformasi TNI-Polri, peraturan ini jelas akan mengakselerasi perluasan posisi TNI-Polri pada jabatan sipil, terutama jabatan-jabatan tertentu yang selama ini menjadi ranah ASN," jelas Setara.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Setara menilai RPP ini juga memiliki kompleksitas persoalan yang perlu diatasi melalui pengaturan yang terperinci dengan kriteria yang tepat.
Sebab melalui prinsip resiprokal, RPP ini dapat berdampak kepada jenjang karier kepada ASN maupun TNI/Polri.
Peneliti HAM dan keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie diskusi SETARA Institute dengan tema "Jalan Sunyi Reformasi TNI" di kantor SETARA Institute. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Atas dasar kondisi tersebut, Setara Institute memberikan catatan sebagai berikut:
ADVERTISEMENT