Setelah Bertugas 24 Jam Seharusnya Dokter Anestesi Istirahat Total

28 Juni 2017 17:46 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rumah Sakit Pondok Indah di Bintaro (Foto: Johanes Hutabarat/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Sakit Pondok Indah di Bintaro (Foto: Johanes Hutabarat/kumparan)
ADVERTISEMENT
Dokter spesialis anestesi, Stefanus Taofik, yang sedang berjaga di rumah sakit saat menggantikan rekan sejawatnya yang cuti Lebaran meninggal dunia. Meninggalnya Stefanus kemudian meramaikan jagat dunia maya.
ADVERTISEMENT
Awalnya, Stefanus dikira meninggal karena kelelahan setelah empat hari nonstop di tiga rumah sakit yang berbeda. Namun menurut klarifikasi dari dr. Arif Marsaban, SpAn, dr. Stefanus tidak meninggal karena kelelahan melainkan menderita Sindrom Brugada.
Sebenarnya bagaimana waktu ideal untuk dokter spesialis itu berjaga?
"Kalau di bagian anak, jadi gini, tiap bagian pasti ada jaga. Setiap bagian pasti ada jaga. Jumlah jaganya itu tergantung dari program studi yang diambil, misalnya penyakit dalam, sebulan tujuh kali jaga. Kalau di program studi lain di salah satu rumah sakit, sebulan bisa 10 kali jaga," kata dr. Indra Satiavani yang saat ini sedang mengambil studi penyakit dalam, Rabu (28/6).
"Berarti kalau dia sistemnya 10 jaga, berarti jarak jaganya akan semakin dekat. Kalau yang dianestesi ini, karena dia capek, harusnya setelah jaga dia ada break. Benar-benar break 24 jam, dia enggak boleh megang pasien," lanjut dia.
Stefanus Taofik (Foto: dok.  Facebook)
zoom-in-whitePerbesar
Stefanus Taofik (Foto: dok. Facebook)
Karena selama 24 jam itu, menurut Indra Satiavani, dokter spesialis yang jaga benar-benar dikuras tenaganya. Jika terlalu dipaksakan untuk kembali jaga, ditakutkan daya tahan tubuhnya tidak kuat.
ADVERTISEMENT
Namun saat jaga ketika hari raya seperti Idul Fitri, maka dokter yang tidak merayakannya mengkover untuk jaga secara berturut-turut. Hal itu demi membantu temannya yang Muslim agar bisa berlebaran.
"Nah nanti saat Natal, sama kayak gitu. Teman-teman yang Muslim diminta jaga. Tentu saja jaga ini tidak boleh lebih dari 1 x 24 jam," ucap Indra Satiavani.
Hal itu menurut Indra sudah biasa. Dijelaskan Indra, sejak H-1 Idul Fitri, dokter jaga atau konsulen sudah diambil alih oleh dokter yang non Muslim.
"Untuk jangka panjang kayak lebaran ini. Biasanya memang gitu, H-1, H+1 itu konsulennya masih non Muslim," imbuhnya.
Baru H+ lebaran, dilanjutkan Indra Satiavani, baru dijaga oleh dokter yang Muslim. Ditambahkan alumni Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro ini, tanggung jawab dokter spesialis saat berjaga itu cukup berat.
ADVERTISEMENT
"Rata-rata di rumah sakit seperti itu. Otomatis beban kerja tambah berat," tutur Indra Satiavani.
Sementara itu, soal Sindrom Brugada adalah kelainan genetik pada pembuluh darah koroner, merupakan bentuk dari aritmia maligna atau masalah pada irama jantung saat organ tersebut berdetak terlalu cepat, lambat, atau tidak teratur yang terjadi karena impuls elektrik untuk mengatur detak jantung tidak bekerja dengan baik.