“Setelah Menlu RI Pulang, Serangan Besar ke Rohingya Terjadi Lagi”

16 September 2017 15:10 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Massa menuntut hentikan represi Rohingya. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Massa menuntut hentikan represi Rohingya. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kenyataan tak seindah harapan. Demikianlah yang dikatakan Kyaw Win, Direktur Burma Human Rights Network, dalam kunjungannya ke Indonesia.
Ia menyatakan, pembakaran desa-desa Rohingya dan pembunuhan terhadap penduduknya tak berhenti dengan kedatangan pemerintah Indonesia--yang diwakili Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi--ke Myanmar awal bulan ini.
“Beberapa informasi menyebut 3.000-4.000 orang Rohingya telah tewas, sebagian lainnya--mayoritas--mengatakan angka korban tewas 2.000-3.000 orang,” kata Kyaw Win saat berbincang dengan kumparan di Jakarta, pekan ini, seminggu setelah kunjungan Menlu Retno ke Myanmar.
Kyaw Win, Direktur Burma Human Rights Network (Foto: http://www.bhrn.org.uk)
zoom-in-whitePerbesar
Kyaw Win, Direktur Burma Human Rights Network (Foto: http://www.bhrn.org.uk)
Kyaw Win berpendapat, diplomasi tak mempan mencegah pembunuhan massal terhadap Rohingya.
“Setelah dia (Menlu Retno) kembali ke Indonesia, terjadi lagi serangan besar di Rakhine (negara bagian di Myanmar yang selama ini dihuni Rohingya). Jika diplomasi berhasil, hal itu tak mungkin terjadi,” ujar Kyaw Win.
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan, pemerintah Indonesia harus melihat Myanmar secara berbeda dari negara-negara lain di Asia Tenggara yang lebih maju dan berkembang. Pada intinya, kata dia, Myanmar tak menjalankan reformasi demokrasi dan masih dicengkeram kekuatan militer yang licik.
Bagi Kyaw Win, diplomasi bukan jawaban dan tak pernah membuahkan hasil nyata untuk Rohingya. Serangan militer kepada warga Rohingya kali ini--dengan alasan memburu pemberontak ARSA (Arakan Rohingya Salvation Army)--bukan pertama kali.
“Mereka menggunakan ARSA sebagai alasan untuk memusnahkan populasi Rohingya. (Pemusnahan) ini sudah terjadi sejak 1978, 1982, 1989, 1991, 1992, 1997, lalu 2012, 2016, 2017.”
ADVERTISEMENT
Infografis Tragedi Rohingya di Myanmar (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Infografis Tragedi Rohingya di Myanmar (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Infografis Derita Rohingya di Myanmar (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Infografis Derita Rohingya di Myanmar (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
“Setiap kali muncul serangan, yang terjadi hanyalah Rohingya mengungsi meninggalkan Myanmar. Ratusan ribu orang telah mengungsi, sehingga 45 persen populasi Rohingya di Myanmar kini telah berkurang,” ujar Kyaw Win.
Ia mengatakan, banyak negara yang juga memiliki kelompok pemberontak, namun pemerintahan negara-negara itu tak membantai penduduk.
Demi menyelamatkan Rohingya yang tersisa, Kyaw Win mendesak dunia internasional dan negara-negara tetangga Myanmar di Asia Tenggara untuk menggelar konsolidasi terintegrasi.
Laporan situasi di Rakhine.  (Foto: https://cxbcoordination.org)
zoom-in-whitePerbesar
Laporan situasi di Rakhine. (Foto: https://cxbcoordination.org)
Sampai saat ini, sekitar 313.000 orang Rohingya telah tiba di Bangladesh setelah kabur dari pembunuhan dan pembakaran oleh tentara Myanmar. Jumlah pengungsi sudah pasti bakal meningkat karena banyak yang sedang dalam perjalanan menuju perbatasan Bangladesh.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang di Jenewa, Swiss, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengecam “operasi keamanan brutal” pemerintah Myanmar terhadap etnis Muslim Rohingya di Rakhine.
Dewan HAM PBB meminta Myanmar untuk mengakhiri operasi militer kejam itu, dan mempertanggungjawabkan semua pelanggaran kemanusiaan.
Bantuan Indonesia untuk para pengungsi Rohingya--sembako, tenda, dan selimut--tiba di Bangladesh sejak Kamis (14/9).
Bantuan itu, menurut Kyaw Win, tentu amat berguna saat ini, namun bukan solusi konkret untuk jangka panjang.
ADVERTISEMENT