Setop Kasus Kopilot Bunuh Diri, Lion Air Harus Taat UU Tenaga Kerja

22 November 2019 20:41 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kamar kos Nicolaus, Kopilot Wings Air yang tewas bunuh diri di Cengkareng, Jakarta Barat. Foto: Ulfa Rahayu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kamar kos Nicolaus, Kopilot Wings Air yang tewas bunuh diri di Cengkareng, Jakarta Barat. Foto: Ulfa Rahayu/kumparan
ADVERTISEMENT
Kematian Kopilot Wings Air, Nicolaus Anjar Aji Suryo, menggegerkan dunia penerbangan. Nico ditemukan meninggal dunia tergantung di dalam indekos. Dugaan secarik surat pemberhentian dari maskapai --termasuk denda penalti Rp 7,5 miliar di samping jasadnya disinyalir menjadi musabab ia mengakhiri hidup. Nico yang berstatus pegawai dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diduga dipecat karena meminta cuti ekstra usai menikah.
ADVERTISEMENT
Dalam klausul kontrak kerja yang diterima kumparan, Lion Air Group memang menerapkan aturan kontrak yang 'menahan' pegawainya hingga 18 tahun atas alasan ikatan dinas, dan harus bayar penalti miliaran rupiah jika resign atau diberhentikan karena indisipliner. Masalahnya, aturan itu sangat bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur PKWT hanya boleh diperpanjang hingga dua tahun.
Lokasi kos kopilot Wings Air Nicolaus Anjar Aji Suryo Putro. Foto: Ulfa Rahayu/kumparan
Klausul kontrak Lion Air berbunyi: "...Pihak kedua bersedia mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh pihak pertama di mana pendidikan dan pelatihan tersebut dibiayai oleh pihak pertama, dan bila pihak kedua dinyatakan lulus, maka pihak kedua wajib kerja pada perusahaan pihak pertama selama 18 tahun."
Klausul kontrak kerja Lion Air Group. Foto: Dok. Istimewa
Klausul kontrak kerja Lion Air Group. Foto: Dok. Istimewa
Klausul kontrak kerja Lion Air Group. Foto: Dok. Istimewa
"...Terhitung sejak tanggal perjanjian ikatan dinas ini dibuat sampai tanggal ... maka pihak kedua wajib mengganti biaya pendidikan dan pelatihan serta ganti rugi sebesar USD 758.689,57."
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Melki Laka Lena, menegaskan, seluruh maskapai penerbangan, termasuk Lion Air, harus tunduk pada aturan yang berlaku. Melki tak menutup kemungkinan untuk merekomendasikan pemerintah memberikan sanksi jika Lion Air masih bertahan dengan klausul kontraknya itu.
"Lion Air harus tunduk pada aturan main dan hukum ketenagakerjaan yang berlaku. Kalau Lion Air tidak mengindahkan aturan main, maka penegakan hukum sesuai aturan dan hukum yang berlaku perlu diberlakukan," ujar Melki kepada kumparan.
Ketika ditanya apakah DPR akan memanggil Lion Air untuk meluruskan kasus ini, Melki menjawab singkat. "Kami berencana membahas hal ini dalam rapat internal Komisi IX DPR," sambungnya.
Sejak dulu, Lion Air Group menjadi maskapai yang paling sering menggugat dan digugat oleh pilotnya sendiri. Alasannya pun beragam. Namun seluruhnya soal kesejahteraan kerja. Para pilot merasa dieksploitasi oleh perusahaan Rusdi Kirana itu terkait jam kerja, upah, hingga kontrak kerja.
ADVERTISEMENT
2009, pilot Lion Air menggugat perusahaan senilai Rp 4,4 miliar lantaran tak membayar gaji sesuai kontrak kerja. Di tahun yang sama, Lion Air menggugat ketiga pilotnya lantaran mengundurkan diri sebelum masa kerja berakhir.
2015, pilot Capt Oliver menggugat perdata ke Lion Air sebesar Rp 5,1 miliar ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Gugatan diajukan lantaran tak digaji tujuh bulan oleh Lion Air. Saat itu, Lion Air menilai Oliver indisipliner lantaran enggan menerbangkan pesawat pada 2014. Belakangan, Oliver menyebut ia enggan menerbangkan pesawat yang terbukti rusak.
Keluhan status PKWT dan penalti miliaran rupiah di dalam Lion Air memang bukan barang baru. Puncaknya pada 2016, ketika Lion Air memecat 18 pilotnya karena mogok terbang dan membuat pesawat banyak delay. Padahal, mogoknya para pilot itu terjadi lantaran ongkos transport mereka yang belum dibayar hingga pengujung bulan. Mereka lalu menggugat Lion Air, termasuk kontrak kerja yang dianggap sewenang-wenang.
ADVERTISEMENT
Anggota Ikatan Pilot Indonesia (IPI), Captain Henry Sitorus, menilai profesi pilot dan pramugari tak semestinya berstatus PKWT. Terlebih Lion Air adalah maskapai besar yang rutin melakukan penerbangan. Dia juga menilai klausul kontrak Lion Air janggal.
"Itu cukup aneh, ya. Tapi pada dasarnya, klausul kontraknya enggak kuat juga itu sebenarnya. Sifatnya (pilot) harus tetap atau continue, maka pilot apalagi pramugari harus pegawai tetap, tidak bisa dikontrak," ujar Henry kepada kumparan.
Henry mengakui, setiap pilot memang memiliki kontrak ikatan dinas bond training yang dibiayai maskapai. Sehingga, kontrak ini dipertanggungjawabkan hingga batas waktu tertentu. Namun, Henry menegaskan, itu seharusnya tak mempengaruhi status kepegawaian.
"Contohnya tiga atau empat tahun. Tapi status kepegawaian saya tetap menjadi pegawai tetap," tuturnya. "Bond training, kalau rata-rata, misalnya Airbus Rp 300-500 juta. Itu sudah termasuk base check, itu sudah termasuk kita terbangin pesawat benerannya, tanpa penumpang. Jadi itu sudah termasuk semua, sudah termasuk mandatory training, itulah yang dibayarkan [maskapai]," sambungnya.
Ilustrasi Lion Air. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
"Untuk yang di Lion ini saya enggak tahu pasti, ya, karena masih rumor, ada yang bilang mereka pegawai tetap, ada yang bilang mereka kontrak," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Pengamat penerbangan, Alvin Lie, menyebutkan, Lion Air memang memberikan kebijakan membiayai training dan ikatan dinas untuk para pilotnya. Sebab, setelah pilot lulus sekolah, mereka hanya memiliki tiga lisensi awal: Private Pilot License, Commercial Pilot License, dan Instrument Rating. Setelah memiliki commercial pilot license, mereka dibiayai untuk mengambil tipe rating untuk jet, mengambil tipe rating B777.
"Biayanya sekitar USD 30 ribu, sekitar Rp 500 juta. Lama pendidikan sekitar enam bulan," tambah Alvin.
"Ini melanggar UU Ketenagakerjaan. Tapi Lion Grup aman-aman saja selama ini karena kekuatan tawar politik. PKWT seharusnya hanya untuk pekerjaan yang bukan core business, tugas-tugas yang sifatnya ad hoc dan musiman" tegas Alvin.
Untuk kasus Nico, salah seorang sumber kumparan mengaku ini bukan hanya terjadi sekali dua kali. Bahkan denda penalti yang dijatuhkan ada yang mencapai Rp 11 miliar. Padahal, sesuai dengan putusan kasasi di pengadilan, status pilot Lion Air harus Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), bukan PKWT. "Ini kayak gunung es, di bawah ini masih banyak Nicolaus lain," ujar sumber tersebut.
ADVERTISEMENT
"Masalah seperti ini biasanya tertutup karena takut. Di antaranya ada pintu jalan keluarnya, biasanya ada dulu banyak istilahnya seperti Nicolaus begini. Kalau mau keluar [dari Lion Air], dia pakai jalur sewa lawyer yang bisa dimainkan. Istilahnya pokoknya 'gua keluar dari Lion Air, bayar Rp 20,30, 40 juta, pokoknya [jadi] enggak digugat," tambahnya.
Makam kopilot Wings Air, Nicolaus Anjar Aji SP di TPU Cangakan, Karanganyar, Jateng. Foto: kumparan
Makam kopilot Wings Air, Nicolaus Anjar Aji SP di TPU Cangakan, Karanganyar, Jateng. Foto: kumparan
Melanggar UU
Mengutip Pasal 59 UU Tenaga Kerja, PKWT hanya dapat ditujukan untuk pekerjaan yang bersifat selesai dalam waktu tertentu; sekali selesai (sementara), paling lama tiga tahun, musiman, berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Jadi, bukan ditujukan untuk pilot.
Ayat (2) tertulis: Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Pun diperpanjang, jangka waktu PKWT paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun.
ADVERTISEMENT
kumparan sudah menemui Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro. Danang belum bisa menjawab alasan Nico dipecat dan diputus kontrak kerja.
"Belum bisa saya jawab, mengingat keluarga sedang dalam masa berkabung. Masih banyak juga, jadi terlalu dini kalau saya menjelaskan sekarang. Jadi saya belum bisa memberikan detail. Saya harus mengecek kebenarannya ini," tutur Danang.
Terkait kontrak ikatan dinas hingga 18 tahun, lagi-lagi, Danang juga tidak menjawab. "Ini kan berkaitan dengan aspek legal, saya harus mengonfirmasi lagi. Itu yang jadi pekerjaan rumah saya."
Penjelasan Wings Air Terhadap Perjanjian Ikatan Dinas pada Awak Kokpit (Penerbang) Pesawat Udara
Wings Air (kode penerbangan IW) member of Lion Air Group memberikan penjelasan sehubungan perjanjian ikatan dinas antara perusahaan dengan awak kokpit pesawat udara.
ADVERTISEMENT
Perjanjian ikatan dinas tersebut telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak dalam keadaan pemahaman yang baik.
Perjanjian ikatan dinas dibutuhkan guna menjamin komitmen awak kokpit dan tersedianya awak pesawat yang telah dididik oleh perusahaan serta dinyatakan memenuhi semua kualifikasi (qualified) oleh regulator untuk dapat melaksanakan tugasnya menerbangkan pesawat yang dioperasikan perusahaan sesuai ketentuan dan aturan yang ditetapkan.
Perjanjian ini dibuat bertujuan guna memberikan kepastian terhadap ketersediaan jasa layanan angkutan udara, pelayanan terbaik kepada penumpang serta menjamin kelangsungan pembinaan dan menciptakan awak kokpit yang profesional.
Proses mencetak/ mendidik awak kokpit dibutuhkan biaya dan waktu yang cukup lama dalam memenuhi segala pelatihan, memahami standar operasional prosedur penerbangan dan keahlian yang wajib dipenuhi setiap awak kokpit.
ADVERTISEMENT
Maskapai dalam menyusun rencana operasional penerbangan harus didukung jaminan ketersediaan awak kokpit yang cukup dan sesuai standar yang sudah ditetapkan oleh regulator dan perusahaan, agar jasa pelayanan yang akan dan telah dipasarkan diyakinkan dapat terlaksana/ tersedia dengan baik.
Hal ini berlaku umum di industri angkutan udara dalam negeri (domestik) dan internasional.
---------------------------------------------------------------
Anda bisa mencari bantuan jika mengetahui ada sahabat atau kerabat, termasuk diri anda sendiri, yang memiliki kecenderungan bunuh diri.
Informasi terkait depresi dan isu kesehatan mental bisa diperoleh dengan menghubungi dokter kesehatan jiwa di Puskesmas dan Rumah Sakit terdekat, atau mengontak sejumlah komunitas untuk mendapat pendampingan seperti LSM Jangan Bunuh Diri via email [email protected] dan saluran telepon (021) 9696 9293, dan Yayasan Pulih di (021) 78842580.
ADVERTISEMENT