Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Keberadaanya hingga kini masih misterius meski ia bisa keluar-masuk Indonesia secara leluasa, bahkan sempat membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan beberapa waktu lalu. Namun belakangan santer terdengar sosok Djoko Tjandra terdeteksi di Kuala Lumpur, Malaysia.
Desas-desus keberadaan Djoko Tjandra ini diperkuat dari pernyataan pengacaranya, Anita Kolopaking, yang menyatakan kliennya itu berada di Malaysia untuk menjalani perawatan.
Pemerintah Indonesia pun diminta untuk segera menelusuri keberadaan buronan Kejaksaan Agung itu di Negeri Jiran.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mendesak Presiden Jokowi membantu menangkap Djoko Tjandra dengan melobi Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin.
Menurut Boyamin, Jokowi memiliki hubungan yang baik dengan Muhyiddin Yassin, sehingga dapat memudahkan aparat penegak hukum kedua negara menangkap Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
"Presiden Jokowi (bisa) meminta kepada Perdana Menteri Malaysia untuk menangkap orang ini. Karena upaya Jaksa Agung sebelumnya, Pak Prasetyo, lima tahun enggak pernah goal," ujar Boyamin dalam acara diskusi Sindo Trijaya FM, Sabtu (18/7).
"Sekarang mumpung momentum ini membuat goal bisa nangkep Djoko Tjandra di Kuala Lumpur dan dipulangkan ke Indonesia," imbuhnya.
Boyamin mengatakan, hubungan diplomasi Indonesia-Malaysia saat ini terjalin cukup baik, sehingga masalah kerja sama penangkapan buronan lintas negara menjadi hal yang mudah.
"Ini memang harus Presiden yang selevel itu karena antarnegara tidak bisa kemudian Jaksa Agung ke sana, diketawain nanti," ucap Boyamin.
Untuk membantu penangkapan buronan seperti Djoko Tjandra, aparat penegak hukum diminta memasang foto para buronan di tempat-tempat umum. Mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung), Chairul Imam, menyarankan hal ini agar kaburnya Djoko Tjandra tak terulang pada tersangka kasus-kasus lain.
ADVERTISEMENT
"Saya sangat setuju memasang foto buron di televisi atau di pintu kelurahan. Itu pernah dilakukan pada sekitar tahun 1980-an, toh itu enggak melanggar HAM kok," kata Chairul di diskusi Polemik secara virtual, Sabtu (18/7).
Menurutnya, memasang foto buronan di hadapan publik dapat dilakukan sebagai bentuk transparansi dan keseriusan pemerintah mencari buronan yang merugikan negara.
Selain itu, Chairul menyarankan Kejaksaan Agung dan Polri membentuk tim pencari fakta untuk mengungkap keberadaan Djoko Tjandra. Ia kurang setuju jika Jokowi sebagai seorang Presiden harus turun tangan mencari buronan.
"Khusus kasus ini, janganlah sampai Presiden ditugasi. Kasihan dia. Lebih baik kejaksaan dan polisi membentuk tim mencari fakta. Lalu polisi dan kejaksaan mempunyai hubungan baik dengan aparat penegak hukum di ASEAN. Lebih baik kita seriusi untuk meminta bantuan mereka, termasuk untuk mencari orang pelarian," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pelarian Djoko Tjandra hingga leluasa keluar-masuk Indonesia disebut-sebut berkat peran dari sejumlah pihak, termasuk pejabat di Polri. Kasus ini menyeret tiga jenderal polisi.
Mereka adalah Brigjen Prasetijo Utomo, Brigjen Nugroho Slamet Wibowo, dan Irjen Napoleon Bonaparte. Ketiganya kini menjalani pemeriksaan disiplin oleh Propam Polri.
Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, meminta Polri tak hanya mengusut dugaan pelanggaran disiplin ketiga oknum tersebut.
Apabila terdapat bukti adanya dugaan suap terkait pelarian Djoko Tjandra, Poengky meminta Polri harus mengusutnya secara pidana.
Termasuk soal 'surat sakti' bagi Djoko Tjandra yang diteken Brigjen Prasetijo selaku Kakorwas PPNS Bareskrim Polri. Menurutnya, Polri harus tegas agar reformasi di tubuh Polri benar-benar berjalan dengan baik.
ADVERTISEMENT
"Sehingga orang yang diduga melakukan penyimpangan saat ini ditelusuri dan diperiksa. Bila terbukti hukuman juga harus tegas, pidana ini bisa juga kan diterapkan soal adanya penerbitan surat palsu sama suap," ujar Poengky dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (18/7).
Lolosnya Djoko Tjandra Bukti Buruknya Koordinasi Penegak Hukum
Lolosnya Djoko Tjandra dianggap sebagai bukti buruknya koordinasi antarpenegak hukum dan lembaga terkait. Selain menyeret pejabat Polri, pihak Imigrasi juga tak menemukan catatan keluar-masuk Djoko Tjandra.
"Kasus Djoko Tjandra jelas-jelas merupakan cermin buruknya koordinasi antaraparat penegak hukum dan badan lembaga lain terkait," ujar Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, kepada wartawan, Sabtu (18/7).
Menurut Nawawi, membangun koordinasi yang kuat antarkementerian dan penegak hukum, adalah tugas dan fokus Menko Polhukam Mahfud MD saat ini daripada mengaktifkan kembali tim pemburu koruptor.
ADVERTISEMENT
"Di sinilah peran Prof Mahfud selaku Menko Polhukam dibutuhkan untuk membangun koordinasi yang rapuh tersebut. Dan bukan dengan melahirkan kembali tim baru," tegasnya.
————-----------------------
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona