Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Sidang Etik 'Mutasi Kerabat' Nurul Ghufron Ditunda Jadi 14 Mei, Mangkir Lagi?
2 Mei 2024 19:11 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Dewan Pengawas (Dewas) KPK tengah memproses kasus etik yang menyeret nama Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, terkait mutasi anak kerabatnya di Kementerian Pertanian (Kementan). Ghufron dijadwalkan mengikuti sidang etik yang mestinya digelar hari ini, Kamis (2/5).
ADVERTISEMENT
Namun, Ghufron justru mangkir alias tidak hadir. Dewas KPK melakukan penjadwalan ulang sidang etik tersebut pada 14 Mei 2024 mendatang.
Ghufron mengaku sengaja meminta penundaan karena sedang menggugat Dewas KPK di PTUN. Saat dikonfirmasi apakah dirinya akan memenuhi panggilan kedua Dewas KPK itu, Ghufron menyebut akan mempertimbangkannya.
"Sekali lagi, kami masih akan mempertimbangkan dan kami harap sekali lagi prosedur ini adalah sama-sama produk hukum. Dewas adalah produk hukum, gugatan kami adalah ke PTUN adalah prosedur hukum," kata Ghufron saat ditemui wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (2/5).
"Tetapi perlu diketahui, bahwa ketika ada benturan kepentingan kewajiban hukum di suatu saat diundang, di suatu saat diundang yang sama, ada dua kewajiban hukum yang sama. Maka, jadi kita harus memproses masalah ini sesuai dengan peraturan perundangan dengan santai saja," imbuh Ghufron.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Dewas KPK menerima pemberitahuan bahwa Ghufron tidak hadir dengan alasan sedang menggugat Dewas KPK ke PTUN. Gugatan itu terkait keberatan Ghufron dengan proses etik yang dilakukan Dewas KPK.
"Sidang sudah dibuka, kemudian sudah ditutup karena Nurul Ghufron tidak hadir dengan alasan dia sedang menggugat Dewas melalui Pengadilan Tata Usaha Negara," kata Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, saat dikonfirmasi, Kamis (2/5).
Syamsuddin mengungkapkan, sidang etik itu ditunda dan akan dilaksanakan kembali pada Selasa, 14 Mei 2024 mendatang.
Jika Ghufron kembali absen, Syamsuddin menegaskan sidang etik akan tetap dilanjutkan tanpa kehadiran pimpinan KPK tersebut.
"Sidang ditunda tanggal 14 Mei 2024. Jika panggilan kedua nanti tidak hadir juga, maka sidang etik tetap dilanjutkan," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini Ghufron tengah diproses etik di Dewas KPK. Dia diduga melanggar etik karena penyalahgunaan wewenangnya untuk membantu mutasi anak kerabatnya di Kementan.
Akan tetapi, Ghufron berdalih yang dilakukannya bukan intervensi, melainkan meneruskan keluhan saja terkait mutasi anak kerabatnya itu dari Jakarta ke Malang, yang tak kunjung disetujui.
Namun, hal ini dianggap oleh Dewas KPK sebagai bentuk penyalahgunaan pengaruh. Sebab, Ghufron melakukan itu dalam kapasitasnya menjabat sebagai pimpinan KPK.
Tak diam, Ghufron melawan. Dia menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta. Alasannya, Dewas KPK mengusut dugaan pelanggaran etik yang sudah kedaluwarsa.
Sebab menurut Ghufron, peristiwa soal mutasi itu terjadi pada 15 Maret 2022. Sementara, hal itu baru dilaporkan ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023.
ADVERTISEMENT
Ghufron kemudian keberatan atas laporan dan tindakan Dewas KPK memproses laporan tersebut karena dianggap telah kedaluwarsa sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 Peraturan Dewas Nomor 4 Tahun 2021 tentang kedaluwarsa laporan atau temuan. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa kedaluwarsa kasus adalah selama 1 tahun.
“Sehingga, pada saat dilaporkan tanggal 8 Desember 2023 saja itu sudah daluwarsa, karenanya Dewas telah lewat waktu kewenangannya untuk memeriksa peristiwa tersebut,” kata Ghufron kepada wartawan, Kamis (25/4).
Selain itu, Ghufron juga melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho ke instansinya sendiri karena meminta data transaksi ke PPATK dalam mengusut kasus etik. Padahal, Albertina bukan penyidik. Namun menurut Dewas KPK, itu bukan pelanggaran etik karena Albertina dibekali surat tugas.
ADVERTISEMENT
PPATK juga membeberkan bahwa tak harus penyidik saja yang bisa mendapatkan dokumen dari pihaknya.
“Secara umum, kami tidak hanya memberikan data kepada penegak hukum, dalam bentuk khusus kami berikan informasi kepada pihak lain, misalnya: Pansel, Inspektorat Jenderal, TPA, rekam jejak, hasil riset kepada stakeholders terkait, dan lain-lain,” kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, Kamis (25/4).