Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Sidang Kasus Gula: Saksi Ungkap Kendala Operasi Pasar karena 'Bekingan' Preman
6 Mei 2025 20:32 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
ADVERTISEMENT
Mantan Kepala Divisi Usaha Jasa Perdagangan dan Pergudangan Induk Koperasi Polri (Inkoppol), Irjen Pol (Purn.) Mudji Waluyo, mengungkapkan alasan Inkoppol mengajukan operasi pasar distribusi gula ke Kementerian Perdagangan (Kemendag).
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikannya saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi importasi gula dengan terdakwa eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (6/5).
Dalam kesaksiannya, Mudji mulanya menyebut bahwa harga gula yang tinggi dan meresahkan masyarakat menjadi perhatian khusus oleh Presiden untuk dilaksanakannya operasi pasar menurunkan harga gula ketika itu. Tidak dijelaskan mengenai tahun ketika hal tersebut terjadi.
"Pada saat itu, saat rapat sebagai prolog dari Pak Ketua [Inkoppol] ternyata mendapat perhatian pimpinan negara harga gula yang tinggi dan meresahkan masyarakat, harganya Rp 19 ribu," kata Mudji dalam persidangan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian mendalami apakah salah satu keresahan tersebut juga termasuk gangguan keamanan terhadap operasi pasar dalam menurunkan harga gula.
ADVERTISEMENT
Jaksa lantas membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Mudji. Terungkap bahwa pengajuan operasi pasar oleh Inkoppol lantaran sempat menerima penolakan dari penjual gula yang dibekingi oleh preman.
"Coba Saudara saksi jelaskan, dalam BAP nomor 10, saksi menerangkan bahwa, 'pertimbangan Inkoppol mengajukan operasi pasar dikarenakan di lapangan terdapat penolakan keras operasi pasar dari penjual gula yang mendapat beking preman.' Mohon saksi jelaskan," kata jaksa.
Dalam penjelasannya, Mudji menerangkan bahwa penolakan itu sempat dialaminya saat berkunjung ke pasar di Cipinang dan Yogyakarta.
Ia menjelaskan, upaya lobi pun dilakukan dengan memanggil pejabat kepolisian setempat. Mulai dari jajaran Kapolsek hingga Kapolres.
"Saya jelaskan berdasarkan fakta empirik, yaitu saya laksanakan di Cipinang. Kita membawa 2 truk dengan tulisan operasi pasar gula ditolak oleh kelompok kartel di situ. Akhirnya kita panggil Kapolsek, kita dudukkan bersama, ini perintah negara. Baru kita bisa masuk. Itu salah satu bukti," ucap Mudji.
ADVERTISEMENT
"[Kemudian] di Beringharjo Jogja, Kapolrestabes kita panggil. Karena Inkoppol memiliki jaringan kesamaan dari Mabes, Polda, dan Polres, itulah salah satu indikator bahwa pimpinan memerintahkan Inkoppol. Bukan Polri-nya untuk bekerja karena ini di bidang usaha pastinya koperasi," jelas dia.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dengan adanya operasi pasar yang dilakukan Inkoppol, permasalahan gangguan keamanan dalam operasi pasar bukan berarti bisa teratasi.
Sebab, kata dia, Inkoppol hanya mengintervensi melalui harga gula alih-alih menjalankan kewenangan dalam penegakan hukum (law enforcement).
"Inkoppol tidak memiliki kewenangan law enforcement, yang memiliki kewenangan itu polisi. Tetapi, Inkoppol mengintervensi melalui harga gula. Jika mereka melampaui, Satgas Pangan melakukan law enforcement," tuturnya.
Kasus Tom Lembong
Dalam perkara ini, Tom Lembong telah didakwa melakukan korupsi importasi gula. Perbuatan itu disebut turut merugikan negara hingga Rp 578,1 miliar.
ADVERTISEMENT
Tom Lembong didakwa bersama-sama dengan Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Serta Tony Wijaya Ng (Direktur Utama PT Angels Products), Then Surianto Eka Prasetyo (Direktur PT Makassar Tene), Hansen Setiawan (Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya), Indra Suryaningrat (Direktur Utama PT Medan Sugar Industry), Eka Sapanca (Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama), Wisnu Hendraningrat (Presiden Direktur PT Andalan Furnindo), Hendrogiarto W. Tiwow (Direktur PT Duta Sugar International), Hans Falita Hutama (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur), serta Ali Sandjaja Boedidarmo (Direktur Utama PT Kebun Temu Mas).
Menurut jaksa, Tom Lembong menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) tanpa didasarkan rapat koordinasi dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
ADVERTISEMENT
Persetujuan impor itu diberikan kepada sepuluh perusahaan gula swasta, yakni PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, PT Kebun Tebu Mas, dan PT Dharmapala Usaha Sukses.
Jaksa menyebut total ada 21 surat persetujuan impor GKM yang dikeluarkan oleh Tom Lembong kepada perusahaan-perusahaan tersebut.
Izin itu disebut menyebabkan kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan Gula Kristal Putih (GKP) untuk penugasan stabilisasi harga/operasi pasar. Selain itu, menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Kedua hal tersebut telah merugikan negara senilai Rp 515 miliar. Angka ini menjadi bagian kerugian negara yang berdasarkan audit nilainya mencapai Rp 578,1 miliar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Tom juga disebut memberikan izin kepada PT Angels Products untuk mengimpor GKM dan mengolahnya menjadi GKP. Padahal, saat itu stok GKP dalam negeri mencukupi.
Kemudian, Tom Lembong juga disebut tidak mengendalikan distribusi gula tersebut. Di mana, distribusi gula itu seharusnya dilakukan melalui operasi pasar.
Ada 10 pihak yang mendapat keuntungan dari perbuatan tersebut. Mereka adalah:
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.