Sidang Kasus Timah: Saksi Akui 33 Transaksi di Money Changer Helena Lim Rp 70 M

6 November 2024 13:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Helena Lim (tengah) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/10/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Helena Lim (tengah) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/10/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mantan Staf Administrasi PT Stanindo Inti Perkasa, Elsi Rahayu, mengaku pernah mengirim uang hingga miliaran Rupiah ke money changer milik crazy rich PIK Helena Lim, PT Quantum Skyline Exchange (QSE).
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan Elsi saat dihadirkan secara virtual dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/11). Elsi bersaksi untuk terdakwa Helena Lim, Mochtar Riza, Emil Elmindra, dan MB Gunawan.
Mulanya jaksa mencecar Elsi soal adanya bukti transaksi dengan PT QSE. Elsi menyebut transaksi itu dilakukannya atas perintah Staf Keuangan PT Stanindo Inti Perkasa, Yulia.
"Mengirimnya (uang) ke mana Bu?" tanya jaksa.
"Ke PT Quantum Skyline Exchange," jawab Elsi.
"Itu saksi mengirimkan uang atas perintah?" cecar jaksa.
"Iya atas perintah. Perintahnya saya dapat dari ibu Yulia semua," ungkap Elsi.
Suasana sidang lanjutan kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/11/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Elsi menyebut transaksi itu juga disamarkan dengan cara menyamakan nama pengirim dan penerima. Hal itu dilakukan Elsi juga sebagai bagian dari menjalankan perintah.
ADVERTISEMENT
"Tapi saksi yang menulis pengirim PT Quantum ini siapa Bu?" tanya jaksa.
"Saya sendiri," ucap Elsi.
"Atas perintah Bu Yulia?" tanya jaksa lagi.
"Iya, atas perintah Bu Yulia," timpal Elsi.
"Dikirimnya ke PT Quantum juga?" cecar jaksa.
"Iya," kata Elsi.
"Kenapa kok bisa pengirimnya PT Quantum, penerimanya juga PT Quantum?" tanya jaksa.
"Karena perintahnya begitu," balas Elsi.
Jaksa lalu merincikan ada 33 transaksi yang dilakukan terhadap PT QSE selama 2019-2020 sambil menunjukkan buktinya. Elsi pun mengonfirmasi hal tersebut.
"Kalau total dari 2019 sampai dengan 2020 itu berkisar sampai dengan Rp 70 miliar. Perkiraan saksi apakah sampai dengan nilai segitu?" tanya jaksa.
"Sebentar ya Pak Penuntut Umum, ini kan sudah ada dokumennya. Apakah dokumen ini saksi tahu enggak? Perlihatkan aja ke saksi. Saudara saksi kan jumlahnya ada di situ jumlahnya, saudara tadi kan diperlihatkan oleh penuntut umum, slip setoran. Apakah slip setoran ini saudara tahu seperti ini yang saudara kirim waktu itu?" ucap hakim menimpali.
ADVERTISEMENT
"Iya, betul," kata Elsi mengakui.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di PT Timah Helena Lim (kiri) menjalani sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (11/9/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Namun, dari sekian banyak transaksi itu, Elsi mengaku tak tahu maksud dan tujuannya. Dalam sidang yang sama, Helena Lim menanggapi keterangan Elsi tersebut. Helena menyebut tidak pernah memerintahkan siapa pun untuk menyamarkan transaksi.
"Terhadap Ibu Elsi, itu saya tidak pernah menginstruksikan kepada siapa pun termasuk PT Stanindo untuk menulis pengirim PT Quantum. Dan sepemahaman saya, di bank itu nama penyetor itu harus orang yang datang membawa cek tersebut," ujar Helena.
Dalam perkara ini, Helena Lim, didakwa terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun.
Dalam kasus korupsi Timah ini, Helena diduga berperan menampung dana pengamanan yang telah dikumpulkan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin.
ADVERTISEMENT
Dana pengamanan itu dihimpun Harvey dari perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Para perusahaan smelter itu, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Harvey menutupi pengumpulan uang pengamanan itu dengan kedok dana corporate social responsibility (CSR) yang bernilai 500 hingga 750 USD per metrik ton. Perbuatan itu diduga dilakukan dengan bantuan Helena Lim.
Helena yang menghimpun dana dalam bentuk Rupiah itu, kemudian menukarkannya ke dalam mata uang Dolar Amerika Serikat dengan total 30 juta USD. Lalu, uang tersebut diserahkan dalam bentuk tunai kepada Harvey secara bertahap melalui kurir PT QSE.
Atas penukaran tersebut, terungkap di persidangan, Helena disebut menerima keuntungan hingga Rp 900 juta. Sementara dalam dakwaan Kejagung, Harvey dan Helena disebut menerima keuntungan hingga Rp 420 miliar.
ADVERTISEMENT