Sidang Kasus Timah: Saksi Cerita Ucapan Jokowi Minta Penambang Ilegal Jadi Legal

11 September 2024 16:40 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi meninjau proyek pembangunan Top Submerge Lance (TSL) Ausmelt Furnace PT Timah Tbk di Kawasan Unit Metalurgi Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Kamis (20/10/2022). Foto: PT Timah Tbk
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi meninjau proyek pembangunan Top Submerge Lance (TSL) Ausmelt Furnace PT Timah Tbk di Kawasan Unit Metalurgi Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Kamis (20/10/2022). Foto: PT Timah Tbk
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi disebut sempat meminta kepada PT Timah untuk mengakomodir para penambang ilegal. Permintaan ini disampaikan Jokowi ketika kunjungan kerja (kunker) ke daerah Bangka Belitung.
ADVERTISEMENT
Hal ini terungkap dalam keterangan Kepala Unit Produksi wilayah Bitung PT Timah, Ali Syamsuri, dalam persidangan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/9). Ia dihadirkan sebagai saksi untuk 4 terdakwa yakni eks Dirut PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani; eks Direktur Keuangan PT Timah, Emil Elmindra; Dirut PT Stanindo Inti Perkasa, MB Gunawan; dan Manager PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim.
Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) bertanya kepada Ali soal perusahaan mitra pemilik izin usaha jasa pertambangan (IUJP) yang mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal.
"Pernah mendengar informasi tidak itu?" tanya jaksa.
"Kalau menjadi pengepul penambang ilegal saya tidak dapat kabar. Tapi yang kalau yang saya sampaikan tadi, misalnya di sekitaran tambang masyarakat ada yang bermitra secara resmi tadi, misalnya ada penambang masyarakat yang tidak berizin, ini yang kita minta untuk ini bisa dibina, misalnya sama-sama masih dalam IUP, itu saja," jelas Ali.
ADVERTISEMENT
Belum puas dengan jawaban Ali, jaksa lantas kembali mendalami soal adanya praktik pengumpulan timah oleh pemilik IUJP dari penambang ilegal. Menurut Ali, ada arahan dari Presiden Jokowi untuk mengakomodir kegiatan penambangan ilegal.
"Artinya kan, yang tadi tambang-tambang ilegal itu, berarti menggunakan perusahaan pemilik IUJP itu ketika menjual biji timahnya ke (PT Timah). Itu Saudara tidak praktik seperti itu terhadap mitra-mitra seperti itu ya?" cecar jaksa.
"Tidak semua, karena kita waktu itu kan diperintahkan waktu apa ya, ada kunjungan presiden RI ke bangka Belitung, Yang Mulia. Terus banyak yang mengeluhkan masalah tambang ilegal dan statement Beliau adalah 'ya itu semua masyarakat saya, minta tolong bagaimana caranya yang ilegal ini menjadi legal'," papar Ali.
ADVERTISEMENT
"Jadi ya itulah waktu itu masyarakat yang ada di sekitar-sekitar tambang yang ada SPK kita, itu yang dibina agar mereka tidak dikejar-kejar oleh aparat, itu Yang Mulia. Dan produksinya dikirim melalui mitra yang (memiliki IUJP)," sambung dia.
Belum ada keterangan dari pihak Presiden mengenai keterangan saksi dalam sidang tersebut.

Penambang Ilegal di IUP PT Timah Sudah Ada Sejak 2005

Sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/9/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Ali mengungkapkan, para penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah sudah ada sejak awal dirinya bekerja. Hal itu terungkap saat Ali dicecar oleh hakim.
"Kalau yang di dalam IUP PT Timah yang saya tahu, yang saya lihat Yang Mulia, dan informasi juga dari, ada divisi kita, divisi pengamanan Yang Mulia. Bahwa memang terjadi penambangan oleh masyarakat yang di luar izin PT Timah," jelas Ali.
ADVERTISEMENT
"Sejak tahun berapa Saudara lihat itu? Sejak waktu 2005?" cecar hakim.
"Sejak saya masuk itu sudah ada," sahut Ali.
Ali mengatakan, para penambang ilegal itu kebanyakan berskala kecil dan bersifat nomaden. Seringkali penertiban juga sudah dilakukan.
"Hari ini kita tertibkan di titik A, dari Divisi Pengamanan misalnya memberikan sosialisasi. Mungkin sehari dua hari dia berhenti, tetapi berapa hari kemudian dia sudah di tempat lain lagi," beber Ali.
"Jadi enggak terkontrol ya?" tanya hakim.
"Susah untuk mengkontrol, dan mereka mengatasnamakan istilahnya perut lah. Perut rakyat," balas Ali.
"Pengamanan dari perusahaan itu apakah mampu ndak?" cecar hakim.
"Tidak mampu, karena itu berjalan terus," ungkap Ali.

Kasus Timah Rp 300 Triliun

Kasus timah ini disebut merugikan negara hingga Rp 300 triliun. Ada sejumlah pihak yang kemudian dijerat.
ADVERTISEMENT
Angka tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk tahun 2015 sampai dengan tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tanggal 28 Mei 2024.
Kerugian negara terbesar adalah dari kerugian ekologi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Yakni kerugian lingkungan pada lahan non kawasan hutan seluas 95.017,313 ha dan pada kawasan hutan seluas 75.345,751 ha dengan total luas area 170,363.064 ha.
Terbagi tiga jenis: yakni kerugian ekologi sebesar Rp 183 triliun lebih, kemudian kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp 75 triliun lebih, dan kerugian negara yang timbul dari biaya pemulihan lingkungan Rp 11 triliun.