Sidang Korupsi Timah: Saksi Ungkap Modus Money Changer Helena Lim

2 Oktober 2024 14:53 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Helena Lim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/9/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Helena Lim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/9/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Imelda, Sekretaris Pribadi Dirut PT Sariwiguna Bina Sentosa, Robert Indarto, mengungkapkan kejanggalan dalam transaksi penukaran mata uang rupiah menjadi dolar AS di money changer milik crazy rich PIK, Helena Lim.
ADVERTISEMENT
Ia menyampaikan kejanggalan itu saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/10). Ia bersaksi untuk terdakwa Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi, Emil Elmindra, dan MB Gunawan.
Imelda bercerita bahwa ia diminta Robert untuk menukarkan duit di money changer milik Helena, yaitu PT Quantum Skyline Exchange.
Transaksi dilakukan lima kali pada 2019. "Totalnya Rp 7,8 miliar," kata Imelda.
Nah, tidak seperti perusahaan money changer biasa yang langsung memberikan USD, Quantum ini "hanya menerima tanpa memberi".
"Tidak pernah terima (dari Quantum)?" tanya jaksa keheranan.
"Iya," timpal Imelda.
Imelda berbaik sangka, dengan mengira Quantum menyerahkan "uang USD" ke Robert secara langsung. Ternyata itu cuma modus.

Background Perkara Helena Lim

Helena Lim kini menjadi salah satu terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah. Kasus itu disinyalir merugikan keuangan negara hingga Rp 300 triliun.
ADVERTISEMENT
Lewat Quantum, Helena diduga menampung dana pengamanan yang telah dikumpulkan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin.
Dana pengamanan itu dihimpun Harvey dari perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Para perusahaan smelter itu, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Harvey Moeis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/9/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Harvey menutupi pengumpulan uang pengamanan itu dengan kedok dana corporate social responsibility (CSR) yang bernilai 500 hingga 750 USD per metrik ton. Perbuatan itu diduga dilakukan dengan bantuan Helena.
Helena yang menghimpun dana dalam bentuk rupiah itu, kemudian menukarkannya ke dalam mata uang dolar AS dengan total 30 juta USD. Lalu, uang tersebut diserahkan dalam bentuk tunai kepada Harvey secara bertahap melalui kurir PT QSE.
ADVERTISEMENT
Atas penukaran tersebut, Helena disebut menerima keuntungan hingga Rp 900 juta.
Hingga saat ini, Helena tidak pernah menjawab saat ditanya wartawan soal kasusnya. Penasihat hukum Helena pun sama. Pada 21 Agustus 2024, Helena dan penasihat hukumnya menyatakan ke majelis hakim bahwa tidak akan mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa.
"Jadi yang jelas, saudara mengerti yang tadi dibacakan oleh penuntut umum. Saudara mengerti dakwaannya kan?" tanya Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh.
"Mengerti, Yang Mulia," jawab Helena.