Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Sidang Perdana di MK, Novel Baswedan Dkk Minta Seleksi Capim KPK Ditunda
22 Juli 2024 19:40 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana Judicial Review (JR) yang diajukan sejumlah mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute. Mereka menggugat UU KPK terkait dengan syarat batas umur Pimpinan KPK.
ADVERTISEMENT
Mereka yang mengajukan gugatan tersebut di antaranya adalah Novel Baswedan, Praswad Nugraha, hingga Harun Al Rasyid.
Dalam permohonannya, Novel dkk meminta pemberlakuan batas usia 50 tahun sebagai syarat jadi pimpinan KPK, sebagaimana dalam Pasal 29 huruf e UU KPK. dimaknai ulang. Mereka meminta batas usia minimalnya dikembalikan jadi hanya 40 tahun.
Kuasa hukum Pemohon, Lakso Anindito, juga mengajukan permintaan tambahan, yakni memohon agar seleksi calon pimpinan (Capim) KPK ditunda.
Ia juga menyinggung gugatan yang telah diajukannya ke MK sejak Mei 2024 lalu. Saat itu, MK memang tengah berfokus menghadapi gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
"Untuk itu, kami nantinya pada revisi ini juga, kami ingin mengajukan terkait dengan putusan sela, Yang Mulia," ujar Lakso dalam persidangan di MK, Senin (22/7).
ADVERTISEMENT
"Apabila diperkenankan, agar Pemohon kami tidak makin jauh kehilangan haknya dan tetap mendapatkan dispensasi atau bisa juga prosesnya ditunda pada proses seleksi [Capim KPK] yang sedang berlangsung, karena pendaftaran ditutup pada tanggal 15 [Juli 2024] kemarin, Yang Mulia," jelas dia.
Pendaftaran capim KPK dibuka pada 26 Juni 2024 hingga 15 Juli 2024. Namun, hingga penutupan, MK belum menetapkan jadwal persidangan gugatan yang diajukan Novel dkk.
Beberapa waktu lalu, Novel Baswedan membenarkan bahwa upaya peninjauan kembali ke MK agar mereka dan beberapa orang IM57 bisa mendaftar sebagai calon pimpinan KPK. Termasuk Novel Baswedan.
“Kami ingin mengajukan terkait putusan sela Yang Mulia apabila diperkenankan agar Pemohon kami tidak semakin jauh kehilangan haknya dan tetap mendapatkan dispensasi atau prosesnya ditunda pada proses seleksi yang sedang berlangsung,” tutur Lakso.
ADVERTISEMENT
"Kami sangat memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang berpengalaman dan memahami secara mendalam mengenai hak-hak konstitusional untuk memberikan masukan kepada permohonan kami ini," pungkas Lakso.
Adapun bunyi Pasal 29 huruf e UU KPK tersebut sebagai berikut:
Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan.
Dalam permohonannya, Novel dkk meminta agar aturan soal batas usia tersebut juga ditambahkan bahwa usia paling rendah adalah 40 tahun dengan pengalaman sekurang-kurangnya 5 tahun sebagai pegawai KPK.
Berikut bunyi salah satu petitum gugatannya:
"Menyatakan pada Pasal 29 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi secara bersyarat (conditionally in constitutional) dan tidak mempunyai kekuatan mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan “Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK atau paling rendah 40 (empat puluh) tahun dengan pengalaman sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun sebagai pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun".
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha, sempat mengungkapkan bahwa dirinya bersama rekan-rekan lain yang mengajukan gugatan memang berniat mendaftar Capim KPK. Akan tetapi, putusan terkait gugatan itu belum diketok MK.
"Kami pun berencana mendaftar tetapi sampai hari ini belum ada putusan MK yang sudah kami ajukan beberapa bulan yang lalu diadili oleh MK," ujar Praswad dalam keterangannya, Senin (15/7) lalu.
Akan tetapi, Praswad mengungkapkan sudah ada empat orang dari IM57+ yang juga merupakan eks KPK maju sebagai Capim KPK.
Mereka adalah Herry Muryanto (eks Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK), Giri Suprapdiono (mantan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK), Hotman Tambunan (eks Kepala Training ACLC), dan Airien Marttanti Koesniar (eks Kabag Rumah Tangga).
ADVERTISEMENT
Masukan Hakim MK
Sidang perkara ini dipimpin Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Arsul Sani. Dalam sesi nasihat hakim, Enny menilai para Pemohon belum menguraikan alasan permohonan ini tidak melanggar asas ne bis in idem atau berbeda dengan permohonan yang sebelumnya telah diputus MK.
“Tapi ini berat ini, karena barang ini sudah diputus oleh Mahkamah baru saja putusannya, Putusan 112 itu kan tahun 2022, kemudian Anda minta lagi untuk diputus, ini memang harus bisa meyakinkan Mahkamah di mana letak persoalan konstitusionalitasnya itu, ini yang benar-benar harus Anda bisa meyakinkan dengan menguraikan dari sisi batu ujinya atau alasan di situ yang kuat,” papar Enny.
Sementara, Arsul Sani mengatakan soal latar belakang pendidikan yang menjadi kualifikasi pimpinan KPK disesuaikan dengan mandat yang diberikan kepada KPK seperti penindakan, pencegahan, dan pendidikan berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Sebab, petitum yang meminta pasal dimaknai dengan berpengalaman sebagai pegawai KPK tanpa penjelasan lebih detail justru dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan lain.
ADVERTISEMENT
“Kenapa enggak dikualifikasikan ke sana, karena kalau enggak yang seperti tadi disampaikan, mohon maaf bukan merendahkan atau apalagi melecehkan bidang-bidang yang lain, di luar yang menjadi core business-nya KPK, katakanlah mohon maaf sekali lagi pekerja lama sebagai driver sekolah pintar kan sudah memenuhi sekian tahun,” kata Arsul.
Sementara itu, Suhartoyo menyinggung terkait MK yang fokus terlebih dahulu melaksanakan tugas menangani penyelesaian perkara PHPU Tahun 2024. Dia mengatakan, MK memang menunda penanganan permohonan Pengujian Undang-Undang (PUU) saat PHPU, bahkan MK telah menerima lebih dari 50 permohonan yang masuk sejak Maret.
“Memang ada waktu yang berkelindan dengan penerimaan calon anggota atau pimpinan KPK yang kemudian waktunya sudah tutup, tapi semua terserah nanti bagaimana rapat hakim menyikapi nanti kalau ada permohonan provisi. Hanya memang selama ini provisi itu, ada sih yang memang beralasan dan kemudian di, tapi memang MK pada titik untuk mengabulkan yang putusan sela provisi itu jarang sekali meskipun memang ada, itu artinya bahwa sangat dikaitkan dengan case by case yang bagaimana relevansi dan bobot argumentasi yang disampaikan,” kata Suhartoyo.
Para Pemohon diminta untuk memperbaiki permohonannya. Berkas permohonan paling lambat harus diterima MK pada Senin, 5 Agustus 2024 pukul 13.00 WIB
ADVERTISEMENT