Sidang Perdana Haryadi Suyuti: Suap, Hadiah, hingga Anak Buah Minta Traktir LC

19 Oktober 2022 21:47 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (tengah) berjalan keluar dengan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).  Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (tengah) berjalan keluar dengan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sidang perdana kasus dugaan suap pengurusan IMB apartemen dengan terdakwa eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti digelar di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Rabu (19/10).
ADVERTISEMENT
Dipimpin Ketua Majelis Hakim M. Djauhar Setyadi, Haryadi menjalani sidang daring dari Rutan KPK, Jakarta.
Dalam sidang ini, Haryadi didakwa menerima suap IMB dua buah bangunan yaitu hotel dan apartemen oleh JPU KPK.
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU, Haryadi bersama Nurwidihartana selaku Kepala DPMPTSP Kota Yogyakarta telah menerima suap baik uang maupun barang.
Suap itu, tak hanya untuk memuluskan IMB Apartemen Royal Kedhaton tetapi juga Hotel Iki Wae atau Aston Malioboro.
"Melakukan, menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa. Sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut menerima hadiah atau janji," kata Jaksa KPK Ferdian Adi Nugroho saat membacakan dakwaan.
Traktiran LC (lady companion) juga terungkap di persidangan ini. Kali ini terkait dengan PT Guyub Sengini Group untuk kasus penerbitan IMB Hotel Iki Wae/Aston Malioboro yang juga waktunya bersamaan dengan Apartemen Royal Kedhaton yaitu rentang 2019-2022.
ADVERTISEMENT
Lokasi hotel itu berada di sumbu filosofis atau tepatnya di Jalan Gandekan. Dalam kasus ini, Nurwidihartana berperan sentral. Untuk memuluskan IMB, dia mensyaratkan Azjar selaku konsultan PT Guyub Sengini Group untuk meminta amunisi kepada salah satu pemegang saham PT Guyub Sengini Group, Sentanu Wahyudi.
Selanjutnya, Sentanu mengikuti arahan yang diberikan Nurwidihartana untuk meminta tolong pada sekretaris Haryadi yaitu Triyanto Budi Yuwono agar menyampaikan ke Haryadi IMB dipercepat.
Setelah itu, Mei 2022 Haryadi meminta kepada DPUPKP agar rekomendasi teknis untuk hotel itu segera terbit sebelum jabatan wali kotanya selesai. Dan, ternyata 20 Mei 2022 rekomendasi teknis terbit dari DPUPKP.
Nurwidihartana lantas menyampaikan hal ini pada Sentanu. Melalui WA, dia mengatakan ingin syukuran dengan bayar LC.
ADVERTISEMENT
"Yang kedua aku mau syukuran KTV di mansion, boleh bayar LC aja ya," tulis Nurwidihartana seperti dibacakan JPU.
Sentanu pun menyanggupinya, dia bahkan mentraktir 'syukuran' tersebut dengan mengatakan "boleh banget to yah, ndak usah bayar semua".
Setelah IMB hotel terbit pada 23 Mei 2022, Haryadi menerima Rp 200 juta dari Sentanu melalui Triyanto. Uang itu disebut sebagai tanda terima kasih kepada Haryadi dan Nurwidihartana. Di mana Rp 50 juta diambil Nurwidihartana dan Rp 150 juta diberikan ke Haryadi.
Apartemen Royal Kedhaton
Dalam persidangan ini terungkap bagaimana Haryadi menerima hadiah dari Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), Oon Nusihono lewat Direktur Utama PT Java Orient Property, Dandan Jaya Kartika untuk memuluskan IMB Apartemen Royal Kedhaton. Kedua orang ini juga berstatus terdakwa.
ADVERTISEMENT
Padahal, kawasan untuk apartemen itu berada di kawasan cagar budaya yang masuk pula dalam kawasan sumbu filosofi. Sehingga perlu ada syarat yang harus dilalui sesuai dengan Keputusan Gubernur (Kepgub) DIY Nomor 75/KEP/2017 tahun 2017 Penetapan Satuan Ruang Geografis Kraton Yogyakarta.
Demikian pula, ada Perwal Yogya Nomor 53 tahun 2017 di mana tinggi maksimal bangunan di wilayah tersebut adalah 32 meter. Nyatanya, apartemen Royal Kedhaton direncanakan memiliki tinggi 40 meter.
Selama 2019 hingga 2022 Haryadi menerima hadiah untuk memuluskan izin ini. Sebelumnya, pada awal 2019, Haryadi telah menyanggupi untuk memudahkan izin apartemen ini kepada Oon.
Misalnya saja, pada Februari 2019, Haryadi menyampaikan kepada Dadan bahwa dirinya akan ulang tahun ke 55 tahun pada 9 Februari. Kemudian oleh Dandan dan Oon, Haryadi diberi e-bike merek specialized seharga Rp 80 juta.
ADVERTISEMENT
"Dimas Dandan, punten dalem sewu bilih mbenjang Sabtu 9 Februari koncone njenengan sg jenenge HS milad ke 55 thn (mohon maaf bahwa besok Sabtu 9 Februari, teman anda yang bernama HS Milad ke 55 tahun)," tulis Haryadi saat itu.
Tak cukup sampai di situ, hadiah Volkswagen Scirocco 2000 cc juga diterima Haryadi usai memberikan rekomendasi tinggi apartemen yang menabrak peraturan itu. Selanjutnya di September 2019, dia juga menerima Rp 20 juta dari Oon melalui Dandan.
Kemudian, pada Maret 2022, Haryadi meminta Triyanto Budi Yuwono yang merupakan sekretaris pribadinya untuk menyampaikan ke Nurwidihartana agar meminta kepada Oon uang sebesar 50 persen dari nilai retribusi IMB.
"Ya gimana caranya lah Pak Nur agar ada dana masuk ke bapak," pesan Triyanto saat itu.
ADVERTISEMENT
Setelah IMB apartemen terbit pada 23 Mei 2022, uang US$ 20.450 diterima Triyanto dari Oon untuk diberikan ke Haryadi pada 2 Juli. Nurwidihartana pun dapat aliran uang sebesar US$ 6.808.
Haryadi pun didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Dia diduga menerima uang US$ 20.450, uang Rp170 juta, satu unit sepeda listrik, hingga Volkswagen Scirocco 2000 cc.
Sidang akan dilanjutkan pada Selasa depan dengan agenda pembuktian. Haryadi Haryadi dan tim penasihat hukumnya menyatakan tak menyampaikan eksepsi dalam sidang perdana ini.
Setelah persidangan, Kuasa hukum Haryadi, Muhammad Fahri Hasyim, menjelaskan kenapa kliennya tidak mengajukan eksepsi.
ADVERTISEMENT
"Daripada bertele-tele putusannya yang seperti itu ya mending cepat tetapi ya mungkin juga seperti itu. Kalau bisa cepat ngapain lambat maksudnya," kaga Fahri.
"Secara hukum, menurut kami ada hal-hal yang perlu kita koreksi. Tapi nanti kita akan bahas dan atau mengomentarinya pada pemeriksaan saksi," pungkasnya.