Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Pengadilan Negeri Banda Aceh mulai menyidangkan permohonan euthanasia atau suntik mati yang diajukan Berlin Silalahi, korban tsunami yang kini kondisinya lumpuh dan sakit-sakitan.
ADVERTISEMENT
Sidang berlangsung di ruang sidang utama PN Banda Aceh, Senin (15/5), dengan hakim tunggal Ngatemin. Berlin hadir diwakili kuasa hukumnya dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA).
Agenda persidangan perdana adalah mendengarkan keterangan Habibah dan Puspa Dewi, tetangga Berlin.
Habibah dan Puspa memaparkan kondisi pemohon Berlin Silalahi, baik secara medis maupun psikologis. Secara medis, pemohon Berlin Silalahi kini kondisinya hanya bisa terbaring.
"Kami berharap apa yang disampaikan keduanya bisa menjadi bahan pertimbangan hakim dalam memutuskan permohonan euthanasia klien kami," kata Safaruddin, kuasa hukum Berlin.
Selain dua keterangan tetangga korban, kata Safaruddin, pihaknya juga akan menyampaikan rekam medis pemohon Berlin. Rekam medis tersebut akan disampaikan pada persidangan berikutnya.
"Kami juga akan menyiapkan saksi ahli terkait psikologis pemohon atau klien kami. Apa yang kami sampaikan untuk menguatkan permohonan euthanasia. Terkait putusan, terserah hakim tunggal yang menyidangkan perkara ini," kata Safaruddin.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Berlin, 46 tahun, korban tsunami yang selama ini menetap di hunian sementara Barak Bakoy, Aceh Besar, mengajukan permohonan euthanasia atau suntik mati ke PN Banda Aceh.
"Klien kami mengajukan permohonan euthanasia atas kesadaran sendiri. Klien kami mengajukan permohonan tersebut karena kondisinya sekarang ini lumpuh dan sakit-sakitan," kata Safaruddin.
Karena kondisinya, lanjut Safaruddin, kliennya tidak bisa lagi menafkahi keluarga. Sedangkan istrinya, Ratna Wati, hanya ibu rumah tangga dan tidak memiliki pekerjaan.
Untuk hidup sehari-hari, Berlin Silalahi hanya mengandalkan bantuan sesama korban tsunami yang tinggal di Barak Bakoy. Namun, barak tersebut sudah dibongkar dan penghuninya digusur oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar.
ADVERTISEMENT
"Pemohon atau klien kami sudah berupaya mengobati penyakitnya. Namun hingga kini, pemohon tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan biaya pengobatannya," ungkap Safaruddin.
Ratna Wati, istri pemohon, menyatakan, suaminya mengajukan permohonan euthanasia sejak mereka diusir dari Barak Bakoy oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar beberapa waktu lalu.
"Kami tidak tahu tinggal di mana lagi. Sejak pembongkaran barak, suami saya tidak bisa berpikir positif lagi. Apalagi suami saya lumpuh dan dalam kondisi sakit kronis," ungkap dia.
Ratna Wati mengaku siap jika PN Banda Aceh mengabulkan permohonan suaminya. Apalagi permohonan euthanasia merupakan kemauan sendiri suaminya.
"Saya siap menerima jika pengadilan mengabulkan permohonan euthanasia. Apalagi suami saya sudah berusaha mengobati penyakitnya di berbagai rumah sakit. Termasuk berobat kampung," kata Ratna Wati.
ADVERTISEMENT